Hari ini , 18 Februari 2007
 
Beranda | Salam Redaksi | Iklan | Berlangganan | Redaksi | Peta Situs | Buku Tamu | Hubungi Kami
   
 
  Akhlak
  Assalamualaikum
  Berbagi Rasa
  Cerita Sampul
  Cerpen
  Curhat
  Denyut Umat
  Design Interior
  Dunia Wanita
  Gerbang
  Haji
  Halaman Anak Islam
  Jendela
  Keluarga
  Kesehatan
  Khazanah
  Kisah Nyata
  Kisah Teladan
  Kolom
  Konsultasi Agama
  Konsultasi Hukum
  Konsultasi Keluarga
  Lingkungan
  Mancanegara
  Mimbar
  Muhibah
  Nasional
  Nostalgia Haji
  Pesona Masjid
  Profil
  Secangkir Kopi Campur
  Senyum Sufi
  Sosial
  Surat Pembaca
  Telaah
  Teras
  Wawancara
  Ya Ilahi
  Alam Gaib
  Budaya
  Budidaya
  Busana
  cermis
  Dapur
  Gaya Hidup
  Hukum
  Interior
  Iptek
  Laporan Daerah
  Laporan Khusus
  Manajemen Qur'ani
  Nostalgia
  Olahraga
  Opini
  Panggung
  Pendidikan
  Pengalaman rohani
  Perilaku
  PIKSEL
  Pustaka
  Ragam
  Refleksi
  Remaja
  Resto
  Rumahku Surgaku
  Selebriti
  Seni Rupa
  Sinetron
  Tafakur
  Takziyah
  Tamu Kita
  Tasawuf
  TipBelanja
  Trotoar
  wanita
  Wirausaha
409985
 
Baca Artikel
 
 
Nasihat Pak Mahmud
Laporan: amanah

[Halaman Anak Islam]

Pak Mahmud menghentikan langkahnya ketika ia mendengar suara ranting patah dipijak orang di dekat kandang ayamnya. Tiba-tiba ia teringat akan telur-telur ayamnya yang sering hilang dari kandang. Siapa tahu, barangkali yang mencuri telur-telur ayamnya itu adalah yang memijak ranting itu. Sambil menahan napas, pak Mahmud berhati-hati melangkah ke jendela belakang rumahnya yang menghadap ke kandang ayamnya. Melalui kain jendela, pak Mahmud mengintip apa yang sedang terjadi di.dekat kandang ayamnya itu. O, ternyata Endet, anak tetangga sebelahnya dengan wajah tegang melihat ke kiri ke kanan, lalu mengambil beberapa butir telur dari kandang ayam Pak Mahmud.

Pak Mahmud kini tahu mengapa telur-telur ayamnya di kandang sering hilang. Besar kemungkinan, Endet yang terus menerus mengambilnya. Baru kali ini, Pak Mahmud memergokinya. Setelah yakin bahwa Endet memang sedang mencuri telur ayam miliknya, Pak Mahmud langsung keluar mendekati kandang ayamnya. "Endet!, ternyata kau rupanya," kata Pak Mahmud. "Apa yang sedang kau lakukan di situ?"

Endet mungkin tak memperkirakan dirinya akan dipergoki. Ia ternyata kaget. Wajahnya langsung pucat ketakutan. Segera dikembalikannya telur-telur ayam yang barusan dicurinya. "Ma...ma...af, Pak!" katanya gugup sambil pergi menjauh. Tetapi Pak Mahmud langsung berteriak “Tunggu!, jangan pergi dulu. Saya akan memberitahu ayah dan. ibumu."

“Ja..ja..jangan, Pak! Ampun, jangan beritahu ibu dan ayah saya"

"Mengapa jangan? Mereka harus tahu dan agar menasihatimu supaya kau tak melakukannya lagi."

"Ta..ta..tapi, ibu dan ayah saya akan memukul saya babak belur kalau mereka tahu saya mengambil telur ayam bapak."

