Hari ini , 18 Februari 2007
 
Beranda | Salam Redaksi | Iklan | Berlangganan | Redaksi | Peta Situs | Buku Tamu | Hubungi Kami
   
 
  Akhlak
  Assalamualaikum
  Berbagi Rasa
  Cerita Sampul
  Cerpen
  Curhat
  Denyut Umat
  Design Interior
  Dunia Wanita
  Gerbang
  Haji
  Halaman Anak Islam
  Jendela
  Keluarga
  Kesehatan
  Khazanah
  Kisah Nyata
  Kisah Teladan
  Kolom
  Konsultasi Agama
  Konsultasi Hukum
  Konsultasi Keluarga
  Lingkungan
  Mancanegara
  Mimbar
  Muhibah
  Nasional
  Nostalgia Haji
  Pesona Masjid
  Profil
  Secangkir Kopi Campur
  Senyum Sufi
  Sosial
  Surat Pembaca
  Telaah
  Teras
  Wawancara
  Ya Ilahi
  Alam Gaib
  Budaya
  Budidaya
  Busana
  cermis
  Dapur
  Gaya Hidup
  Hukum
  Interior
  Iptek
  Laporan Daerah
  Laporan Khusus
  Manajemen Qur'ani
  Nostalgia
  Olahraga
  Opini
  Panggung
  Pendidikan
  Pengalaman rohani
  Perilaku
  PIKSEL
  Pustaka
  Ragam
  Refleksi
  Remaja
  Resto
  Rumahku Surgaku
  Selebriti
  Seni Rupa
  Sinetron
  Tafakur
  Takziyah
  Tamu Kita
  Tasawuf
  TipBelanja
  Trotoar
  wanita
  Wirausaha
410008
 
Baca Artikel
 
 
Angan-angan Seorang Pemalas
Laporan: Muhammad Hanafi Maksum

[Halaman Anak Islam]

Andainya di kampung Badulhup diadakan lomba malas, hampir dapat dipastikan Badulhup akan keluar sebagai juara pertama. Sebab Badulhup memang sangat pemalas. Karena sangat pemalas, ia tahan basah kuyup bila hujan deras turun. Sebab gubuk buruknya bukan hanya atapnya bocor, tapi gubuk itu juga hampir roboh. Namun tak pernah ia mau memperbaikinya.

Jangankan memperbaiki atap yang bocor, bekerja mencari makan saja Badulhup malas sekali. Kalau perutnya sudah lapar, ia pergi ke kedai makan lalu duduk menunggu di situ, kalau-kalau ada orang yang baik hati yang sudi membayarkan makan-minumnya. Kalau ada yang sudi membayarkannya ia gembira. Dan kalau perutnya sudah kenyang, ia duduk bersantai.

Selain pemalas, ada pula kebiasaan buruk Badulhup yang lain, yaitu merokok. Padahal merokok berarti membakar uang, sedang ia tak pernah mau mencari uang. Agar dapat juga merokok, yang dilakukannya setiap hari ialah menunggu orang-orang yang merokok, lalu ia meminta sebatang. Kalau datang orang lain lagi, dimintanya pula sebatang lagi. Begitu seterusnya. Jadi, setiap ia merokok, yang diisapnya itu milik orang lain yang dimintanya. Tetapi ia tak pernah merasa malu meminta-minta itu.

Kalau kerbau sudah pulang ke kandang dan ayam itik pulang ke sarang, barulah Badulhup pulang ke gubuk buruknya itu untuk tidur. Kalau ia sudah tertidur, seringkali seperti pingsan, tak ingat apa-apa lagi dan sangat sulit dibangunkan. Angin ribut yang bertiup pun tidak di ketahuinya lagi. Bahkan kalau gubuk buruknya itu digoncang gempa atau diterpa gelombang tsunami, Badulhup hanya menarik selimutnya.

Selain pemalas, Badulhup sangat suka berangan-angan. Sering menjelang tidur malam, kalau angin sedang kencang menerpa gubuk buruknya yang hampir roboh itu, Badulhup berangan-angan, "Kalau gubuk burukku ini roboh, tetangga sekitar tentu akan membantu membangunkan untukku rumah baru. Jadi tidak terlalu perlu bersusah-payah memikirkan tempat bernaung."

Ketika masyarakat sudah bangun dan bekerja, Badulhup masih pulas dalam mimpinya, Badulhup baru bangun dari tidur panjangnya setelah mentari siang meninggi. Setelah bangun bukan menggosokgigi atau merapikan tempat tidur, tetapi langsung pergi ke kedai makan. Bukan memesan membeli nasi atau minuman, tetapi menunggu kalau-kalau ada orang yang sudi membayarkan makan minunnya, Kalau pada hari itu tak ada yang sudi membayarkan makan minumnya, barulah Badulhup mencari kerja. Tetapi kerja yang akan dilakukannya dipilih-pilihnya. Badulhup tak pernah mau membanting tulang di sawah atau pergi menangkap ikan. Alasannya, ke sawah, ia tak mau berpanas-panas, sedang menangkap ikan, ia takut mabuk laut, Tetapi ada pekerjaan yang disukai Badulhup, yaitu memanjat pokok kelapa, walau pun dengan upah seadanya.

