Tata Cara Puasa Rasullullah
Disadur dari :
http://www.myquran.com
Dalam Al-Quran, Nabi Muhammad SAW disebutkan sebagai Nabi
terakhir. Al-Quran berfirman sebagai berikut:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah ayah
seorang laki-laki di antara kamu, melainkan ia adalah utusan Allah dan
penutup sekalian Nabi (khatamun nabiyyin). Dan Allah senantiasa
mengetahui segala sesuatu (QS 33:40)."
Sebagai nabi terakhir, Rasullullah merupakan uswatun
hasanah (contoh teladan yang baik bagi umatnya) sebagaimana diterangkan
dalam Al-Quran:
"Sesungguhnya telah ada pada
(diri) rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak
menyebut Allah (QS 33:21)."
Agar kita menjadi umat Islam yang baik, maka dalam
menjalankan ibadah puasa pun kita harus meneladani cara Rasulullah SAW
berpuasa, yang pada garis besarnya dapat kita bagi dalam pasal-pasal
berikut.
Perbuatan Yang Menyempurnakan Ibadah Puasa
Langkah-langkah yang dikerjakan Rasulullah dalam menyikapi ibadah
puasa, antara lain:
1. Memantapkan Niat
Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa yang tidak
menetapkan akan berpuasa sebelum fajar, maka tiada sah
puasanya".
Hadis di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa'i, dan Ibnu Majah. Darukutni meriwayatkannya dengan redaksi yang
berbeda: "Tidak sah puasanya bagi orang yang tidak menetapkannya
dari malam harinya".
2. Melaksanakan Makan Sahur
Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata:
"Telah bersabda Rasulullah
SAW.,'Sahurlah kalian, maka sesungguhnya dalam sahur itu ada
berkahnya'"(HR Bukhari, Muslim dari Anas bin Malik r.a.).
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang dimaksud dengan
berkah (barakah) ialah ganjaran dan pahala. Dikatakan sahur itu
mengandung barakah, karena sahur menguatkan dan menambah semangat dalam
berpuasa serta dapat membantu meringankan beratnya.
Selanjutnya Ibnu Hajar menambahkan:
"Yang jelas sahur itu merupakan
suatu perbuatan yang mengikuti sunnah, berbeda dengan perbuatan Ahli
Kitab, memelihara terhadap ibadah, menambah semangat, menolak pengaruh
buruk yang ditimbulkan oleh rasa lapar, atau merupakan kesempatan
bersedekah kepada orang lain dengan mengundangnya makan sahur bersama,
dan juga dapat dilanjutkan dengan merzikir atau berdoa, karena waktu
sahur adalah waktu yang mustajab untuk berdoa".
Dan Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang
sifat-sifat orang yang bertakwa, firman-Nya:
(yaitu) orang-orang yang berdoa
:"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah
segala dosa kami, dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Yaitu)
orang-orang sabar, yang benar, yang tunduk (taat), dan yang membelanjakan
hartanya (di jalan Allah), serta beristighfar di waktu sahur" (QS
3:1-17).
3. Imsak Rasulullah
Telah bersabda Rasulullah SAW:
"Apabila salah seorang di antara
kalian mendengar azan subuh padahal bejana masih berada di tangannya,
maka janganlah ia meletakkan (bejana itu) sampai ia menyelesaikan
kebutuhannya itu "(Hr Abu Dawud, Ibnu Jarir, Abu Muhammad Al
Jauhari, Al Hakim, Baihaqi dan Ahmad dari Abu Hurairah).
Hadis di atas menegaskan bahwa bila seseorang yang
sedang sahur mendengar azan subuh, maka ia dibolehkan meneruskan
sahurnya. Hal ini tentunya ditujukan untuk orang yang tidak sengaja
menunggu atau mengetahui bahwa azan subuh segera akan tiba. Ini diperkuat
oleh hadis yang diriwayatkan oleh Husain bin waqid, dari Abu Ghalib, dan
dari Abu Umamah. Ia berkata:
Telah diqamati shalat, padahal bejana masih berada di tangan Umar, maka
Umar berkata:"Bolehkah aku minum wahai Rasulullah?" Rasulullah
menjawab, "Tentu". Kemudian Umar pun meminumnya (HR Ibnu
Jarir).
