Depan > Artikel > Keluarga

Jangan Jadi Orangtua Nakal

Publikasi: 23/08/2002 18:01 WIB

eramuslim - Kalau anak-anak nakal, agresif, sulit diatur, pasti kita akan katakan "dasar anak-anak, nakal banget sih!" Jarang kita persalahkan orangtua, bahwa mereka jangan-jangan juga nakal dalam mendidik anak-anak mereka. Sungguh, menjadi orangtua galak dan strength akan jauh lebih mudah ketimbang menjadi orangtua yang tidak nakal alias sabar.

Kita sudah sering mendengar anak-anak takut lantaran orangtua mereka galak. Tapi jarang kita mendengar anak-anak menjadi penurut karena kesabaran orangtuanya dalam mendidik anak-anak. Dapatkah kita berlaku sabar dalam mendidik anak?

Siapapun orangtua, pasti terobsesi agar anak-anak mereka tumbuh menjadi sehat, cerdas, penurut, dan berbakti kepada Allah 'Azza wa Jalla serta kepada kedua orangtuanya. Namun masalahnya, mewujudkan obsesi itu bukan perihal gampang. Mungkin kita maunya cepat-cepat bisa mewujudkan harapan itu. Jika kenyataan bertentangan dengan harapan, tak sedikit para orang tua kesal, dan cenderung main kasar terhadap anak. Padahal sabar merupakan kata kunci untuk sukses mendidik anak. Walaupun hal itu sesungguhnya sulit untuk dipraktekkan.

Simaklah hadits Rasulullah SAW di bawah ini;

"Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya berbakti kepada-Nya." Beberapa orang di sekeliling Nabi bertanya; "Bagaimana caranya ya, Rasulullah?" Beliau menjawab; "Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak membebaninya, dan tidak pula memakinya."

Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, "Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya."

Siapa yang menghendaki, kata Rasulullah SAW, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya. Semoga tak satu pun dari kita yang menghendaki anak-anak kita menjadi pendurhaka. Namun apa yang telah kita perbuat untuk mengantarkan anak-anak kita menjadi penurut dan berbakti?

Untuk melatih sabar ada baiknya kita simak keterangan berikut.

1. Menerima yang sedikit.
Setiap anak yang lahir, masing-masing membawa talenta sendiri-sendiri. Ada yang menonjol kepandaiannya, tapi mungkin agak kasar perangainya. Atau sebaliknya, seorang anak lemah intelektualnya, tapi lembut perangainya. Terimalah kehadiran anak-anak kita dengan tulus dengan segala kekurangan dan sedikit kelebihannya.

Karena itu sebaiknya para orangtua tidak main "hantam kromo" dalam mendidik anak-anak. Janganlah sekali-kali kita mengeluarkan kata-kata kasar, misalnya ketika sulit mengajarkan anak berhitung; "Uuh dasar bodoh, masak 5 tambah 5 saja tidak tau?"

Jelas perlakuan kasar itu tak akan membantu memperbaiki tingkat kecerdasan maupun perangai anak. Perlakukanlah mereka dengan bijak berdasarkan kelebihan dan kekurangannya.

2. Memaafkan yang menyulitkan Seorang anak yang kesulitan dalam satu mata pelajaran misalnya, jangan dianggap ia anak bodoh. Atau bahkan jika seorang sulit menangkap sekian mata pelajaran, jangan dulu divonis dia sebagai anak bodoh. Mungkin ia perlu waktu proses adaptasi yang agak lama dibanding dengan teman-temannya yang lain.

Karena itu, orangtua tak sepatutnya mencela dan mengejeknya sebagai anak bodoh. Bukankah Albert Einstein penemu teori relativitas (pengurai kekuatan atom) pernah di-DO dari bangku kuliah? Begitu pun ilmuwan cemerlang penemu listrik, Thomas Alfa Edison, pernah dianggap anak bodoh karena mengerami telur angsa. Namun kedua tokoh di atas terbukti sebagai ilmuwan-ilmuwan kaliber dunia.

Tindakan emosi, apalagi sampai ringan tangan memukul anak, tidak akan memecahkan persoalan kesulitan yang dihadapi anak. Bantulah kesulitan anak dengan cara kita bersabar dalam memperlakukannya. Memaafkan yang menyulitkan sambil kita tidak berputus asa terhadap rahmat Allah, insya-Allah justru menjadikan anak berkembang dengan baik dan mampu mengatasi sendiri kesulitan-kesulitannya.

3. Tidak membebani Ketika Rasulullah SAW mengajak sahabatnya untuk melaksanakan apa yang beliau perintahkan, Nabi mengatakan, "Jika aku larang kamu melakukan sesuatu maka jauhilah, dan jika aku perintahkan kamu untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampu kamu." (muttafak 'alaih, diriwayatkan Imam Bukhori & Imam Muslim)

Orangtua yang menginginkan anak berbakti kepada orangtua dan Tuhannya, hendaknya tidak membebani anak dengan tugas-tugas yang di luar kemampuannya. Ketidakmampuan itu bisa disebabkan karena anak belum siap melakukan tugas-tugas yang diberikan. Atau lantaran usia maupun kemampuan fisik anak belum memungkinkan untuk melakukan tugas-tugas yang diperintahkan orangtua.

Yang perlu digarisbawahi, bahwa tugas yang baik akan bisa berakibat baik sebagaimana dikehendaki, jika dilaksanakan pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat, takaran yang tepat, dan membawa kemaslahatan bagi anak di masa-masa berikutnya. Inilah antara lain pengertian dari istilah hikmah.

Ingat, bahwa penggunaan kata "harus" yang terlalu sering, bukan malah mampu memotivasi, tapi justru akan melemahkan semangat anak. Sebab perintah dengan seringnya menggunakan kata "harus" cenderung mematikan kreatifitas anak. "Kamu harus gunakan ini ya, tidak boleh pakai yang lain untuk mengerjakan tugas itu!"

Semoga kita tidak menjadi orangtua yang tidak sabar alias nakal dalam mendidik anak-anak kita. (sulthoni)

Lainnya

Melatih Anak Gemar Sholat(Selalu) Hangatkan Cinta AndaBelajar Dari Si KecilAnak Adalah Investasi KitaBerlomba Bangun Pagi, Siapa Takut?Yuk, Kerja Bakti Bareng Di RumahTips Agar Suami Menyenangi Pekerjaan Rumah
Kontak | Peta Situs
Telusur Arsip:
 

BeritaAnalisaAspirasiGaleriArtikelKonsultasi

Oase ImanUst. MenjawabKeluarga

JurnalistikArsitekturTek. InformasiSehat

Belanja

Webmail

Info PemiluTerpopuler hari ini