Jangan Biarkan Warisan Suci Ramadhan Hanyut Ditelan Zaman
Publikasi: 12/12/2002 15:37 WIBeramuslim - Madrasah Ramadhan suci boleh berlalu. Tapi hikmah dan nilai-nilai sakralnya yang amat sarat itu, tak boleh hanyut terbawa waktu. Seyogyanya, Ramadhan yang telah mengajari kita sebulan penuh tentang makna hidup sebenarnya, harus menjadikan rumah tangga kita lebih baik, lebih kokoh, dan lebih bijak dalam menghadapi setiap persoalan hidup. Itulah nilai-nilai taqwa yang diwariskan Ramadhan kepada kita, agar kita menjadikannya (nilai-nilai taqwa itu) sebagai fondasi bangunan rumah tangga kita.
Sepatutnyalah, Ramadhan bagi keluarga adalah bulan penguatan cinta dan kasih sayang antar sesama anggotanya. Bulan pelestari ikatan hubungan antara suami-istri, orangtua dengan anak, serta hubungan antar sesama anak-anak kita. Bukankah Ramadhan mengajarkan kita untuk berlaku ramah, santun, kasih, pema'af, dan penyabar antar sesama kita? Sebaliknya, ia melarang kita berlaku kasar, kurang ajar, kejam, pendendam, dan bersikap terburu nafsu meraih kesenangan sesaat. Inilah saat pengimplementasian nilai-nilai itu, untuk membuktikan bahwa kita memang layak menjadi pemenang Ramadhan.
Jika demikian halnya, sepatutnyalah pasca Ramadhan ini, hubungan kita dengan suami/istri harus semakin mesra. Bukan malah sebaliknya. Kalau dulu kita tak pernah peduli soal penampilan diri untuk menarik hasrat pasangan kita, hari ini hal itu tidak boleh lagi terjadi. Di hadapan pasangan kita, kita harus selalu fresh, prima, wangi, dan berpenampilan sedap dipandang. Bahkan kalau perlu kita harus senantiasa menjadi pesolek yang "genit" setiap berhadapan dengan pasangan kita. Jangan malah sebaliknya, di luar kita fresh, tapi di dalam rumah berpenampilan kumel dan kucel.
Khusus kepada para istri, bahwa sepenat atau sesedih apapun dia, hal itu tidak bisa dijadikannya sebagai alasan untuk tidak melayani suami. Rasulullah SAW mengingatkan kaum wanita yang telah berumah tangga, untuk tidak menyakiti hati suami dengan cara menolak meladeni hasrat seksualnya dengan alasan apapun. "Bila di malam hari seorang istri meninggalkan tempat tidur suaminya, ia mendapat laknat dari para malaikat sampai pagi." (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalam hadits lainnya, Rasul mulia lagi-lagi mengingatkan para ibu rumah tangga untuk bisa memahami kondisi birahi suaminya. Dari Abu Hurairoh r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa, sementara suaminya bersamanya (tidak dalam bepergian), kecuali dengan izinnya." (Muttafaq 'alaih).
Marilah kita simak sebuah hadits shahih dalam kitab Shahih Bukhori, berikut ini.
Ketika itu seorang anak Abu Thalhah sedang sakit keras. Kemudian Abu Thalhah pergi, dan sebelum pulang, anaknya meninggal dunia. Ketika pulang ke rumah, Abu Thalhah bertanya kepada istrinya;
"Bagaimana kabar anakku?"
Ummu Sulaim (istrinya) menjawab; "Ia lebih tenang dari sebelumnya."
Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam dan Abu Thalhah pun menyantapnya. Ia juga melakukan hubungan suami-istri. Setelah semuanya selesai; Ummu Sulaim bertanya kepada Abu Thalhah;
"Bila ada barang yang dipinjam oleh seseorang sampai batas tertentu. Lalu pemilik barang itu mengirim utusan untuk mengambil kembali barang tersebut. Apakah si peminjam barang berhak untuk menolaknya?"
"Tidak !" jawab Abu Thalhah.
"Ia ada di kamar!" ujar istrinya.
Kemudian Abu Thalhah melihat anaknya dan kembali lagi seraya mengucapkan; "Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un."
Setelah datang waktu pagi, Abu Thalhah menemui Rasulullah SAW, dan menceritakan ucapan istrinya. Nabi SAW bersabda;
"Demi Dzat Yang telah mengutusku dengan kebenaran, Allah SWT telah memberi janin laki-laki di dalam rahimnya atas kesabaran terhadap kematian anaknya."
Ada pelajaran berharga dari kasus Ummu Sulaim, khususnya untuk para istri.
Pertama, kesedihan tidak sepatutnya dijadikan alasan istri untuk menolak bersikap mesra dan menolak melayani dahaga birahi pasangannya.
Kedua, seorang istri sebaiknya tidak mengganggu suasana bathin suaminya yang telah berniat ingin bermesraan dengannya, dengan menginformasikan berita-berita yang membuat emosinya terguncang.
Ketiga, bahwa pahala yang dijanjikan Allah SWT bagi para istri yang ta'at menyambut ajakan suaminya, adalah sangat besar. Ia merupakan ibadah mulia di sisi Alla 'Azza wa Jalla.
Kesimpulannya adalah, bahwa tidak sepatutnya kita yang telah dibina sebulan penuh dalam Madrasah Rabbani itu, tidak tersibghoh (terwarnai) oleh nilai-nilainya yang agung. Dan tidak sepatutnya, keluarga kita membiarkan warisan suci Ramadhan hanyut ditelan zaman. Wallahu a'lam.
(sulthonhi)