Dan juga telah diriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari Abu Zubair, ia
berkata :
"Aku pernah bertanya kepada
Jabir tentang seseorang yang bermaksud untuk puasa, sementara bejana di
tangannya siap untuk diminum, kemuadian ia mendengar azan? Jabir
menjawab:'Sesungguhnay kami akan menceritakan bahwasanya Nabi SAW telah
bersabda:"Hendaklah oa minum darinya"(HR Ahmad).
Ishaq juga telah meriwayatkan dari Abdillah bin
Ma'qil, dari Bilal, ia berkata:
"Aku datang menemui Nabi SAW,
untuk memebritahukan shalat fajar kepada beliau, dan beliau bermaksud
untuk berpuasa, maka beliau meminjam bejana, lalu beliau minum, kemudian
beliau memberikannya padaku maka aku pun minum pula. Lalu kami keluar
bersama-sama untuk shalat (HR Ibn Jarir)"
Dan dalam hadis yang lain, yang diriwayatkan oleh
Qais bin Rabi', dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A'ma, dari Tamim bin
'Iyadh, dari Ibnu' Umar, ia berkata:
" Adalah Alqamah bin Alatsah
berada di samping Rasulullah SAW. Kemudian datanglah Bilal untuk
memberitahu waktu shalat kepada Nabi, maka Rasulullah SAW pun
bersabda:'Perlahan-lahan hai Bilal! Aqamah sedang sahur, dan ia sahur
dengan kepala!"(HR Tabhrani)
4. Mempercepat Berbuka Apabila Telah Tiba
Waktunya
Sahl bin Sa'ad berkata:
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,"Manusia tidak henti-hentinya
mendapat kebaikan selama mereka memeprcepat berbuka puasa"(HR
Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah r.a. berkata:
Telah bersabda Rasulullah SAW: Telah berfirman Allah Yang Mahamulia dan
Maha Agung:"Hamba-hamba Ku yang lebih aku cintai ialah mereka yang
paling segera berbukanya"(HR Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya kami -
golongan para Nabi - diperintahkan untuk menyegerakan berbuka dan
mengakhirkan sahur, dan supaya kami meletakkan tangan kanan kami di atas
tangan kiri kami di dalam shalat" (HR Ibnu Hibban dan Dhiya').
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dilukiskan sebab dan rahasia
menyegerakan puasa:
"Agama akan senantiasa tampak
syi'arnya dengan nyata selama orang Islam berbuka puasa dengan segera
(tepat pada waktunya), sebab orang-orang Yahudi dan Nasrani
melambatkannya " (HR Abu Daud yang bersumber dari Abu
Hurairah).
Pada waktu berbuka puasa dianjurkan untuk membaca doa
sebagai berikut:
"Telah hilang dahaga, dan telah
basah (segar) urat, dan telah tetap ganjaran. Insya Allah" ( HR Abu
Daud, nasa'i, dan Hakim dari Ibnu Umar r.a.).
Dalam hadis lain disebutkan bahwa apabila Rasulullah
berbuka, beliau berdoa:
"Ya Allah, bagi-Mulah puasa
kami, dan atas rezeki-Mu lah kami berbuka, maka terimalah dari kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Hr Ibnu
Sunni dan Thabrani).
Berbuka yang lebih baik ialah berbuka dengan
buah-buahan manis seperti kurma, pisang, mangga, rambutan, dan
sebagainya. Dalam sebuah hadis disebutkan.
Dari Sulaiman bin Amir Ad-Dhabbi r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda
,"Apabila seseorang di antara kamu berbuka puasa, berbukalah dengan
kurma. Apabila tidak ada, berbukalah dengan air, karena air itu
suci" (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
5. Memperbanyak Membaca Al Qur'an
Rasulullah SAW bersabda :
"Orang-orang yang berkumpul di
masjid dan membaca Al Qur'an, maka kepada mereka Allah akan menurunkan
ketenangan batin dan limpahan rahmat' (HR Muslim).
Sebagian orang mengartikan tadarus dengan membaca Al
Qur'an secara patungan (secara bergiliran). Kendatipun ada manfaatnya
seperti yang disebutkan dalam hadis:
"Barangsiapa membaca satu huruf
Al Qur'an, maka pahala untuknya sepuluh kali lipat kebaikan "(HR
Tirmidzi).
