Memperkenalkan sains pada anak bukan mengajarkan rumus. Ajaklah anak menikmati sains dalam dunia sehari-hari. ''Yah, kenapa pesawat rodanya tiga?'' tanya Hafiz (5 tahun) pada ayahnya suatu ketika.

Sang ayah, seorang dosen muda di bidang sastra di sebuah universitas terkemuka di Jakarta, tertegun sejenak. Sebelum ia menjawab, Hafiz sudah 'menghajar'-nya dengan pertanyaan berikut. ''Kalau bajaj dikasih sayap bisa terbang juga nggak ya?''

Ada jutaan pertanyaan berkecamuk di benak anak-anak seperti Hafiz. Dari pertanyaan yang mudah sampai yang bisa membuat orang tua tergagap-gagap. ''Hukum yang paling utama, jika ada anak yang rasa tahunya tinggi, jangan biarkan rasa tahu itu mati,'' ujar Abdullah Muzi Marpaung, pengasuh Klub Sains Ilma. Jika tidak diakomodasi, tutur Muzi, maka potensi besar yang dimiliki si kecil bisa mati.

Jangan sok tahu
Umumnya orang tua yang menanggapi pertanyaan anak dengan sikap tak acuh. ''Ah kamu ada-ada saja. Pertanyaanmu susah,'' kata mereka. Bahkan ada juga orang tua yang menjawab rasa ingin tahu sang anak dengan kalimat, ''Sudah-sudah, yang begitu saja ditanyakan. Ayah/ibu lagi sibuk, nih!''

Bila jawaban seperti itu yang diterima si kecil, maka anak akan menganggap rasa ingin tahu sebagai sesuatu yang haram. ''Mereka akan tumbuh jadi anak-anak yang tidak ingin tahu, maka dia akan tidak lagi menghargai proses. Ketika dewasa mereka tidak akan kreatif dan miskin mental positif,'' papar Muzi seusai memberikan pelatihan kepada eksperimen sains kepada orang tua siswa TK Al Fauzien, Depok, belum lama ini.

Lantas bagaimana orang tua harus menjelaskan sesuatu yang sulit? Menurut Muzi, ayah dan ibu bukan si segala tahu. Jika belum tahu, maka katakan dengan jujur. ''Oh, itu ayah belum tahu, namun kita akan cari jawabannya bersama-sama. Nanti kita main ke perpustakaan.'' Muzi menyarankan agar orang tua tidak sok tahu. Untuk menyalurkan hasrat anak yang ingin serbatahu, orang tua bisa memperkenalkan si kecil dengan sains. Sains, tambahnya, bukanlah sosok yang menakutkan, sesuatu yang berbahaya, dan sesuatu yang jauh di sana. ''Namun, sains adalah sahabat yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.''

Bukan mengajarkan rumus
Mengajarkan sains kepada anak, kata Muzi, bisa dilakukan sejak dini. Ia berpendapat, saat anak berusia dua sampai tiga tahun, sudah pantas untuk dikenalkan dengan dunia sains. Mengenalkan sains, bukan berarti mengajarkan rumus. Orang tua bisa mengajarkan sains dengan eksperimen atau percobaan tentang fenomena yang terjadi di alam. Memperkenalkan sains pada anak tentu saja perlu dilakukan dengan cara bermain, beraktivitas, dan melakukan eksperimen.

''Buatlah suasana yang fun. Sehingga, dengan permainan itu akan membuat anak bertanya-tanya, ini kenapa?'' Sehingga, kata Muzi, penting bagi orang tua untuk menambah pengetahuannya dengan berbagai informasi. Hal itu, perlu agar orang tua bisa menjawab pertanyaan anak terkait eksperimen sains yang dilakukannya.

Cobalah sebuah permainan sederhana. Misalnya, fenomena air dan minyak tanah. Melalui permainan itu, orangtua bisa menjelaskan bahwa minyak dan air tidak bisa disatukan. Bila si kecil bertanya, ''Mengapa bisa begitu?'' Muzi menyarankan untuk anak TK sampai kelas 1 SD bisa dijawab secara sederhana. ''Oh, minyak dan air itu nggak temenan. Jadi mereka nggak mau nyampur. Tapi ada lho, yang mau temenan sama air.'' Setelah itu, Anda bisa meminta si kecil untuk mengambilkan sesuatu yang bisa dilarutkan dengan air. ''Nah, kalau sama air jeruk, ternyata air bisa temenan.''

Mengajarkan sains pada anak perlu dilakukan secara bertahap. Pada saat anak masih duduk di TK, orang tua tidak perlu memberi penjelasan yang terlalu mendetail. Untuk anak yang sudah duduk di kelas III SD ke atas, kata Muzi, orang tua bisa mulai menjelaskannya dengan bercerita.

Ketika anak sudah mulai besar, orang tua bisa memberi tantangan untuk memecahkan suatu ekperimen sains. Misalnya, berikan permainan kentang mengambang. Pada air biasa, kentang akan tenggelam. Namun, ketika air itu dilarutkan dengan garam, maka kentang akan mengembang. Bila anak Anda sudah mulai besar, berilah ia tantangan. ''Ayo, coba selain dengan diberi garam, dengan apa lagi kentang bisa mengambang?'' Dengan pertanyaan seperti itu, anak akan tertantang untuk mencoba yang lainnya.

Mental positif
Apa manfaat yang bisa diperoleh anak bila sejak kecil telah diperkenalkan dengan sains? Muzi menuturkan, saat ini anak-anak di Indonesia masih sangat miskin dengan mental positif. ''Mengenalkan sains kepada anak bisa meningkatkan mental positif mereka,'' tuturnya.

Sains yang diperkenalkan kepada anak sejak dini, akan mendorong mereka menjadi anak yang kaya inspirasi. ''Kelemahan yang dialami anak-anak kita saat ini, mereka sangat kering dan miskin inspirasi.'' Melatih anak dengan eksperimen sains bisa membuat mereka bersikap kreatif dan kaya akan inisiatif. ''Tadi saya belajar ini, coba ah kalau pakai ini,'' ujar Muzi.

Selain itu, papar Muzi, permainan sains pun bisa menumbuhkan pola berpikir logis pada anak-anak. Mereka akan terbiasa untuk mengikuti tahap-tahap eksperimen sains. ''Mereka juga bisa menjadi percaya diri, dan jujur. Dalam eksperimen gagal tak boleh disembunyikan, gagal harus disampaikan. Di situlah muncul sikap sportivitas,'' imbuhnya.

Kelak, anak yang tumbuh dengan berbekal pengetahuan sains bisa menjadi insan yang mandiri. Dengan bekal sains sejak kecil, anak-anak akan bisa memecahkan masalahnya sendiri. ''Itu, karena mereka memiliki mental positif.'' Sains melatih anak untuk berpikir logis dan urut.

Sains juga mengajarkan anak untuk disiplin, karena mereka harus mengikuti proses. Sains juga melatih anak menjadi cermat, karena ada pengamatan, olah pikir, dan belajar mengambil kesimpulan. Orang tua bisa meluangkan waktunya, pada akhir pekan untuk mengajak anaknya bereksperimen sains. Ada banyak buku panduan yang bisa menjadi sumber inspirasi.

By Muzi Marpaung

www.cakrawala-ilma.com