Mengetuk Langit
Oleh Aksara Kauniyah
Langit kusam semburat merah bumi yang gemetar
Sepotong paras kusut kuda
apokaliptik mendengus
Dari Timur sangkur berpucuk-pucuk menyebar amis
kematian
Bintang kemusuk di langit jagad melepus tak mau redup
Seiring
taring memercik liur membusuk
Serupa kelewang karat berkisah usia dan
derita
bertepuk gemuruh pada kado hari perayaan
buat perempuan yang
nafasnya ditebas timah panas
buat anak-anak dengan sukma tertekuk di kolong
bangunan ambruk
buat lelaki dengan tempurung-tempurung retak
buat sengal
peradaban yang dihanyut beliung hari petang
Nasar melayang sambil kelimun serapah dikebas ke bumi pasrah
sekelebat
tahta agung sehimpun sabda torah
serdadu berderap tanpa wajah
asap puing
hitam menebal
dan kitab-kitab sejarah kumal menahan muntah
yang ditulis
dengan tangan-tangan lelah
memberi berita yang tak kunjung beda,
ada
penjagal menembak sambil tertawa
Lelaki kecil di pojokan abad menggesek biola renta
lagunya merengek
mengadu dan bertanya-tanya
pada arak awan di sebelah selatan, pada sejarah
yang seronok, pada ingatan yang koyak, pada kota yang makin tua, pada masjid di
tengah desa yang porak poranda
Usai terjungkal tempurung ditikam peluru tajam, ayah pergi ke negeri mana
Jantung ibu jadi sarang buat 3 peluru, kenapa pula berhenti bercerita paderi
pembela, atau tentang Khaibar yang gembira
Adik satu telanjur kaku di
keranda bisu, pada siapa kini berbalas haru
Shaf-shaf manusia di tiga jelaga
kota, buat berapa malam mesiu masih terjaga menggali kubang mayat dan telaga
darah
Sepuluh jari mungil menengadah semesta
Berbisik-bisik bibir mencoreti
tujuh langit dengan doa
Pada Tuhan ia titip ayah, ibu, dan adik yang masih
balia
Bikinkan satu rumah buat bersama dengan satu kamar tersisa
Karena
tak akan lama
Di atas padang perburuan luka
Di malam sunyi yang mendesah
basmallah
Malaikat mengetuk pintu di satu kala
mengantar ia bersama siapa
entah,
dengan nama yang satu,
dengan titah yang Ia mau,
:syuhada.