[Halaman Anak Islam]
Pak Mahmud menghentikan langkahnya ketika ia
mendengar suara ranting patah dipijak orang di
dekat kandang ayamnya. Tiba-tiba ia teringat akan
telur-telur ayamnya yang sering hilang dari
kandang. Siapa tahu, barangkali yang mencuri
telur-telur ayamnya itu adalah yang memijak
ranting itu. Sambil menahan napas, pak Mahmud
berhati-hati melangkah ke jendela belakang
rumahnya yang menghadap ke kandang ayamnya.
Melalui kain jendela, pak Mahmud mengintip apa
yang sedang terjadi di.dekat kandang ayamnya itu.
O, ternyata Endet, anak tetangga sebelahnya dengan
wajah tegang melihat ke kiri ke kanan, lalu
mengambil beberapa butir telur dari kandang ayam
Pak Mahmud.
Pak Mahmud kini tahu mengapa
telur-telur ayamnya di kandang sering hilang.
Besar kemungkinan, Endet yang terus menerus
mengambilnya. Baru kali ini, Pak Mahmud
memergokinya. Setelah yakin bahwa Endet memang
sedang mencuri telur ayam miliknya, Pak Mahmud
langsung keluar mendekati kandang ayamnya.
"Endet!, ternyata kau rupanya," kata Pak Mahmud.
"Apa yang sedang kau lakukan di
situ?"
Endet mungkin tak memperkirakan
dirinya akan dipergoki. Ia ternyata kaget.
Wajahnya langsung pucat ketakutan. Segera
dikembalikannya telur-telur ayam yang barusan
dicurinya. "Ma...ma...af, Pak!" katanya gugup
sambil pergi menjauh. Tetapi Pak Mahmud langsung
berteriak “Tunggu!, jangan pergi dulu. Saya akan
memberitahu ayah dan.
ibumu."
“Ja..ja..jangan, Pak! Ampun, jangan
beritahu ibu dan ayah saya"
"Mengapa
jangan? Mereka harus tahu dan agar menasihatimu
supaya kau tak melakukannya
lagi."
"Ta..ta..tapi, ibu dan ayah saya
akan memukul saya babak belur kalau mereka tahu
saya mengambil telur ayam bapak."
"Rupanya
kau takut juga dipukul, ya? Kalau takut dipukul,
mengapa kau mencuri? Tak tahukah kau bahwa mencuri
itu merupakan dosa yang dibenci
Tuhan?"
"Saya. tahu bahwa mencuri memang
dosa, ta..ta..pi saya ingin makan
telur," “Tetapi mengapa kau tak memintanya?"
"Saya takut bapak tak memberinya."
"Dari
mana kau tahu saya tak mau
memberinya?"
"Saya malu memintanya kepada
bapak."
"Mana lebih malu dipergoki mencuri
atau meminta?" Endet terdiam. Pak Mahmud
menambahkan, "Dalam bertetangga, kita harus
bersikap baik terhadap sesama tetangga. Dan jangan
sampai kita dipergoki mencuri, Dipermalukan itu
sangat tak enak. Bahkan sakit sekali. Lebih sakit
dari tertusuk duri. Karena kau melakukan perbuatan
tak terpuji, akhirnya kau jadi malu terhadap saya.
Ke depan, kau jangan lagi melakukan perbuatan apa
saja yang tak terpuji. Apa lagi mencuri barang
milik teangga sendiri."
Endet merasa
dirinya dihakimi. Pak Mahmud menambahkan, "Karena
katamu tadi, kau ingin menikmati telur, kini
ambillah berapa kau mau. Namun agar kau dapat
sering menikmati telur, sebaiknya kau berupaya
memelihara ayam sendiri. Saya akan beri kau seekor
ayam betina petelur. Buatlah kandangnya, upayakan
makanannya. Mudah-mudahan ia cepat
bertelur,"
Endet tersipu-sipu malu. Tetapi
hatinya merasa gembira mendengar Pak Mahmud akan
memberinya seekor ayam betina petelur. Lima butir
telur ayam yang masih bagus diberi Pak Mahmud
kepada Endet. Juga seekor betina petelur. Tetapi
dengan syarat, Endet tak boleh mencuri lagi. Endet
betul-betul merasa gembira sekali. Kalau ia tahu
Pak Mahmud akan sebaik itu, lebih baik ia
memintanya saja dan tak usah
mencurinya.
"Nah! Sekarang dengarkan
baik-baik cerita bapak", kata Pak Mahmud
menasihati Endet. "Sejak kecil, bapak dididik
kedua orangtua bapak agar tidak meminta-minta
kepada siapa pun kecuali kalau terpaksa. Maka,
alhamdulillah, selama ini, bapak memang jarang
sekali meminta-minta. Dahulu, almarhum ayah bapak
memelihara banyak sekali ayam kampung, Tiap hari,
kami makan telur ayam, Sepekan sekali ayah bapak
menyembelih ayam, dan kami menikmati gulai daging
ayam, maka bapak juga kini begitu. Hampir tiap
hari, keluarga bapak makan telur ayam. Sepekan
sekali, kami makan daging ayam, Terkadang beberapa
tetangga terdekat meminta telur ayam, bapak
berikan. Sebab salah satu pesan almarhum ayah
bapak dahulu, tangan di atas lebih baik dari
tangan di bawah. Maka dalam hidup ini, kita harus
selalu menjadi pemberi, dan jangan sekali pun
berniat menjadi peminta...."
Endet
mengangguk-angguk. Ia tak merasa sakit hati
terhadap Pak Mahmud, bahkan nasihat Pak Mahmud
ternyata meresap ke dalam hatinya. Diam-diam,
Endet berjanji tidak akan mencuri lagi.
|