Kecil Dibuai, Besar "Dibantai"
Publikasi: 04/03/2002 18:12 WIBeramuslim - Kisah jahannam itu akhirnya memporakporandakan masa depan RS (19). Keperawanan siswi sebuah SMK di Cigombong, Sukabumi itu, telah direnggut ayah kandungnya sendiri. RS tak kuasa membendung air matanya saat mengadukan nasib tragis yang menimpa dirinya di hadapan ibunya. Si Ibu, terang terguncang mendengar pengaduan anak perawan tercintanya tersebut.
Lebih ngeri lagi kasus yang dialami Nng (22), warga Kampung Leuweung Kolot, RT 01/01, Desa Giri Mulya, Cibungbulang, Bogor. Nng mengaku telah menjadi obyek pelampiasan nafsu iblis ayah kandungnya sendiri Edi Suhendi (59) selama lebih dari 10 tahun. Selama itu pula Nng tak berani mengungkapkan kisah tragis yang menimpa dirinya tersebut kepada keluarganya.
Dua kisah memilukan itu, sebagaimana ditulis Harian Republika (Senin, 04 Maret 2002), boleh jadi hanya segelintir kisah dari ribuan bahkan jutaan kisah serupa. Penyimpangan perilaku seks (dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah incest) itu, berdasarkan catatan Children in Need Special Protection Center (CNSP-C) sepanjang 2001 telah mencapai angka cukup fantastis. Dari 341 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun itu, 60 persen adalah kasus incest.
"Dari 60 persen itu, dua pertiga (136 kasus) dilakukan oleh ayah kandung, sepertiga lainnya dilakukan saudara kandung, paman, dan orang-orang yang punya hubungan darah," kata Direktur Eksekutif CNSP-C, Aris Merdeka Sirait.
Masih menurut harian yang sama, ada tiga kasus yang menonjol dalam deretan kasus-kasus incest, karena korban sempat melahirkan anak. Korban malang itu adalah kakak-beradik AM (14) dan AB (12), warga Lemah Abang, Bekasi, serta F (13) warga Kronjo Tangerang. Seluruh korban melahirkan anak hasil benih ayah kandung mereka sendiri. Astaghfirullah...!
Kasus di atas ibarat gunung es, cuma nampak ujungnya di permukaan air. Boleh jadi kasus-kasus riil serupa yang terjadi di lapangan, bisa berkali lipat dari angka yang tercatat. Seperti diakui Aris Merdeka, data yang dikemukakan CNSP-C belum termasuk data yang dikumpulkan organisasi lain. "Bulan Maret nanti, kami akan membuka data yang kami kumpulkan dari 6 provinsi di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif CNSP-C yang juga sekretaris Komnas Anak itu.
Komentar serupa diungkapkan Seksolog Boyke Dian Nugraha. Menurut Boyke kasus incest susah dihitung karena cenderung disembunyikan. Di Klinik Pasutri, Tebet, Jakarta Selatan, yang dikelolanya, beberapa pasien sempat berbicara. "Umumnya mereka cerita karena mau nikah, tapi minta rahasianya disimpan," tuturnya.
Para pelaku perilaku terkutuk itu umumnya mengaku, mereka melakukan perbuatan jalang tersebut lantaran tak terpenuhi kebutuhan seksnya oleh istri mereka. Benarkah? Aris tak percaya alasan klise itu. "Saya rasa kasus-kasus incest muncul karena kebobrokan moral orang tua sekarang," cetus Aris.
Alasan paling rasional menurut Aris, adalah pengaruh VCD porno yang peredarannya kian tak terbendung dan mudah didapatkan dengan harga murah. Bisa jadi, katanya, para orang tua menonton VCD porno, kemudian melihat istrinya tidak menarik lagi dalam pandangannya. "Mau ke tempat lokalisasi malu atau tak punya uang. Maka anaknya lalu jadi sasaran," cetusnya.
Boyke berpendapat serupa. "Dalam VCD porno ada adegan-adegan yang memperlihatkan aksi orang tua terhadap anak-anak, terutama rekaman dari pengidap pedofilia," katanya. Ini jelas bisa menstimulan kasus-kasus seksual yang menimpa anak-anak, termasuk incest.
Alasan kedua tokoh tadi bisa jadi benar. Dalam atmosfer kehidupan metropolis yang kian permisif ini, sulit memang untuk mencari tempat perlindungan bagi anak-anak. Karena masyarakat maupun pemerintah nyaris telah mengabaikan rambu-rambu moral. Anak-anak dihadapkan pada situasi antagonis tatkala mereka berada di dalam maupun di luar rumah. Di satu sisi, sekolah-sekolah mengajarkan soal-soal keindahan moral, di sisi lain media-media massa maupun perilaku masyarakat mempertontonkan hal-hal sebaliknya.
Kasus-kasus incest, mungkin sangat berkaitan erat dengan perilaku antagonis masyarakat. Contoh sederhana misalnya, kebanyakan ibu pasti menginginkan anak-anaknya menjadi salih dan salihah. Karena itu orangtua yang memiliki anak-anak perempuan khususnya, sangat antusias memasukkan anak-anak mereka ke TPA-TPA. Mereka pun dengan antusias dan gembira mengikuti aturan lembaga pendidikan yang mewajibkan busana tutup-aurat bagi para santri perempuan.
Sayangnya aturan di lembaga TPA tidak paralel dengan aturan dan situasi yang berjalan di dalam rumah. Situasi di rumah dibiarkan berjalan walaupun bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan yang diajarkan di sekolah tentang keindahan akhlaq dan perilaku. Justru yang kerap dilihat dan didengar anak di dalam rumah misalnya, film-film seks dan kekerasan di TV, serta lagu-lagu yang syairnya tak mendidik. Atau mungkin tingkah-laku orangtua yang menyepelekan nilai-nilai Islam, misalnya soal penghormatan terhadap waktu-waktu sholat.
Celakanya, ketika anak-anak perempuan mereka beranjak dewasapun, orangtua semakin tak memperhatikan soal kewajiban menutup aurat bagi anak-anak perempuan mereka. Anak-anak remaja perempuan itu bahkan (na'udzubillah) dibiarkan mengikuti mode pakaian ketat yang kian digandrungi para ABG (anak baru gede). Selain mereka juga nyaris tak memperhatikan perkembangan pergaulan anak di luar.
Hubungan yang kurang harmonis antara suami-istri bisa menjadi faktor yang menyebabkan kehidupan antar anggota keluarga seperti berjalan nafsi-nafsi. Tak pernah ada pembicaraan tentang bagaiamana mendidik anak di rumah sesuai dengan aturan Islam. Selanjutnya istri yang sering keluar, tanpa memperhatikan keadaan di dalam rumah.
Faktor-faktor di atas, sangat mungkin menggiring kalangan ayah terjerumus dalam kasus-kasus incest.
Inilah salah satu hikmah, kenapa Islam mengarahkan para orang tua khususnya, untuk memperhatikan perintah menahan pandangan dan wajib tutup aurat bagi diri dan anak-anak mereka. Seperti tercermin dalam perintah Al Qur'an berikut ini;
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang mereka perbuat."
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak punya keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An Nuur 30-31)
Karena itu alangkah bijaknya jika para orang tua memperhatikan perintah Allah soal wajib tutup aurat bagi para wanita khususnya. Secara luas perintah ini bisa berarti, bahwa orangtua wajib menutup rapat-rapat virus pornografi masuk ke dalam rumah mereka. Agar pandangan kaum laki-laki tidak menjadi liar yang bisa menjebloskannya ke dalam perbuatan jahannam. Wallahu a'lam. (sulthoni)