Namun, membaca dalam konteks hadis di atas, tidak
perlu diartikan secara harfiah. Ketenangan batin dan limpahan rahmat akan
mungkin lebih bisa dicapai bila tadarusan diartikan dengan mempelajari,
menelaah, dan menikmati Al Qur'an. Sudah saatnya kita tidak lagi
mengandalkan "pengaruh psikologi magnetis" dalam membaca Al
Qur'an (tanpa mengetahui maknanya). Karena bagi kita sudah saatnya untuk
mendapatkan arti limpahan rahmat tersebut dari telaah kandungan isi Al
Qur'an.
Sekalipun demikian, memang benar untuk lapisan masyarakat tertentu,
suasana yang dipantulkan oleh malam Ramadhan dengan tarawih dan
tadarusannya amat dirasakan sekali manfaatnya dalam menciptakan
ketenangan batin.
6. Memperbanyak Sedekah
Sedekah yang paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadhan (Hr
Tirmidzi)
Bersedekah bukan hanya memberi uang , tetapi termasuk di dalamnya memberi
pertolongan , mengajak berbuka puasa kepad fakir miskin, memberi
perhatian, bahkan memberi seulas senyum pun sudah termasuk suatu
sedekah.
Dapat dibayangkan jika konsep "memberi" (secara luas) ini
diterapkan secara maksimal, selama Ramadhan, akan luar biasa pengaruhnya
pada pribadi kita. Sikap kikir menyingkir, sikap ketergantungan
menghilang. Dengan memberi sedekah setahap demi setahap harga diri akan
meningkat. Karena, sesungguhnya ketika kita memberi, seseorang akan
memperoleh. Dengan demikian, dalam konsep memberi terkandung esensi
cinta-kasih.
7. Membayar Zakat Fitrah
Zakat fitrah (zakatul fitri) disebut juga Shadaqarul Fitri, yaitu
zakat atau sedekah yang dihubungkan dengan Idul Fitri. Pada saat itu,
tiap-tiap orang Islam harus membayar zakat berupa bahan makanan yang
jumlahnya telah ditentukan (2,5 kg), baik berupa gandum, juwawut, beras,
atau apa saja yang menjadi bahan makanan pokok daerah setempat, dan
dihitung menurut jumlah keluarga, termasuk orang tua, anak-anak, lelaki
dan perempuan (HR Bukhari). Jumlah ini harus dikumpulkan oleh masyarakat
Islam , lalu dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Aturan pembagian zakat fitrah itu sebagai berikut. Zakat itu harus
diberikan kepada yang berhak sebelum shalat Ied, dan ini merupakan
kewajiban bagi orang yang mampu. Sebagaimana diuraikan dalam hadis, zakat
fitrah harus diorganisasikan seperti zakat mal, sebagai berikut:
" Mereka memberikan sedekah
(fitrah) untuk dikumpulkan, dan tidak untuk dibagi-bagikan kepada para
pengemis"(HR Bukhari).
Menurut hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, Nabi Muhammad SAW memberi tugas kepadanya untuk mengumpulkan
zakat bulan Ramadhan (Hr Bukhari).
Adab Puasa: Memelihara Lidah dari Semua Kekejian dan Kejahatan
Orang yang puasa wajib meninggalkan akhlak yang buruk. Segala tingkah
lakunya haruslah merupakan cerminan dari budi yang luhur. Ia wajib
menjaga diri, jangan sampai melakukan ghibah (mempergunjingkan diri orang
lain, gosip), atau melakukan hal-hal yang tiada berguna, sehingga Allah
berkenan menerima puasanya.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
r.a.:
Apabila seorang dari kamu sekalian berpuasa, maka janganlah ia berkata
kotor dan berteriak. Bila dicela orang lain atau dimusuhi, maka
katakanlah:" Aku ini sungguh sedang puasa ". Demi Allah yang
menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya bau mulut orang yang seddang
berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kesturi. Dan
bagi orang yang berpuasa itu ada dua kegembiraan; Ketika berbuka, ia
bersuka cita dengan datangnya saat berbuka, dan ketika bertemu dengan
Tuhannya ia brsuka cita dengan pahala puasanya.
