Dua Arti
Oleh: Winda Kusumadewi
(Bobo No. 22/XXX)
“Wulan, ini kamarmu, ya?” tanyaku
pada Wulan. Wulan mengangguk. Tak kusangka, Wulan yang
terlihat sederhana di sekolah, ternyata tinggal di rumah besar. Rumah
peninggalan neneknya ini kuno, namun indah dan megah. Sudah lima tahun
rumah ini tak berpenghuni. Dua tahun lalu ayah Wulan memutuskan untuk
pindah dari Semarang dan tinggal di Bogor. Sudah dua tahun aku mengenal Wulan,
namun baru kali ini aku berkunjung ke rumahnya dan masuk ke kamarnya.
Kamarnya nyaman
sekali, juga indah. Di dekat jendela tergantung lukisan seorang wanita
sederhana. Ada gambar uang logam emas kuno dan perhiasan-perhiasan mewah
tersebar di sekelilingya. “Wulan, kamu ternyata kaya sekali. Tapi, kenapa penampilanmu
sederhana sekali?” tanyaku heran. “Itu pesan dari lukisan itu,”
jawabnya. “Maksudmu?” tanyaku. Wulan tak menjawab pertanyaanku, tetapi
malah duduk di tepi tempat tidurnya. Ia terus memandangi lukisan itu. Aku
duduk di sebelahnya. Setelah beberapa saat, barulah ia berbicara. “Dewi, aku tahu kamu
penggemar cerita misteri. Apa kau mau mendengar ceritaku?” tanyanya. Aku
mengangguk semangat dan memasang telinga tajam-tajam. Aku menebak ia pasti
akan menceritakan keanehan yang terjadi di rumahnya. Apalagi ini adalah
rumah kuno. “Aku
tak bercerita tentang hantu. Tetapi kupikir ceritaku ini mengandung
sedikit misteri. Menurutku ini teka-teki menarik dan berguna bagiku,
mungkin juga berguna begimu,” ujarnya. Ah, aku jadi penasaran ingin
mendengar ceritanya. “Aku akan bercerita tentang misteri pesan nenekku yang tersimpan
dalam lukisan itu,” ujarnya. Wulan lalu mulai bercerita. “Dua tahun lalu ketika kami baru
saja pindah, Ayah menemukan buku harian nenekku. Di halaman terakhir
disebutkan bahwa Nenek pernah menyembunyikan harta di suatu tempat. Di
situ tertulis pesan bahwa lukisan itu mengandung dua arti. Jika kau
mengetahuinya, maka akan menjadi lebih bijaksana. Dan percaya atau tidak,
lukisan itu belum pernah dipindahkan sejak pertama kali di pajang di
sini,” Wulan mengakhiri cerita sambil menunjuk ke lukisan yang tergantung
di dekat jendela. “Lalu?” tanyaku penasaran. “Ayahku berhasil mengartikan salah
satu dari dua arti yang disebutkan Nenek. Itulah yang menjadi petunjuk
tempat harta itu berada. Lihatlah! Wanita dalam lukisan itu menghadap ke
luar, ke bawah. Ayah yakin harta itu ada di bawah lantai di luar kamarku.
Lalu Ayah menjebolnya. Ternyata Ayah benar. Harta itu ada di sana. Berupa
kepingan uang logam emas kuno dan perhiasan-perhiasan mewah milik
nenekku.” “Lalu
arti keduanya?” tanyaku. Wulan tersenyum. “Kau ingin aku membantumu untuk
mengartikannya?” tanyaku lagi. Wulan tetap tersenyum. Aku mengalihkan
pandanganku dari wajahnya ke lukisan itu. Kuperhatikan lukisan itu dengan
seksama. Ya…kini aku tahu artinya. “Kau tahu artinya? Dulu akulah yang
berhasil mengartikannya. Aku yakin kau tahu artinya,” ucap Wulan yakin.
“Kesederhanaan…”
jawabku ragu. Wulan mengangguk. “Wanita dalam lukisan itu tetap
sederhana walaupun kekayaan bergelimpangan di sekelilingnya. Kau tahu
siapa dia? Wanita dalam lukisan itu adalah nenekku semasa muda. Aku ingin
seperti beliau,” ucapnya. “Jadi makna lukisan ini adalah agar harta yang
kami miliki dapat kami pergunakan sebaik-baiknya,” jelas Wulan. Tiba-tiba aku termenung.
Selama ini kadang-kadang aku berfoya-foya menggunakan uang. Namun kini aku
sadar. Sikap itu kelak akan merugikan diriku sendiri. Aku ingin hidup
sederhana seperti Wulan. Cerita misteri Wulan takkan aku lupakan. Aku pandangi lukisan itu
sekali lagi. Ada sesuatu yang luput dari pandanganku tadi. Dan baru aku
sadari sekarang. Wanita dalam lukisan itu terlihat bahagia. Tentu saja.
karena kesederhanan akan membawa kebahagiaan.
|