Binar Fitrah Mata Mereka
Publikasi: 19/09/2002 07:35 WIBeramuslim - Setiap hari ahad, sepekan sekali saya mengadakan acara khusus bersama pengunjung taman bacaan anak yang saya kelola. Acara itu berupa perlombaan dan permainan. Juga mendongeng. Serta penampilan ke depan. Peserta acara tiap hari ahad itu berganti-ganti. Banyak juga anak baru yang bukan pengunjung rutin taman bacaan.
Di antara mereka ada Daus. Pemuda kecil kurus itu paling tinggi. Anak-anak sering meledeknya dengan kata ‘Daus sudah tua’. Umurnya 14 tahun tapi masih kelas empat SD. Ada satu hal yang membuatnya istimewa. Senyumnya. Senyumnya yang lebar. Rekah. Disertai dengan mata kanak-kanak yang berbinar-binar. Mata itu seperti selalu tertawa. Ramah. Setiap bertemu saya di jalan, atau saat dia berkunjung ke rumah bersama yang lainnya, dia selalu tersenyum lebar sambil mengucap satu kata. Hanya satu kata, “Mbak!”.
Gadis manis itu bernama Nur. Kelas 5 SD. Pengunjung baru acara mingguan saya. Pertama kali dia datang, dia hanya melongok dari pintu pagar. Tersenyum malu-malu. Ketika saya memintanya untuk ikut lomba mengarang seperti teman-teman yang lain, dia hanya menggeleng. Lagi-lagi tersenyum malu. Tapi ketika suasana makin seru, dia mendekati temannya dan temannya yang menyampaikan pada saya kalau Nur mau ikut juga. Saat dia mengumpulkan puisi yang dikarangnya, ternyata puisinya paling bagus. Dia memang malu dan tampak sangat rendah diri. Tapi matanya tetap menyimpan binar keingintahuan.
Bocah cerewet itu bernama Ihsan. Kelas satu SD. Dia pengunjung paling lahap di rumah baca saya. Paling lahap jika ada makanan, juga paling lahap meminjam buku. Sekali meminjam selalu lebih dari lima buku sekaligus, dan langsung dia kembalikan keesokan harinya. Sambil mengembalikan, dia akan berceloteh panjang lebar tentang isi buku yang sudah dibacanya.
Seperti saat lomba kemarin, begitu menyelesaikan gambarnya, dia menarik tangan saya dan mengajak saya ke halaman samping. Duduk di sana. “Ada apa?” Tanya saya. ”Ngobrol yuk, Kak?” jawabnya. Dan dia segera bercerita banyak. Bukan hanya lisannya, tapi juga matanya yang berbinar-binar hidup dan cerdas seakan ikut bercerita.
Peserta baru acara mingguan saya yang lain bernama Irwan. Saya tidak tahu dia bersekolah atau tidak. Begitu tiba diantara teman-temannya, dia langsung menyatakan dengan lantang, ”Kak, saya tidak ikut lomba”. “Tak apa,”jawab saya.” Kamu boleh baca buku atau main saja.” Tapi yang dia lakukan kemudian adalah mengganggu teman-temannya. Mengambil pensil-pensil yang digunakan untuk menggambar, berlari-larian, mengacak-acak buku.
Cukup repot saya mengatasinya. Hingga saat dia masih juga mengacak-acak buku (bukan membaca), saya berseru padanya, ”Irwan bisa bantu Kakak? Tolong pilih buku yang belum disampul dan bawa kesini biar Kakak sampulin!” Maka dia pun menghentikan gangguannya dan bersemangat bolak-balik mengangkat buku yang belum bersampul. Termasuk majalah. Saat itulah saya menemukan binar di matanya.
***
Saya percaya, setiap anak dilahirkan dengan binar fitrah di mata mereka. Binar mata yang akan menemaninya mengarungi dunia. Binar fitrah yang akan bersama jiwanya melauti hidup. Pancaran nurani yang akan yang akan membuatnya suka belajar hal baru.
Bahwa binar itu kemudian menjadi pancaran keramahan di mata Daus, pancaran kecerdasan di mata Ihsan, pancaran keingintahuan malu-malu di mata Nur, binar kegembiraan di mata Fahria atau binar tersembunyi di mata Irwan, rangkaian peristiwa yang mereka jalani dalam usia merekalah yang menentukan. Dan itu berarti orang tua, lingkungan, tetangga, sekolah. Orang-orang dewasa di sekeliling mereka. Kita.
Akankah kita membuat binar mata-mata fitrah itu menjadi makin terang? Memancarkan kecerdasan, keramahan, kepercayaan diri yang kuat. Cinta, kedamaian, kehangatan. Bagai bintang bertaburan di malam hari. Berwarna-warni, tapi semuanya indah. Ataukah kita akan membiarkan binar itu meredup dan berubah menjadi pancaran rendah diri? Atau berubah menjadi binar liar terpengaruh narkoba dan miras?
“Sesungguhnya setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orangtuanya lah yang menjadikan mereka muslim, majusi, atau nasrani” (alhadist) (Azimah Rahayu,[email protected]untuk binar-binar mata mereka: Daus, Ihsan, Irwan, Nur, Fali, Nadia, Fitrah, Adit, Aldi, Yuni, Suci, Ade, Mega, Idar, Odi, Nisa, Fahria, Samsuri dan lain-lain)