Dalam hadis lain disebutkan:
Rasulullah SAW bersabda:" Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta, dan perbuatan dusta dan bodoh, maka Allah tidak
membutuhkan lapar dan dahaga mereka" (HR Bukhari dan Abu
Dawud).
Mengenai hadis yang terakhir, Al'Allamah Asy-Syaukani
berkata:"Menurut Ibnu Bathal, maksud hadis di atas bukan berarti
orang itu disuruh meninggalkan puasa, tetapi merupakan peringatan agar
jangan berkata bohong atau melakukan perbuatan yang memuat dusta.
Sedangkan menurut Ibnu Arabi, maksud hadis ini ialah bahwa puasa seperti
itu tidak berpahala. Dan berdasarkan hadis ini, Ibnu 'arabi mengatakan
pula bahwa perbuatan-perbuatan buruk tersebut di atas dapat mengurangi
pahala puasa.
Kasus-kasus Khusus yang Terjadi pada Masa Rasulullah
1. Orang yang berpuasa pada-pagi dalam keadaan junub
Dari Aisyah dan Ummu Salamah:"Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
menjumpai waktu fajar dalam keadaan junub - setelah bersebadan dengan
istrinya dan belum menjadi wajib - kemudian beliau mandi dan
berpuasa" (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Aisyah r.a. adalah Nabi SAW menjumpai waktu fajar dalam bulan
Ramadhan dalam keadaan junub, bukan karena mimpi, lalu beliau mandi dan
berpuasa (Hr Bukhari)
Dari Aisyah r.a. ia berkata:"Aku menyaksikan Rasulullah SAW,
bahwasanya beliau pagi-pagi mandi berada dalam keadaan junub karena
berjima', bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa pada hari
itu"(HR Bukhari)
Dari hadis-hadis di atas dapat disimpulkan, bahwa orang yang berada dalam
kedaan junub, kemudian makan sahur untuk puasa, maka orang yang junub itu
sah puasanya. Meskipun ia harus tetap mandi wajib untuk melaksanakan
shalat subuh.
2. Mencium Istri
Orang yang berpuasa boleh mencium istrinya.
Dari Aisyah r.a. ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
mencium sebagian istri-istrinya, padahal beliau sedang berpuasa".
Lalu Aisyah tertawa setelah menceritakan hadis ini (HR Bukhari).
Dari Ummu Salamah r.a. bahwa Nabi SAW pernah mencium(nya) dalam kedaan
berpuasa (HR Bukhari dan Muslim).
Dan dari Aisyah r.a. ia berkata : Rasulullah SAW pernah mencium (aku) dan
mencumbu (mubasyarah) dalam keadaan berpuasa. Hanya beliau adalah orang
yang paling mampu mengendalikan hajatnya (HR Jamaah selain
An-Nasa'i).
Dari hadis di atas, kita mengetahui bahwa orang yang berpuasa boleh saja
menyentuh dan mencium istrinya, apabila ia dapat menahan syahwatnya.
Tetapi kalau dia khawatir dirinya kemudian melakukan persetubuhan atau
mengeluarkan mani dengan hanya menyentuh, maka hal itu tidak boleh
dilakuan.
Menurut Sa'id bin Al-Musayib, orang yang berpuasa tidak boleh mencium dan
menyentuh , baik ia merasa khawatir maupun tidak. Karena, menurut riwayat
dari Ibnu Abbas, bahwasanya ada seorang pemuda menemui Ibnu Abbas, lalu
bertanya kepadanya, "Bolehkah saya mencium selagi berpuasa?"
Jawab Ibnu Abbas, "Tidak".
Kemudian, datang pula kepada Ibnu Abbas seorang tua lalu
berkata:"Bolehkan saya mencium selagi berpuasa?" Jawab Ibnu
Abbas:"Ya". Maka pemuda tadi kembali lagi kepada Ibnu Abbas,
lalau berkata kepadanya:"Kenapa tuan halalkan untuknya apa yang tuan
haramkan atas diriku, padahal kita satu agama?" Jawab Ibnu
Abbas:"Karena dia sudah tua, dan bisa menguasai hajatnya, sedang
kamu masih muda, kamu tak mampu menguasai hajatmu", yakni anggotamu
dan auratmu (Raudhatul Ulama').
