Refleksi Akhir Tahun : Mau Dibawa Kemana Rumah Tangga Kita?
Publikasi: 31/12/2001 17:25 WIBeramuslim - Seorang Muslim sejati, memang tak perlu harus menunggu sampai setahun untukmengevaluasi dirinya. Setiap waktu bahkan ia semestinya melakukan evaluasi tersebut. Namun jika kita mencoba melakukan evaluasi tahunan, maka setiap akhir tahun ada pertanyaan yang baik untuk direnungkan oleh para kepala keluarga: “Pernahkah kita ingatkan kepada seluruh anggota keluarga kita untuk mensyukuri nikmat usia dan tetap teguh berjalan di atastrack kebenaran?”
Ketika esok matahari muncul di ufuk Timur, tahun telah berganti. Fajar tahun 2002 mulai mengawali rotasinya. Bagi orang-orang cerdas, ia akanmenganggap pergantian waktu itu berarti jatah usianya telah berkurang lagi, dan akan terus berkurang seiring peredaran bumi.
Namun orang-orang jahiliyah telah mulai merayakan pergantian tahun sejakmalam hari dengan semarak-maraknya. Puncak perayaan pun ditabuh sekuat-kuatnya begitu jarum jam menunjuk angka 12.00. Saat-saat inilah yang ditunggu dengan berdebar oleh mereka yang menghabiskan malamnya dengan berbagai aktivitas absurd: bergadang sembari meniup terompet, meliuk-liukkan badan di atas panggung terbuka atau lantai remang-remang night-club/ discotiqhue sampai pagi. Bahkan untuk mabuk-mabukan dan pesta zina. Mereka betul-betul melupakan kehidupan setelah kematian. Astaghfirullahal adzim!
Setiap tahun tradisi-tradisi absurd itu dihasung habis-habisan. Entah sadar atau tidak, ironinya pentas dan panggung-panggung pesta pergantian tahun--yang barangkali lebih tepat disebut pesta massal “manusia menentang Allah” itu—berlangsung justru di tengah bangsa ini sedang dihimpit krisis multidimensional: ekonomi yang ambruk, budaya yang amburadul, moral yang jungkir-balik, dan sebagainya.
Ketika bangsa ini begitu sangat membutuhkan kekuatan untuk bangkit dari keterpurukannya. Saat kita butuh pertolongan Allah agar Dia menurunkan rahmatNya pada bangsa yang tengah terkapar ini, tapi justru perbuatan yang mendatangkan murka Allah bertebaran di mana-mana dengan sangat demonstratif.
Tahun demi tahun panggung-panggung kemaksiatan akhir tahun tidak pernah absen diadakan dan kian beragam acaranya. Dari mulai berjoged ria sampai pagi, mabuk ganja-narkotik dan minuman keras, hingga pesta zina. Tradisi itu seperti telah menjadi pusaran air yang kian membesar dan berputar kian kuat, lalu menyeret siapa saja yang tidak memiliki kekuatan iman. Sehingga panggung-panggung itu tak akan pernah sepi dan kehilangan para peserta fanatiknya saban tahun.
Yang menyesakkan dada, hampir dapat dipastikan bagian terbesar persertanya adalah generasi muda Islam. Mereka yang lahir dari keluarga-keluarga Muslim. Bagi orang di luar Islam, wajar bila mereka bertanya-tanya apakah konsep pendidikan keluarga Islami tidak cukup tangguh untuk mencegah anak-anak terlibat dalam tradisi amoral tersebut?
Sebetulnya Islam memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka (QS 66:6). Pesan ini menyiratkan suatu perintah bahwa pertama, seorang kepala rumah tangga hendaknya mampu menjadi teladan hasanah (yang baik/Islami) bagi seluruh anggota keluarganya.
Kedua, ia wajib membangun kebaikan itu menjadi sifat keluarga, bukan hanya berhenti pada sifat individu. Konsekuensi logis dari kewajiban ini adalah komunikasi yang baik antara suami-istri harus terus terjalin kokoh. Mereka harus berkoordinasi bahkan harus menjadi team-work yang tangguh dalam mengajarkan dan mensosialisasikan nilai-nilai kebaikan pada seluruh anggota keluarganya.
Selanjutnya, informasi tentang perkembangan keluarga pun tak boleh disembunyikan atau tidak diketahui sama sekali oleh kepala keluarga. Baik ia berupa perkembangan positif, apalagi negatif. Bagaimana sholat anak-anak, apakah kian rajin atau kian malas. Kalau malas, bagaimana kiat untuk menggairahkannya kembali. Ini tentu menjadi tanggungjawab kepala keluarga/rumah tangga, dalam hal ini adalah suami-istri.
Bila anak-anak telah memasuki usia aqil-baligh (istilah sekarang ABG=Anak Baru Gede) koordinasi orangtua dalam hal pendidikan anak bahkan kian diperkuat, bukan malah tambah melemah. Karena pada usia-usia ini anak-anak mangalami masa pencarian jati diri, yakni masa-masa transisi yang rawan. Bila saja pada masa ini lebih banyak stimulasi negatif yang mereka dapat, niscaya anak akan tumbuh negatif. Karena itu orangtua jangan sampai tidak mengetahui perkembangan negatif anak tersebut. Keadaan negatif yang dibiarkan berlarut-larut akan kian sulit bagi orangtua untuk mengatasinya.
Pendek kata mulai dari masalah sholat, hobi, sampai hubungan dengan teman-temannya, orangtua wajib mengetahui dan terus memantau perkembangannya. Jangan sekali-sekali berasumsi, anak-anak melalaikan sholat misalnya, sebagai hal wajar dan biasa. Itu jelas keliru besar. Karena tidaklah sebuah generasi menjadi rusak, kecuali generasi itu telah meninggalkan kewajiban sholat.
"Maka datanglah sesudah mereka pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS 19 : 59).
Khusus masalah sholat ini, jangan disepelekan. Sholat adalah tiang utama keluarga bahkan negara. Tak ada bangsa yang jaya dan damai tanpa sholat. Karena itu evaluasi keluarga sebaiknya dimulai dari hal asasi tersebut, lalu dikembangkan pada aspek asasi lainnya, seperti akhlaq, etika, moral serta dakwah. Bila rambu-rambu pendidikan Islam itu betul-betul kita perhatikan dan jalankan, niscaya tak akan muncul generasi-generasi penyembah hawa nafsu seperti yang setiap akhir tahun kita saksikan.
Ajarkanlah terus anak-anak untuk bersyukur pada Tuhannya, agar ia semakin peka untuk mensyukuri usianya. Karena usia yang disyukuri bukan dengan berlomba-lomba panjang umur, apalagi berlomba-lomba dalam kemaksiatan. Tapi bagaimana usia yang ringkas sekalipun, tapi membawa berkah dan rahmat bagi sekalian alam. Asy-Syahid Sayid Qutb berpesan; "Usia bukanlah bilangan waktu, tapi bilangan kesadaran".
Rumah tangga kita, bila tidak membawa keberkahan di masyarakat, keberadaannya akan tidak berarti. Dan dalam pandangan Allah kita termasuk orang yang berkhianat pada perintahNya. Karena itu bangunlah rumah-tangga masjid, yang seluruh penghuninya pandai bersyukur dan bersujud pada Penciptanya. Wallahu a'lam. (sulthoni)