[Halaman Anak Islam]
Al-Qadhi tinggal di Makkah. Nama iengkapnya,
Al-Qatihi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin
Muhammad Al-Bazzar al-Anshari. Dari ujung namanya
itu, dapat diketahui kalau ia berasal dari
Madinah. Pada suatu hari, ia merasa sangat lapar.
Ia tidak mendapatkan sesuatu yang dapat
menghilangkan laparnya yang berat
itu.
Tiba-tiba, di tengah jalan, ia
menemukan sebuah tong dari kain sutera yang diikat
dengan kaus kaki yang terbuat dari sutera pula.
Ketika ia membukanya, ternyata di dalamnya
terdapat sebuah kalung permata yang belum pernah
dilihatnya.
Ia segera pulang. Tentu membawa
denda itu. Namun tak lama kemudian, setelah ia
pergi lagi, ia mendengar suara teriakan orang.
Rupanya ada seseorang yang sedang mencari
kantongnya yang hilang sambil memegang kantong
kain yang berisi uang lima ratus dinar. Sambil
mengacungkan kantong berisi uang lima ratus dinar
itu, orang itu berkata, "Ini adalah hadiah bagi
siapa saja yang mau mengembalikan kantong sutera
milikku yang berisi permata."
Al-Qadhi
berkata di dalam hatinya: "Aku sedang membutuhkan
uang, karena sedang lapar. Aku bisa mendapatkan
uang dinar emas itu dengan mengembalikan kantong
sutera yang kutemukan tadi."
Al-Qadhi
menghampiri orang itu, memberitahukan bahwa ia
menemukan sesuatu, seraya mengajak orang itu ke
rumahnya. Setiba di rumah, Al Qadhi meminta orang
itu menceritakan ciri-ciri barangnya yang hilang.
Orang itu pun menceritakan ciri-cirinya secara
lengkap, mulai dari kantong sutera, kaus kaki
pengikat kantong, permata dengan jumlah butirnya,
bahkan berikut benang pengikat (perangkai) permata
itu.
Ternyata semuanya sesuai, persis.
Artinya, orang itu bukan sekedar mengaku-ngaku.
Al-Qadhi lalu menyerahkan kantong itu kepadanya.
Pemilik kantong itu ternyata bukan orang kikir
yang tak tahu berterima kasih. Sesuai janjinya, ia
menyerahkan uang lima ratus dinar kepada
Al-Qadhi.
Tetapi Al-Qadli menolak seraya
berkata, "Memang seharusnya aku mengembalikannya
kepadamu tanpa mengharapkan imbalan."
Namun
pemilik kantong bersikeras agar Al-Qadhi bersedia
menerima uang tanda terima kasihnya. "Kau harus
mau menerimanya", katanya
berkali-kali.
Al-Qadhi tetap pada
pendiriannya tidak mau menerima uang imbalan itu.
Akhirnya, pemilik kantong itu pergi meninggalkan
Al-Qadhi.
Beberapa waktu setelah peristiwa
itu, Al-Qadhi meninggalkan kota Makkah, berlayar
dengan menumpang sebuah perahu. Di tengah laut,
perahu yang ditumpanginya itu pecan, sehingga
semua penumpangnya tenggelam dengan harta benda
mereka masing-masing. Tetapi Al-Qadhi selamat
dengan memanfaatkan potongan papan dari pecahan
perahu itu sebagai pengganti pelampung. Namun ia
tegang. Sebab harus bertarung antara hidup dan
mati. Dalam kondisi demikian, tak ada yang dapat
dilakukannya kecuali hanya berdoa kepada Allah
dengan harap-harap cemas.
Akhirnya Allah
menakdirkan Al-Qadhi terdampar di sebuah pulau
yang penduduknya buta hurup, tak bisa menulis dan
membaca. Tetapi untunglah di pulau itu terdapat
sebuah masjid. Al-Qadhi langsung memasuki masjid
itu, shalat, lalu membaca ayat-ayat Al Qur'an.
Kehadiran Al-Qadhi di pulau terpencil itu segera
diketahui penduduk. Mereka merasa tertarik melihat
Al-Qadhi bisa membaca Al Qur'an. Kemudian mereka
berbondong-bondong menemuinya, minta diajari Al
Qur'an. Tentu saja Al-Qadhi dengan senang hati
memenuhi permintaan mereka.
Beberapa hari
kemudian, penduduk pulau itu semakin tertarik
melihat akhlak Al-Qadhi yang taat beribadah, fasih
membaca Al Qur'an dan berilmu pula. Akhirnya
mereka menjodohkannya dengan seorang putri yatim,
yang mempunyai banyak harta. Tetapi Al-Qadhi
menolak secara halus dan sopan. Sebab ia tak mau
menikah dengan orang hanya karena hartanya. Ia
hanya mau menikah dengan perempuan yang bertakwa
dan berjiwa luhur serta mulia, walaupun tidak
berharta. Namun karena dirinya didesak terus,
akhirnya ia memenuhi keinginan penduduk pulau itu
untuk menikahi gadis itu.
Ketika gadis itu
dibawa ke hadapan Al-Qadhi, ia heran dan sedikit
terkejut melihat kalung permata yang melingkar di
leher gadis itu. Kalung itu pernah ditemukannya di
Makkah, yang kemudian dikembalikannya kepada
pemiliknya.
Ia terus memperhatikan kalung
permata itu, sehingga orang-orang yang hadir
merasa kecewa. Kata mereka, "Sungguh kau telah
menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya
memperhatikan kalung itu, tetapi tidak
memperhatikan orangnya."
Al-Qadhi baru
sadar, kemudian menceritakan kepada mereka kisah
yang pernah dialaminya di Makkah. Setelah mereka
tahu, mereka serentak meneriakkan takbir: Allahu
Akbar.
Al-Qadhi merasa heran, lalu
bertanya, "Ada apa?" Mereka menjawab, "Orang tua
yang menerima kembali kalung darimu saat itu
adalah ayah kandung anak perempuan ini. Almarhum
pernah mengatakan, 'Aku tidak pernah menemukan
seorang Muslim di dunia ini sebaik orang yang
telah mengembalikan kalung ini kepadaku.' Almarhum
juga berdoa, 'Ya Allah, pertemukanlah kembali aku
dengan orang itu, agar aku dapat menikahkannya
dengan putriku.' Kini, doanya sudah menjadi
kenyataan."
|