Pada suatu hari, tidak ada orang yang membayarkan makan minumnya. Maka terpaksa Badulhup mencari-cari siapa yang ingin mengupahnya memanjat pokok kelapa. Tetapi pada hari itu tak ada orang yang memerlukan jasanya. Maka dalam keadaan kelaparan, terpaksalah dia memohon masyarakat kampung agar memberinya pekerjaan memanjat pohon kelapa. Namun tak seorang pun membutuhkannya, sementara perutnya semakin lapar juga.

Dalam keadaan hampir berputus asa, akhirnya ia melihat seorang nenek sedang memandang ke atas melihat-lihat buah kelapa miliknya. Badulhup merasa gembira. Langsung ia menawarkan jasa. Sang nenek ternyata membutuhkan jasanya. Badulhup semakin gembira.

"Berapa nenek sanggup membayar saya?" tanya Badulhup.

"Nenek tak punya uang".

"Kalau nenek tak punya uang untuk membayar saya, saya tak bersedia menurunkan buah kelapa nenek"

"Kalau kau tak mau, apa boleh buat"

Ucapan nenek itu tak menggembirakan hati Badulhup. Padahal sebelumnya telah terbayang di dalam pikrannya akan mendapatkan uang sebagai upah. Semula Badulhup ingin meninggalkan nenek itu. Tetapi kemudian ia ragu. Kalau peluang itu tak dimanfaatkannya, belum tentu ada lagi orang lain yang akan menyuruhnya menurunkan buah kelapa. Akhirnya Badulhup berkata:

"Kalau nenek tak punya uang, berilah aku apa saja..."

"Bagaimana kalau nenek beri beberapa butir telur ayam?"

"Untuk apa bagi saya telur ayam?"

"Kau dapat merebus atau menggorengnya"

"Saya malas merebus atau menggorengnya"
"Kalau begitu, kau dapat mengeramkannya. Kalau menetas, ayammu akan banyak sekali. Dan kalau dijual, kau akan dapat uang..."

Mendengar kata-kata uang, Badulhup langsung tertarik, Sebab tak ada yang lebih menarik baginya selain uang. Mulailah Badulhup memanjat pohon kelapa sambil berangan-angan. Ia membayangkan telur-telur ayam yang akan menjadi upahnya memanjat pohon kelapa itu menetas, sehingga ayamnya banyak. Setelah dijualnya, dibelikan kambing lalu berkembang biak pula, lalu dibelinya pula sapi. Sapi pun berkembang biak pula, lalu dijualnya, sehingga uangnya pun banyak. Lalu dibelinya kuda yang bagus dan cekatan, Maka setiap hari ia menunggang kuda keliling kampung.

Dalam angan-angannya, sapi-sapinya semakin berkembang biak, lalu dijualnya dan dijualnya lagi, sehingga uangnya semakin lama semakin banyak. Setelah kaya raya, gadis-gadis cantik pun mendekatinya ingin disunting. Lalu disuntingnya yang paling cantik dan paling bergengsi.

Setelah menikah, anak-anaknya pun lahir. Anak-anaknya itu tak boleh bodoh dan pemalas serta suka berangan-angan seperti dirinya. Kalau anak-anaknya pemalas, niscaya akan dipukulnya.

Karena angan-angannya itu sangat dijiwainya, maka diambilnya pelepah kelapa, lalu dipukulnya batang kelapa yang sedang dipanjatnya. Dibayangkannya ia seakan memukul anaknya yang nakal itu.

Akibatnya pegangan tangannya pada pohon kelapa itu terlepas, sehingga ia terjatuh. Begitu tubuhnya terhempas di bumi, ia pingsan. Darah mengalir dari telinganya. Sang nenek menjerit ketakutan, lalu memeriksa nadinya.

Badulhup ternyata tak bernapas lagi. Tubuhnya terdiam untuk selama-lamanya, bersama angan-angannya, ayam, kambing, sapi, istri yang cantik dan anak-anaknya, semuanya lenyap.

 
Baca Komentar Beri Komentar
Kirimkan Artikel Cetak Artikel
 
 
Balasan Kebaikan
Nasihat Pak Mahmud
 
 
Nama Login
 
Kata Sandi
 
 
kata kunci
rubrik
edisi
Haruskah mengeluarkan Budget Ekstra untuk Bulan Puasa Tahun ini?
Perlu
Kadang-kadang
Tidak Harus
Hasil sementara
 
     
  Gemari | KBI Gemari | Dharmais | Harian Pelita | Majalah Amanah | Dradio 103.4 FM
Damandiri | Trikora | Dakab | Gotong Royong | Yastroki | Supersemar | Yamp | Indra

Home | Profil | Kontak Kami | Buku Tamu
Redaksi Amanah : [email protected]
Copyright © 2004 Amanah.or.id
design by Visionnet