Usia Pernikahan Boleh Uzur, Tapi Cinta Tak Boleh Luntur
Publikasi: 19/12/2002 17:06 WIBeramuslim - Ada persepsi keliru yang lazim difahami masyarakat kita. Seolah-olah suasana romantis hanya dibutuhkan oleh pasangan suami-istri (pasutri) muda alias pengantin baru? Padahal sesungguhnya, penganten lama pun butuh suasana romantisme itu. Agar suasana hubungan pasutri tidak menjadi hambar ditelan usia pernikahan. Sebab saat perjalanan bahtera rumah-tangga kita kian jauh, ia justru kian membutuhkan energi besar, agar bahtera itu tidak kandas sebelum mencapai tujuannya. Energi besar itu adalah cinta yang harus tetap hidup di antara pasutri.
Kita (baik sebagai suami maupun istri), seyogyanya tidak perlu sungkan-sungkan mengungkapkan bahasa cinta kita pada pasangan kita, baik secara verbal maupun non-verbal. Walaupun mungkin banyak yang menganggapnya sepele, tapi hal ini sangat penting untuk menjaga suasana cinta tetap segar antara kita dengan pasangan kita.
Bahasa verbal adalah ungkapan lisan yang tulus tentang kondisi objektif perasaan kita. Tarohlah kita senang dengan masakan istri yang memang kita rasakan lezat, maka ungkapkanlah rasa puas itu. Misalnya, "Mi.., masakan umi betul-betul lezat deh. Umi ini memang istri abang yang pinter!"
Jangan pelit untuk mengungkapkan bahasa cinta walaupun hanya sekadar pujian, atau ungkapan senang. "Wah abang ganteng deh kalau pakai baju ini. Kelihatan kayak anak muda aja! Siapa yang nyangka di luar, kalau abang sudah punya anak lima?"
Atau ungkapan rasa puas, ketika istri berpenampilan agak istimewa. Katakanlah misalnya, ketika kita pulang bekerja istri menyambut kita dengan penampilan "fresh" dan wangi. Kalau kita puas dengan penampilannya, kita harus membiasakan memujinya secara verbal. Tak perlu sungkan untuk mengatakan; "Duh umi malam ini kelihatan cantik sekali deh! Cinta abi jadi kian bertambah nih, kalau umi berpenampilan segar terus...!"
Begitupun panggilan-panggilan manja kepada masing-masing pasangan, jangan dianggap hanya milik pengantin muda. Kita, pengantin yang telah senior pun perlu suasana mesra itu. Sebagaimana Rasulullah SAW selalu memanggil panggilan-panggilan manja kepada istrinya.
Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang disukainya, seperti 'Aisy, dan Humaira (pipi merah delima). (Al Hadits)
Ungkapan seperti di atas pasti tidak sulit dan bahkan tak perlu biaya. Tapi tahukah kita, hal yang sering dianggap sepele itu, dampaknya sangat besar dalam menguatkan rasa cinta antara kita dengan pasangan kita?
Sedangkan bahasa non-verbal adalah dengan perlakuan romantis kepada masing-masing pasangan. Suami maupun istri harus memberikan atensinya terhadap hal yang satu ini. Sikap dan perlakuan romantis akan menguatkan hubungan dan cinta antara kita dengan pasangan kita.
Dari Atha' bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan 'Aisyah ra biasa mandi bersama dalam satu bejana. Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan 'Aisyah, tiba-tiba 'Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, 'Mengapa engkau bangkit?' Jawabnya, 'Karena saya sedang haid wahai Rasulullah.' Sabdanya, 'Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah dan dekatlah kembali kepadaku.' Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR Sa'id bin Manshur)
Dalam riwayat lainnya, bahkan Rasulullah SAW biasa mandi bersama dengan istri beliau, 'Aisyah r.a. Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)." (HR 'Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah)
Boleh jadi sampai saat ini kita masih saja berasumsi, kata-kata atau sikap mesra hanya pantas untuk pasangan pengantin baru. Bagi kita yang telah menjalani sepuluh atau belasan tahun berumahtangga, suasana romantis itu tak diperlukan lagi.
Asumsi itu jelas keliru. Sikap romantis sangat diperlukan untuk memelihara kelanggengan hubungan suami-istri. Hubungan pasutri yang harmonis, tentu akan berdampak pada lahirnya cinta dan kasih sayang antar sesama anggota keluarga seluruhnya. Selain itu keharmonisan rumah tangga juga akan memberi perlindungan pada seorang suami/istri dari perbuatan zina.
Camkanlah, bahwa seorang istri yang telah memuaskan kebutuhan seksual suaminya, sesungguhnya dia telah melakukan ibadah mulia. Karena ia telah menjaga kehormatan suaminya, membuat si suami menundukkan pandangannya, membuatnya menjadi konsisten dengan agamanya.
Cobalah bayangkan, seandainya seorang suami menyeleweng dan tergoda oleh lirikan wanita lain, lantaran istri menolak ajakannya. Maka secara tidak langsung si istri telah ikut menjerumuskan suaminya ke dalam perbuatan zina. Na'udzubillah min dzalik.
Maka, bercintalah wahai suami-istri sholeh dan sholehah dengan mesra. Karena kemesraan itu akan membuat cinta kita akan semakin "hot" walaupun usia pernikahan kita semakin uzur. Cobalah! (sulthoni)