Ketika Si Buyung Mulai Berpuasa
Publikasi: 13/11/2002 07:10 WIBeramuslim - Kesibukan kaum Muslimin, khususnya kaum ibu pada bulan Ramadhan, nyaris tak terelakkan. Bukan saja karena mereka harus bangun tengah malam lebih awal dari yang lainnya untuk menyiapkan hidangan sahur. Tapi terkadang, mereka juga harus membangunkan anak-anak, terutama si buyung yang baru latihan berpuasa. Membangunkan anak untuk melatih mereka puasa, terutama usia Balita hingga 6 tahun, memang relatif sulit. Karena itu diperlukan kesabaran.
Melatih mereka (anak-anak) berpuasa sudah barang tentu tidak bisa dengan cara paksa. Mereka sudah mau bangun dini hari dan ikut sahur pun, sebenarnya sudah bagus. Apalagi jika kemudian mereka dengan "sukarela", melakukan puasa pada pagi harinya. Walaupun sebagian mereka terkadang pagi hari pun sudah ribut lapar, dan minta makan. Dalam hal ini kita sebagai orangtua --khususnya ibu-- tentunya harus memperlakukan para shoimin cilik itu dengan bijak.
Perlakuan orangtua dalam melatih anak-anak shaum (berpuasa) sebaiknya tidak menyamaratakan kemampuan mereka. Setiap anak punya kemampuan dan kemauan yang berbeda, walaupun usianya sama. Ahmad yang berusia 5 tahun misalnya, kuat berpuasa sampai satu hari penuh. Tapi belum tentu dengan anak kita yang usianya sama-sama 5 tahun.
Karena itu, alangkah bijaknya jika orangtua tidak memaksakan anak, mereka harus kuat berpuasa sebagaimana anak-anak lainnya. Bagi anak-anak pemula, adakalanya mereka minta makan pada pagi hari, padahal mereka semalam ikut sahur. Jika masih bisa dirayu untuk menahan lapar, lalu dia mau, bisa diteruskan puasanya. Tapi jika tidak bisa dirayu, anak tetap merengek minta makan, orangtua sebaiknya mengizinkan mereka berbuka.
Namun perlakuan kita pada anak harus terus ditingkatkan, sesuai dengan perkembangan kemauan dan kekuatannya. Pada perkembangan selanjutnya, jika mereka bisa meningkatkan puasanya hingga siang hari, ini merupakan perkembangan yang baik.
Kita harus merayu dan terus memacu semangat mereka. Caranya bisa dengan berbagai kiat. Entah itu pujian-pujian, atau menjanjikan mereka yang lebih kuat berpuasa di antara yang lainnya, dengan memberi makanan berbuka kesukaannya. Bisa juga dengan memberi hadiah-hadiah benda/barang kesukaan mereka, apakah itu bacaan, mainan, atau bahkan tas dan sepatu baru misalnya.
Pendek kata, kiat untuk memotivasi anak berpuasa bisa dilakukan orangtua dengan berbagai cara. Dengan catatan tentunya, apa-apa yang kita pernah janjikan pada anak, harus betul-betul ditunaikan. Sekali kita tidak menepati janji, sulit untuk memotivasi kembali semangat mereka.
Pada hari kedua, ketiga, keempat hingga hari kesepuluh misalnya, mungkin mereka kita perlakukan seperti hari sebelumnya. Dengan catatan, jika kekuatan dan kemauan mereka berpuasa belum juga berubah. Namun jika ada peningkatan kemauan, kita bisa tingkatkan lagi durasi puasa mereka. Jika kemarin misalnya, siang hari mereka sudah buka, mungkin hari ini ditingkatkan pada waktu Ashar, dan seterusnya hingga full satu hari.
Yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa kita tidak bisa main target waktu dalam merubah perlakuan kita pada anak-anak yang masih dalam taraf latihan berpuasa. Misalnya sepuluh hari pertama, mereka kita targetkan berbuka pada siang hari. Kemudian pada sepuluh hari kedua, berbuka pada waktu Ashar. Lalu sepuluh hari terakhir kita targetkan, mereka harus berpuasa full satu hari. Tentu saja jika orangtua memperlakukan anak dengan cara-cara demikian, tidak bijak. Jika begitu, pasti anak akan merasa tertekan.
Sebaliknya, orangtua harus betul-betul menciptakan suasana dan perlakuan yang enjoy buat anak beribadah. Kasarnya, ikuti saja dulu kemauan mereka. Bukan mereka harus mengikuti kemauan kita. Contoh kasus, Fathi, seorang anak tetangga usia kelas satu SD. Fathi mulai latihan berpuasa tahun ini, dan ikut sahur. Tapi pada pagi harinya dia bilang lapar, minta makan. Orangtuanya mengizinkan. "Tapi Fathi janji harus teruskan lagi puasanya ya?", rayu sang ayah. Bocah itu mengangguk, lalu meneruskan puasanya sampai siang.
Namun setelah makan siang, Fathi bilang pada sang Ayah, ingin meneruskan puasanya hingga sore hari. "Biar puasa Fathi pul satu hari," ujarnya. Sang Ayah mengiyakan. Dan begitulah perlakuan sementara si ayah kepada Fathi. Orangtua Fathi berusaha mengikuti kemauan sang anak, selagi anak mengerjakan puasa dengan semangat dan merasa senang.
Kesimpulan dari tulisan ini soal melatih anak berpuasa, adalah;
Pertama, latihlah anak sedini mungkin dalam melaksanakan shiyam. Karena ibadah bagi anak-anak harus dengan pembiasaan sekaligus tentunya dengan keteladanan orangtua sejak mereka kecil.
Kedua, carilah kiat-kiat yang cocok untuk memotivasi anak berpuasa dengan senang hati, tanpa mereka merasa tertekan. Karena itu jangan melatih anak berpuasa dengan cara paksa. Atau juga dengan memperlakukan mereka sama dengan anak-anak lain seusianya yang lebih mampu.
Ketiga, jangan sekali-kali melanggar apa-apa yang telah kita janjikan kepada anak, sebagai imbalan atas kemampuan puasa yang mereka lakukan. Adakalanya pujian verbal, diperlukan untuk memotivasi semangat anak berpuasa.
Wallahu a'lamu bishshowab. (sulthoni)