3. Mubasyarah Orang yang Berpuasa
Dari Aisyah, ia berkata:"Adalah Nabi SAW mencium padahal beliau
puasa, dan bermubasyarah (bercumbu) padahal beliau puasa, tetapi beliau
adalah orang yang paling dapat menahan nafsunya dari antar kalian"
(HR Bukhari dan Muslim).
4. Orang yang Puasa kemudian Makan dan Minum karena Lupa
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda:"Apabila ia
(orang yang berpuasa) lupa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah
ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang telah
memberi makan dan minum kepadanya" (HR Bukhari dan Muslim).
Dan dalam riwayat Hakim disebutkan, "Barangsiapa yang berbuka puasa
pada bulan Ramadhan lantaran lupa, maka tidak wajib qadha dan tidak wajib
kifarat".
Hasan dan Mujahid berkata:
Jika ia berjima' karena lupa, maka tidak ada sesuatu (sanksi)
atasnya.
5. Orang yang Meninggal dan Punya Utang Puasa
Dari Aisyah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda : "Barangsiapa
yang meninggal dan punya hutang puasa, hendaklah walinya berpuasa
untuknya" (HR Bukhari dan Muslim).
6. Orang yang Bepergian (Safar)
Orang yang bepergian atau sedang dalam perjalanan (safar) dibolehkan
untuk berbuka atau meneruskan puasanya, dan tidak boleh memaksakan diri
untuk berpuasa jika tidak mampu, berdasarkan hadis berikut ini:
Dari aisyah r.a. : Sesungguhnya Abu Hamzah bin Amr Al-Aslami berkata
kepada Nabi SAW: Apakah aku boleh berpuasa di dalam safar? - dan ia
seorang yang banyak melakukan puasa. Maka beliau bersabda:"Jika
engkau ingin berpuasa, maka berpuasalah, dan jika engkau ingin berbuka,
maka berbukalah" (HR Bukhari).
Dari Ibnu Abbas r.a. : Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar menuju ke
Makkah di dalam bulan Ramadhan dan beliau berpuasa, sehingga - ketika -
beliau sampai di Kadid, beliau berbuka, maka para manusia pun - ikut -
berbuka"(Hr Bukhari).
Dari Jabir bib Abdullah, ia berkata:Pernah Rasulullah SAW bersafar, maka
beliau melihat kerumunan dan seorang laki-laki sungguh-sungguh dinaungi
atasnya, maka beliau bertanya, "Apa ini?" Mereka menjawab,
"Orang yang puasa". Maka beliau bersabda, "Bukanlah suatu
kebaikan berpuasa dalam safar" (HR Bukhari).
Rasulullah memperingatkan bagi orang-orang yang berpuasa dalam
perjalanan, bahwa mereka tidak boleh saling mencela dengan orang yang
berbuka puasa.
Dari Anas bin Malik, ia berkata: "Kami pernah bersafar bersama Nabi
SAW maka orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan
sebaliknya orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa" (HR
Bukhari).
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa
Berdasarkan sunnah Rasululah, hal-hal yang membatalkan puasa pada
dasarnya dibagi dalam dua kategori:
a. yang menyebabkan wajib qadha, dan
b. yang mewajibkan qadha dan kifarat.
a. Yang Hanya Menyebabkan Wajib Qadha
1. Makan dan minum dengan sengaja
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa lupa ketika berpuasa, lalu makan atau minum, maka
hendaknya puasanya itu dia teruskan sampai selesai. Karena Allah
sesungguhnya telah memberinya makan dan minum". Dan menurut lafadz
lain:"Hal itu tak lain adalah rezeki yang Allah anugerahkan
kepadanya, tanpa berkewajiban meng-qadha puasanya". Dan ada pula
lafaz lain:" Barangsiapa berbuka puasa karena lupa, maka dia tidak
wajib qadha, maupun kifarat" (HR Jama'ah kecuali An-Nasa'i).
At-Tirmidzi berkata, "Menurut kebanyakan para ulama, hadis ini patut
diamalkan". Dan Demikian pula kata Asy-Syafi'i, Sufyan Ats-tsauri,
Ahmad dan Ishaq.
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku kekeliruan, lupa dan
hal-hal yang mereka terpaksa melakukannya".