"Rupanya kau takut juga dipukul, ya? Kalau takut dipukul, mengapa kau mencuri? Tak tahukah kau bahwa mencuri itu merupakan dosa yang dibenci Tuhan?"

"Saya. tahu bahwa mencuri memang dosa, ta..ta..pi saya ingin makan telur,"
“Tetapi mengapa kau tak memintanya?" "Saya takut bapak tak memberinya."

"Dari mana kau tahu saya tak mau memberinya?"

"Saya malu memintanya kepada bapak."

"Mana lebih malu dipergoki mencuri atau meminta?" Endet terdiam. Pak Mahmud menambahkan, "Dalam bertetangga, kita harus bersikap baik terhadap sesama tetangga. Dan jangan sampai kita dipergoki mencuri, Dipermalukan itu sangat tak enak. Bahkan sakit sekali. Lebih sakit dari tertusuk duri. Karena kau melakukan perbuatan tak terpuji, akhirnya kau jadi malu terhadap saya. Ke depan, kau jangan lagi melakukan perbuatan apa saja yang tak terpuji. Apa lagi mencuri barang milik teangga sendiri."

Endet merasa dirinya dihakimi. Pak Mahmud menambahkan, "Karena katamu tadi, kau ingin menikmati telur, kini ambillah berapa kau mau. Namun agar kau dapat sering menikmati telur, sebaiknya kau berupaya memelihara ayam sendiri. Saya akan beri kau seekor ayam betina petelur. Buatlah kandangnya, upayakan makanannya. Mudah-mudahan ia cepat bertelur,"

Endet tersipu-sipu malu. Tetapi hatinya merasa gembira mendengar Pak Mahmud akan memberinya seekor ayam betina petelur. Lima butir telur ayam yang masih bagus diberi Pak Mahmud kepada Endet. Juga seekor betina petelur. Tetapi dengan syarat, Endet tak boleh mencuri lagi. Endet betul-betul merasa gembira sekali. Kalau ia tahu Pak Mahmud akan sebaik itu, lebih baik ia memintanya saja dan tak usah mencurinya.

"Nah! Sekarang dengarkan baik-baik cerita bapak", kata Pak Mahmud menasihati Endet. "Sejak kecil, bapak dididik kedua orangtua bapak agar tidak meminta-minta kepada siapa pun kecuali kalau terpaksa. Maka, alhamdulillah, selama ini, bapak memang jarang sekali meminta-minta. Dahulu, almarhum ayah bapak memelihara banyak sekali ayam kampung, Tiap hari, kami makan telur ayam, Sepekan sekali ayah bapak menyembelih ayam, dan kami menikmati gulai daging ayam, maka bapak juga kini begitu. Hampir tiap hari, keluarga bapak makan telur ayam. Sepekan sekali, kami makan daging ayam, Terkadang beberapa tetangga terdekat meminta telur ayam, bapak berikan. Sebab salah satu pesan almarhum ayah bapak dahulu, tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Maka dalam hidup ini, kita harus selalu menjadi pemberi, dan jangan sekali pun berniat menjadi peminta...."

Endet mengangguk-angguk. Ia tak merasa sakit hati terhadap Pak Mahmud, bahkan nasihat Pak Mahmud ternyata meresap ke dalam hatinya. Diam-diam, Endet berjanji tidak akan mencuri lagi.

 
Baca Komentar Beri Komentar
Kirimkan Artikel Cetak Artikel
 
 
 
Nama Login
 
Kata Sandi
 
 
kata kunci
rubrik
edisi
Haruskah mengeluarkan Budget Ekstra untuk Bulan Puasa Tahun ini?
Perlu
Kadang-kadang
Tidak Harus
Hasil sementara
 
     
  Gemari | KBI Gemari | Dharmais | Harian Pelita | Majalah Amanah | Dradio 103.4 FM
Damandiri | Trikora | Dakab | Gotong Royong | Yastroki | Supersemar | Yamp | Indra

Home | Profil | Kontak Kami | Buku Tamu
Redaksi Amanah : [email protected]
Copyright © 2004 Amanah.or.id
design by Visionnet