|
|
|
|
|
|
analisa : Bisakah Hal-Hal Ghaib
Diketahui oleh : Abu Farwah
Definisi Beriman Kepada Ghaib
- Secara Bahasa,Kata ghaib adalah bentuk masdar dari kata
ghaa-ba, yang berarti setiap yang tidak dapat dicernah oleh panca
indera, baik yang diketahui atau tidak.
- Secara Istilah,Beriman kepada yang ghaib adalah percaya
kepada segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera
dan tidak bisa dicapai oleh akal biasa, akan tetapi hanya dapat
diketahui berdasarkan wahyu (khabar) yang diterima oleh para nabi
dan rasul.
Dalam permasalahan ini ahlus sunnah wal
jama’ah berkeyakinan bahwa beriman kepada yang ghaib adalah
merupakan salah satu sifat dari orang-orang mukmin, sebagaimana
firman Allah Ta’ala, artinya: “Alif laam miim. Kitab
(al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami
anugerahkan kepada mereka.” (QS. al-Baqarah: 1-3).
Ada
dua pendapat tentang makna iman di dalam ayat di atas:
- Bahwasanya mereka mengimani segala yang ghaib yang tidak dapat
dijangkau oleh panca indera (dan akal), yaitu hal-hal yang telah
diberitakan tentang Allah Ta’ala dan tentang Rasul-Nya.
- Bahwasanya mereka beriman kepada Allah Ta’ala di waktu ghaib
sebagaimana mereka beriman kepada-Nya di waktu hadir, dan ini
berbeda dengan orang-orang munafik.
Kedua makna di atas
tidak bertentangan, bahkan keduanya harus ada pada diri seorang
mukmin.
Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: Yang dimaksud dengan
beriman kepada hal ghaib adalah segala bentuk pembenaran terhadap
Allah, titab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya dan bentuk pembenarannya
adalah dengan amal perbuatan.
Berkata ar-Rabii’ bin Anas:
Yang dimaksud adalah orang-orang yang beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, surga-Nya, neraka-Nya dan
beriman terhadap kehidupan setelah mati.
Berkata Ibnu
Mas’ud: Termasuk di dalamnya adalah beriman tentang adanya dan
keberadaan Jin.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga berkeyakinan
bahwasanya pengetahuan terhadap hal yang ghaib termasuk hal yang
menjadi rahasia Allah Ta’ala dan termasuk sifat Allah Ta’ala yang
paling khusus, yang tidak ada seorang makhluk-pun dapat
menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya; Artinya, “Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mwengetahui apa yang ada di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelei daun-pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Makhfudz)” (QS.
al-An’an: 59)
Maka barangsiapa berkeyakinan bahwa dirinya
atau orang lain boleh mengusai yang ghaib atau mengetahui hal yang
ghaib berarti ia telah kufur, karena hal ini termasuk hal yang yang
tidak pernah diberitakan oleh Allah Ta’ala kepada siapapun; tidak
kepada para malaikat yang dekat dan tidak juga kepada para rasul
yang diutus. Allah Ta’ala berfirman:
Þõá áÇøó íóÚúáóãõ ãóä
Ýöí ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇúáÃóÑúÖö ÇáúÛóíúÈó ÅöáÇøó Çááåõ æóãóÇ
íóÔúÚõÑõæäó ÃóíøóÇäó íõÈúÚóËõæäó
“Katakanlah! (Hai
Muhammad) Tiada siapapun baik di langit maupun di bumi yang
mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak
mengetahui kapan mereka dibangkitkan” (QS.An-Naml: 65) Dan
firman-Nya;
áÇó ÃóÞõæáõ áóßõãú ÚöäÏöíú ÎóÒóÂÆöäõ Çááåö æóáÇó
ÃóÚúáóãõ ÇáúÛóíúÈó æóáÇó ÃóÞõæáõ áóßõãú Åöäøöí ãóáóßñ Åöäú ÃóÊøóÈöÚõ
ÅöáÇøó ãóÇ íõæÍóì Åöáóíøó
“Katakanlah! (Hai
Muhammad): Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan
(rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib, dan tidaklah aku mengatakan kepada kalian bahwa aku ini
malaikat, aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan
kepadaku” (QS.Al-An’am:50)
Adapun hal-hal yang ghaib
yang dikhabarkan oleh para nabi dan rasul, sebagaimana Nabi kita
Muhammad r menghabarkan kepada ummatnya tentang tanda-tanda hari
kiamat, tentang adanya surga dan neraka, tentang adanya azab kubur
dan nikmat kubur dan juga Rasulullah r pernah memegang leher jin
Ifrit ketika beliau diganggu oleh Jin tersebut didalam shalatnya
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan juga hal-hal yang
ghaib lainnya, maka yang demikian tiada lain hanyalah sebagai salah
satu tanda kenabian dan keistimewaan bagi beliau, dan hal ini
hanyalah sebagai wahyu Ilahi, sebab beliau tidak bertutur kata
melainkan berdasarkan bimbingan wahyu dari Allah Ta’ala.