Jadi, orang yang memakan makanan karena lupa atau tidak sengaja, maka ia
tidak wajib meng-qadha puasanya dan juga tidak wajib membayar kifarat.
Tetapi kalau dia sengaja makan atau minum, maka dia wajib meng-qadha
puasanya.
2. Haid dan Nifas
Hadi dan Nifas tetap membatalkan puasa dan mewajibkan qadha,
sekalipun terjadi beberapa saat saja menjelang terbenamnya
matahari.
Dari Abu sa'id r.a. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:
"Bukankah apabila ia (perempuan) sedang haid maka ia tidak shalat
dan tidak berpuasa? Maka demikian itu kurangnya din (agama) mereka"
(Hr Bukhari).
Dari mu'adzah, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Aisyah:
"Mengapa perempuan haid mengqadha puasanya, tetapi tidak mengqadha
shalat?" Ia menjawab: "Kami mengalami hal yang demikian bersama
Rasulullah. Lalu kami diperintahkan mengqadha puasa, tetapi kami tidak
diperintahkan mengqadha shalat" (HR Bukhari).
3. memakan selain makanan biasa
Kalau kita dengan sengaja menelan batu kecil, potongan kulit, adonan
terigu, atau garam cukup banyak, maka perbuatan tersebut membatalkan
puasa dan mewajibkan qadha.
4. Muntah dengan Sengaja
Muntah dengan sengaja membatalkan puasa. Tetapi kalau tidak sengaja
muntah, maka tidak membatalkan puasa, sehingga tidak berkewajiban qadha
maupun kifarat.
Menurut sebuah hadis:
Barangsiapa terpaksa muntah, maka tidak wajib meng-qadha (puasanya), dan
barangsiapa muntah dengan sengaja, maka ber-qadha-lah.
Dari Abu Hurairah r.a. , ia berkata; Rasulullah SAW
bersabda:"Barangsiapa yang terpaksa muntah maka tidak wajib qadha
baginya, tetapi barangsiapa yang sengaja muntah, maka ia wajib
qadha" (Hr Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dan
Ahmad).
Syaikh Sayyid Sabiq menukil kata-kata l-Khithabi, katanya:"Saya
tidak melihat adanya perbedaan pendapat dianatar para ulama, bahwa orang
yang terpaksa muntah itu tidak wajib meng-qadha puasanya, dan bahwa orang
yang sengaja muntah itu wajib mengqadha puasanya."
5. sengaja Mengeluarkan Mani
Baik dikarenakan mencium atau berpelukan atau lainnya. Semua itu
membatalkan puasa, apabila sampai mengeluarka mani. Adapun kalau
keluarnya mani itu hanya dikarenakan membayangkan atau memandang wajah
seseorang, maka tidak membatalkan puasa dan tidak berkewajiban apa-apa.
Dan demikian pula hanya bial yang keluar itu madzi, bukan mani.
b. Yang Mewajibkan Qadha dan Kifarat
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW
lalu berkata:"Celaka saya ya Rasul Allah", "Kenapa kamu
celaka?" tanya Rasul. Laki-laki itu menjawab:"Saya telah
bersetubuh dengan istriku pada siang hari Ramadhan". Rasul bertanya
:"Sanggupkan kamu memerdekakan seorang budak?"
"Tidak", jawab laki-laki itu. "Kuatkah kamu berpuasa dua
bulan berturut-turut?" tanya Rasul pula. "Tidak",
jawabnya. "Sanggupkah kamu memberi makan kepada enampuluh orang
miskin?" tanya Rasul. Dan laki-laki itupun tetap
menjawab,"tidak". Kemudian iapun duduk, dab Rasulullah
memberinya sekeranjang kurma serta bersabda:"Bersedakahlah dengan
ini", ia berkata:"Apakah saya harus menyedekahkan kepada orang
yang paling fakir diantara kami? Karena tidak ada keluarga di antara dua
batu hitam di Madinah yang paling membutuhkannya selain keluarga
kami". Maka Nabi SAW tertawa, sehingga kelihatan gigi gerahamnya,
kemudian beliau bersabda: "Pergilah dan berilah makan keluargamu
dengannya." (Dikeluarkan oleh Imam yang Tujuh, dan lafaz ini ada di
dalam riwayat Muslim).
