Depan > Artikel > Keluarga

Mengapa Anak Jadi Penakut?

Publikasi: 30/10/2001 07:31 WIB

eramuslim - Tak ada orang tua yang menginginkan anaknya jadi penakut. Karena sifat penakut bukan hanya akan merusak kepribadian anak, tapi juga merepotkan orangtua. Sebagai contoh sederhana, anak yang baru masuk TK/kelas satu misalnya, bila ia takut ditinggal sendirian, mau tidak mau orangtua si anak harus menungguinya setiap hari di sekolah. Ini tentu merepotkan orangtua.

Belum lagi misalnya, ia tidak berani pipis atau BAB (buang air besar) sendirian ke belakang. Selalu harus minta diantar atau ditunggui orangtua. Tentu saja ketakutan-ketakutan berlebihan pada anak ini akan mengganggu ritme kerja orangtua yang akan bekerja di rumah maupun yang akan berangkat ke kantor.

Ketakutan bisa merusak kepribadian anak dan syaraf-syarafnya. Dan bahkan mungkin dapat menyebabkan penyakit kegilaan dan bermacam-macam penyakit syaraf. Karena itu, para orangtua sebaiknya tidak membiarkan anak berlama-lama di dalam lingkungan yang tidak mendukungnya menjadi anak pemberani. Dengan kata lain, jangan anggap remeh lingkungan yang selalu membuat anak tercekam dalam ketakutan. Misalnya tontonan filem-filem horor, bacaan-bacaan fiksi tentang alam gaib, kebiasaan orangtua menakut-nakuti anak jika hendak menghentikan tangisnya, dan sebagainya.

Sesungguhnya, apabila anak tumbuh jadi penakut, ia telah kehilangan nilai pribadinya. Padahal kehidupan itu sendiri adalah sebuah perjuangan yang memerlukan keberanian dalam segala hal.

Secara lebih rinci, di bawah ini akan kita paparkan beberapa hal yang dapat menyebabkan anak jadi penakut.

1. Cerita-cerita maupun filem fiksi yang menyeramkan dan menakutkan, seperti cerita jin dan setan. Sebaiknya orangtua harus bijak menghindari anak dari bacaan dan tontonan demikian. Berilah anak bacaan-bacaan yang menceritakan tentang kepahlawanan dan perjuangan.

2. Takut kepada gelap. Umumnya ada semacam mitos yang melingkupi pikiran anak-anak, bahwa gelap itu identik dengan tempat jin atau setan. \"Iii..., takut gelap. Nanti ada setan!\" Begitu kita sering mendengar ungkapan anak-anak pada teman-teman sebayanya, jika berada pada ruangan gelap.

Karena itu proses penyembuhan anak yang takut gelap, harus diberi pengertian dengan sabar. Bahwa tempat gelap banyak setan, adalah bohong. Lalu sering-seringlah anak dibawa ke tempat gelap, untuk dilatih agar ia tidak takut pada gelap. Sebaiknya sejak kecil anak dilatih untuk tidur dalam ruangan yang gelap.

3. Ibu yang penakut. Misalnya ada ibu yang takut pada kecoa, cacing, atau tikus misalnya. Ekspresi ketakutan pada binatang-binatang tertentu itu kadang-kadang dengan teriakan histeris, bahkan sampai pada tingkat latah. Jika perilaku itu yang diperlihatkan seorang ibu, anak-anak umumnya akan mengikuti sifat ibu.

Tentu saja pada ibu penakut seperti ini, dia harus bisa menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruknya yang tidak proporsional itu. Kalau tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk itu sekaligus, si ibu harus berusaha memperlihatkan atau berpura-pura sebagai orang pemberani di hadapan anak-anaknya.

Kepada ibu penakut, sepatutnyalah dia banyak beribadah, memperkuat keimanan, serta mendekatkan dirinya pada Allah. Di samping ia harus melatih diri agar menjadi ibu pemberani. Walaupun keberanian itu tidak bisa diraih sekaligus, tapi secara bertahap. Ibu-ibu penakut akan berbahaya bagi bangsa dan negara, karena akan menularkan pengaruh-pengaruh buruk bagi generasi seterusnya.

Seorang sastrawan Arab Ahmad Amin, dalam kitabnya Faidhul Khathir, menulis sebagai berikut.
\"Tanggungjawab terbesar yang dipikul oleh kaum wanita adalah mendidik anak-anaknya. Wanita merupakan tempat titipan umat. Hati wanita adalah tentara pertama, yang tanpa dia, bom, pesawat terbang, kapal selam, dan tank baja, tak ada nilainya. Kalau engkau suka, katakanlah: kaum wanita adalah pasukan kelima yang tiada bandingnya dalam menimbulkan rasa takut dan ciut dalam hati para musuh.\"

4. Banyak penyebab ketakutan yang bermula dari salah didik, baik berasal dari orangtua maupun pendidik. Orangtua maupun pendidik yang kerap kasar dan keras dalam menjatuhkan hukuman pada anak, akan meninggalkan trauma ketakutan yang sulit dihilangkan pada jiwa anak. Trauma ini akan membentuk kepribadian yang lemah dan sifat penakut pada anak, bahkan sampai pada masa dewasanya.

5. Tak sedikit sifat penakut pada anak maupun orang dewasa lantaran dipengaruhi oleh pikiran-pikiran bawah sadar anak tentang masa lalunya yang menakutkan. Entah itu berasal dari peristiwa menyeramkan yang dialami langsung oleh dirinya maupun orang lain. Atau ketakutan itu berasal dari pendidikan yang kasar. Untuk menghilangkan perasaan-perasaan bawah sadar yang mencekam, diperlukan dorongan dan sugesti pada anak. Tentu saja hal itu harus dilakukan dengan tekun dan penuh kesabaran dan kasih sayang dari para orangtua maupun para pendidik.

6. Kebiasaan orangtua (ibu) mengambil jalan pintas untuk menghentikan tangis anaknya. Misalnya dengan cara menakut-nakuti anak. \"Ayo... kalau tidak diam nanti dibawa genderuwo!\" Ungkapan seperti ini sangat dianjurkan pada para orang tua untuk jangan digunakan jika tujuannya sekadar menghentikan tangisan atau kerewelan anak-anak. Pikiran-pikiran pragmatisme (ingin cepat menyelesaikan masalah dengan jalan pintas) tanpa mempertimbangkan eksesnya pada anak, sebaiknya segera dihilangkan dari benak para orang tua. (sultoni)

Rujukan: Mendidik Anak Nakal - Mahmud Mahdi Al-Istambuli.

Lainnya

Bila Anak Anda Butuh Seorang Teman
Kontak | Peta Situs
Telusur Arsip:
 

BeritaAnalisaAspirasiGaleriArtikelKonsultasi

Oase ImanUst. MenjawabKeluarga

JurnalistikArsitekturTek. InformasiSehat

Belanja

Webmail

Info PemiluTerpopuler hari ini