Pada intinya hal-hal ghaib yang Allah Subhanahu Wa
Ta’ala beritahukan kepada para nabi dan rasul merupakan
kekhususan mereka dan tidak diberikan kepada selain mereka, hal ini
sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dalam firmanNya,
ÚóÇáöãó ÇáúÛóíúÈö ÝóáÇó íõÙúåöÑõ Úóáóì
ÛóíúÈöåö ÃóÍóÏðÇ ÅöáÇøó ãóäö ÇÑúÊóÖóì ãöä ÑøóÓõæáò ÝóÅöäøóåõ
íóÓúáõßõ ãöä Èóíúäö íóÏóíúåö æóãöäú ÎóáúÝöåö ÑóÕóÏðÇ
“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia
tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang hal ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di
belakangnya”. (QS.Al-Jinn: 26-27)
Namun sangat
disayangkan banyak diantara kaum Muslimin yang masih percaya kepada
cerita-cerita khurafat dan cerita-cerita syirik jahiliyah. Misalnya
keyakinan bahwa ada diantara manusia yang dapat mengetahui hal yang
ghaib apapun bentuk namanya. Kenyataan ini dapat didapati dari
fenomena yang ada disekitar kita, apalagi dengan adanya sekian
banyak bentuk tayangan media elektronik yang menggambarkan
cerita-cerita demikian dan banyak digandrungi oleh banyak pemirsa
justru memperparah dan seolah-olah telah melejitimasi bahwa yang
demikian adalah benar padahal justru sebaliknya bahwa
keyakinan-keyakian yang demikian adalah merupakan kekeliruan yang
sangat berhaya terhadap aqidah dan keyakinan seseorang.
Karena pada dasarnya yang mereka lakukan itu tiada lain
hanyalah tipu daya Jin dan propaganda Syaithan menggiring
kaum Muslimin agar jauh dari tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah,
kemudian terjerumus ke lembah kesyirikan dan terkubur ke dalam
lumpur kekufuran. Karena hal ini merupakan perbuatan menyekutukan
Allah Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal yang menjadi kekhususan
Allah Ta’ala, yaitu mengetahui hal yang ghaib. Allah Ta’ala
berfirman.