Dalam hadis di atas diuraikan , bahwa orang yang sengaja membatalkan
puasa Ramadhan, maka orang itu harus menjalankan puasa kifarat dua bulan
terus-menerus. Ini berkenaan dengan orang yang mengadakan hubungan seks
dengan istrinya selagi mereka menjalankan puasa, dan Rasulullah
memerintahkan agar orang itu memerdekakan budak belian sebagai
kifaratnya. Orang itu kemudian menerangkan, bahwa ia terlalu miskin untuk
melaksanakan perintah itu, lalu ia disuruh supaya menjalankan puasa
kifarat dua bulan terus-menerus, namun ia menjawab tidak dapat. Lalu
orang itu disuruh agar memberi makan kepada enam puluh orang miskin,
namun ia menjawab lagi, tidak dapat. Akhirnya Rasulullah menunggu, sampai
tiba-tiba datang orang yang membawa sedekah sekarung kurma, lalu Rasul
memberikannya kepada orang yang membatalkan puasanya itu sambil bersabda
agar kurma itu disedekahkan kepada orang miskin. Orang itu menerangkan
bahwa di Madinah tidak ada yang lebihmsikin selain dia. Atas jawaban itu
rasulullag SAW tertawa tergelak, dan memperkenankan kepadanya agar
membawa pulang sekarung kurma itu untuk dimakan oleh keluarganya.
Mengganti Puasa dengan Fidyah
Fidyah artinya penebus (kesalahan). Yang dimaksud ialah suatu
kewajiban memberi makan seorang miskin untuk orang-orang yang tidak dapat
menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan. Firman Allah:
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka
tidak berpuasa) membayah fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin
" (QS-2-184).
Ibnu Abbas berkata, bahwa hukum fidyah tersebut berlaku bagi laki-laki
dan perempuan yang sudah sangat tua, yang keduanya tidak kuat untuk
puasa, sehingga sebagai gantinya keduanya wajib memberi makan: tiap-tiap
satu hari satu orang miskin (Tafsir Ibnu Katsir).
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata:
"Telah diberi kelonggaran (rukhshah) bagi orang yang sangat tua
apabila ia berbuka, memberi makan (fidyah), dan tidak ada kewajiban
meng-qadha atasnya" (HR Daruquthni dan Al-Hakim).
Berdasarkan hadis, kelompok orang-orang yang tidak wajib puasa itu adalah
orang tua yang tidak kuat puasa, wanita yang sedang mengandung, dan
wanita yang sedang menyusui anaknya.
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:"Sesungguhnya Allah Yang
Mahakuasa dan Mahamulia telah menggugurkan kewajiban puasa dari musafir,
dan juga menggugurkan separuh dari shalaynya. (Allah menggugurkan juga
kewajiban) puasa dari perempuan yang hamil dan perempuan yang
menyusui" (HR Tirmidzi).
Sesunguhnya Ibnu Abbas berkata:"...dan perempuan yang hamil dan
menyusui, apabila takut (kebinasaan) boleh keduanya berbuka dan memberi
makan (fidyah)" (HR Abu Dawud).
Juga termasuk kepada orang-orang yang harus membayar fidyah bagi yang
tidak sanggup menjalankan ibadah puasanya itu adalah orang-orang yang
bekerja keras untuk penghidupannya (misalnya menarik becak, kuli angkut
pelabuhan dan pekerjaan-pekerjaan berat yang menuntut kekuatan fisik
lainnya), orang yang jika berpuasa akan sakit, dan orang sakit yang tidak
ada harapan untuk sembuh. Orang yang membayar fidyah ini tentu saja tidak
wajib lagi melakukan qadha puasa.
Bacaan Selanjutnya
"Keutamaan Shalat
Tarawih"
Yahoo! Groups Sponsor |
ADVERTISEMENT
|
|
|
PENS-ITS Mailing List, Moderated by : Irvan Nasrun
Co-Moderator : Wawan
Database PENS-ITS : http://www.egroups.com/database/pens-its?method=reportRows&tbl=1&sortBy=1&sortDir=down&startAt=&prntRpt=1
Add Record : http://www.egroups.com/database/pens-its?method=addRecord&tbl=1
Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.