Åöäøóåõ íóÑóÇßõãú åõæó æóÞóÈöíáõåõ ãöäú ÍóíúËõ
áÇó ÊóÑóæúäóåõãú ÅöäøóÇ ÌóÚóáúäóÇ ÇáÔøóíóÇØöíäó ÃóæúáöíóÂÁó
áöáøóÐöíäó áÇó íõÄúãöäõæäó
“Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak
beriman”. (QS.Al-A’raf:27)
Berkata Ibnu Hajar
al-Asqalani dalkam kitabnya Fathul Baari, “Sesunggunya syaithan
bisa menampakkan diri dan melakukan penyerupaan yang bisa dilihat
wujudnya, dan tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya.” (Lihat
Fathul Baari, 9/55)
Imam asy-Syafi’i mengatakan,
“Barangsiapa yang mengaku bisa melihat jin maka
syhadat(persaksiannya) tidak dapat diterima kecuali dia seorang
Nabi.” (Fathul Baari, 4/489)
Dengan demikian klaim
seseorang bahwa dia mengetahui hal yang ghaib telah banyak merusak
sendi-sendi kehidupan masyarakat. Masyarakat telah banyak
mengeluarkan banyak harta dan biaya demi mendapat ilmu ghaib
–menurut sangkaan mereka- , dan terkadang dia menghabarkan beberapa
hal, sebagiannya benar (secara kebetulan) dan sebagiannya bohong,
bahkan sebagian besarnya adalah bohong. Sehingga terbaliklah tolok
ukur kehidupannya, yaitu banyak orang mengatur hidup mereka
berdasarkan saran-saran yang disampaikan oleh sang pendusta dukun
dan sebangsanya yang mengaku mengetahui hal ghaib. Allah Ta’ala
berfirman,
Þõá áÇøó Ãóãúáößõ áöäóÝúÓöí äóÝúÚðÇ æóáÇó ÖóÑøðÇ
ÅöáÇøó ãóÇ ÔóÂÁó Çááåõ æóáóæú ßõäÊõ ÃóÚúáóãõ ÇáúÛóíúÈó
áÇÓúÊóßúËóÑúÊõ ãöäó ÇáúÎóíúÑö æóãóÇ ãóÓøóäöíó ÇáÓøõæÁõ Åöäú ÃóäóÇ
ÅöáÇøó äóÐöíÑñ æóÈóÔöíÑñ áöÞóæúãò íõÄúãöäõæäó
“Katakanlah! (Hai Muhammad): Aku tidak berkuasa
mendatangkan manfa'at bagi diriku dan tidak (pula kuasa) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku
tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira
bagi orang-orang yang beriman”. (QS.Al-‘Araf:188)
Jika
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mengetahui hal yang
ghaib selain yang diwahyukan kepadanya, bahkan dengan terus terang
beliau menafikan yang demikian itu atas dirinya, maka bagaimana
dengan orang-orang selain beliau?? Tentu mereka pasti tidak lebih
tahu. Karena Rasulullah lebih berhak daripada mereka.
Tergelincirnya banyak orang ke dalam kesalahan berbahaya ini,
disebabkan oleh beberapa berita yang mereka lihat “benar”, yaitu
berasal para dukun dan yang sebangsanya. Sehingga keyakinan mereka
semakin kuat, dan selanjutnya mempercayai cerita-cerita mereka
berikutnya.
Dan sebagai tolok ukur, berikut ada beberapa
prinsip dasar berkaitan dengan hal ghaib, di antaranya;
- Hal ghaib adalah termasuk hal yang hanya diketahui oleh Allah
Ta’ala, bahkan sebagian pemberitaan para nabi terhadap hal ini,
hanyalah berdasarkan apa yang Allah Ta’ala telah beritakan kepada
mereka dan bukan karena usaha mereka sendiri, tidak sebagaimana
fenomena yang ada saat ini, banyak orang mengaku dengan bentuk
nama apapun telah mengaku mengetahui yang ghaib. Ini tidak lain
hanyalah sebuah kedustaan belaka. (Lihat QS. al-Jin: 26-27)
- Seandainya mengetahui hal yang ghaib itu merupakan buah dari
keimanan yang benar, tentunya orang yang paling berhak adalah
Rasulullah. Padahal beliau telah mengingkari terhadap yang
demikian. (Lihat QS. al-A’raf: 188)
- Seandainya orang-orang yang mengaku mengetahui yang ghaib,
tentu mereka akan dapat menghindarkan diri dari bencana, musibah
dan kejahatan yang menimpa diri-diri mereka sendiri.
- Mereka yang mengaku mengetahui yang ghaib, karena berhubungan
dengan jin.
æóÃóäøóåõ ßóÇäó ÑöÌóÇáñ ãøöäó ÇúáÅöäÓö
íóÚõæÐõæäó ÈöÑöÌóÇáò ãøöäó ÇáúÌöäøö ÝóÒóÇÏõæåõãú ÑóåóÞðÇ
“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara
manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari
kalangan jin, maka jin-jin itupun menambahkan bagi mereka dosa dan
kesalahan”. (QS. Al-Jin:6)
Syekh Abdullah Al-Jibrin
suatu ketika pernah ditanya; apakah benar ada orang-orang tertentu
yang bisa langsung melihat bangsa jin apa yang mereka kehendaki
dan kapan saja mereka mau? Dijawab oleh beliau: Manusia tidak ada
yang mampu melihat bangsa Jin secara hakiki dalam rupanya yang
asli, tetapi syaithan-syaithan itulah yang merasuki mereka para
penyihir dan dukun, lalu berbicara lewat mereka dan melihat Jin
dalam rupannya yang asli, ketika itulah orang tersebut mengabarkan
bahwa mereka melihat bangsa Jin kapan datang dan perginya
sedangkan orang-orang yang ada disekeliling mereka tidak melihat
apapun, Mereka (para penyihir dan dukun) harus berkhidmat kepada
Jin & Syaithan sehingga mampu menampakkan diri kepada mereka
yang tidak bisa dilihat oleh selain mereka.
- Kebanyakan orang yang mengaku mengetahui hal ghaib bukanlah
orang baik-baik dan bertakwa. Bahkan ada diantara mereka yang
fajir (penjahat) dan zindiq (kufur). Mereka banyak berkubang dalam
banyak perbuatan yang diharamkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
kabar-kabar tentang sebagian hal ghaib kadang bersumber dari orang
yang tidak shalih, bahkan non muslim. Bagaimana mungkin mereka ini
bisa menjadi wali-wali Allah melainkan hanya kedustaan belaka??
æóãóäú ÃóÙúáóãõ ãöãøóäö ÇÝúÊóÑóì Úóáóì Çááåö ßóÐöÈðÇ Ãóæú
ÞóÇáó ÃõæúÍöìó Åöáóìøó æóáóãú íõæÍóì Åöáóíúåö ÔóíúÁñ æóãóä ÞóÇáó
ÓóÃõäÒöáõ ãöËúáó ãóÂ ÃóäÒóáó Çááåõ æóáóæú ÊóÑóì ÅöÐö ÇáÙøóÇáöãõæäó
Ýöí ÛóãóÑóÇÊö ÇáúãóæúÊö æóÇáúãóáÇóÆößóÉõ ÈóÇÓöØõæÇ ÃóíúÏöíåöãú
ÃóÎúÑöÌõæÇ ÃóäÝõÓóßõãõ Çáúíóæúãó ÊõÌúÒóæúäó ÚóÐóÇÈó Çáúåõæäö ÈöãóÇ
ßõäÊõãú ÊóÞõæáõæäó Úóáóì Çááåö ÛóíúÑó ÇáúÍóÞøö æóßõäÊõãú Úóäú
ÁóÇíóÇÊöåö ÊóÓúÊóßúÈöÑõæäó
“Dan siapakah yang lebih
zalim dari pada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah
atau yang berkata:"Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak
ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata:"Saya
akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah". Alangkah
dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim
berada dalan tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat
memukul dengan tangannya, (sambil berkata) :"Keluarkanlah
nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah
(perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri ayat-ayat-Nya”. (QS.Al-An’am:93) Dan
juga firman Allah dalam surat yang sama,
Ýóãóäú ÃóÙúáóãõ
ãöãøóäö ÇÝúÊóÑóì Úóáóì Çááåö ßóÐöÈðÇ áöíõÖöáøó ÇáäøóÇÓó ÈöÛóíúÑö
Úöáúãò Åöäøó Çááåó áÇóíóåúÏöí ÇáúÞóæúãó ÇáÙøóÇáöãöíäó
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang
yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan". Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim”. (QS.
Al-An’am:144)
Hit : 0 | IndexJudul
| IndexSubjudul
| kirim
ke teman | versi
cetak |
|
|
|
Selasa,20-2-2007 -- 19:4:46 Hits ...:
9298421 Online : 36
users |
|
|
|
|