Majalah Human Capital » Edisi Terbaru » Teknologi
E-Learning : Efektifkah Digunakan di Indonesia ?
No. 35 - Februari 2007
Orang bijak berkata bahwa belajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Tampaknya hal ini kurang lebih benar adanya. Perkembangan teknologi yang ada dewasa ini turut menunjang tren yang mengarah ke proses pembelajaran anywhere anytime tersebut.
Instrumen yang menjadi faktor katalisator atau yang mempercepat terjadinya perubahan tren pembelajaran dewasa ini adalah e-learning. Melalui pengembangan internet yang semakin hari semakin maju berbagai lembaga pendidikan dan perusahaan di dunia menggunakan e-learning sebagai sarana pembelajaran bagi siswa dan karyawannya. Contohnya adalah di Amerika Serikat. Di negara Paman Sam ini penggunaan e-learning tak hanya merambah dunia akademis melainkan juga telah menarik minat organsiasi bisnis atau perusahaan. Berdasarkan hasil survei ASTD (American Society for Training & Development) pada tahun 2004, sebanyak 90% dari universitas di Amerika Serikat yang memiliki lebih dari 10.000 siswa telah meggunakan teknologi ini. Sementara itu di dunia bisnis persentasenya mencapai 60%.
Bila kita menoleh kebelakang tentang sejarah perkembangan e-learning sebenarnya proses pemakaian teknologi ini baru dilakukan sejak awal milenium ini. Tapi perkembangannya berjalan sangat cepat sejak dua tahun yang lalu. “Tahun 2007 saya yakin perkembangnnya akan lebih cepat ketimbang tahun 2006. Jadi kalau ditanya apakah akan lebih cepat jawabannya iya”,ujar Diski Naim, Business Solution Manager HCM Application PT Oracle Indonesia.
Ia menilai saat ini banyak perusahaan mulai melirik metode training dan pelatihan yang efektif untuk karyawan. Hal ini dirasakan pen-ting terutama bagi perusahaan besar yang memiliki cabang dan karyawan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. “Orang tidak akan bisa tidur enak kalau kompetitornya sudah mempergunakan suatu sistem yang cukup canggih, yang teknologinya lebih baik untuk mendevelop orang-orang yang ada diperusahaannya”, tambah Diski.
Ya, bagi divisi HR, kehadiran e-learning merupakan suatu terobosan baru yang mungkin dapat mempermudah tugas mereka untuk mengisi kekurangan dan mengembangkan kemampuan karya-wan. Namun yang menjadi pertanyaan apakah e-learning cukup efektifkah digunakan dinegara kita? Diskimenilai bahwa e-learning akan efektif dan applicable bila digunakan di industri yang memang siap. Ia memberikan contoh industri perbankan dan telekomunikasi. “Di financial service, banking, insurance karena mereka jumlah pegawainya cukup banyak dan tersebar lalu mereka juga punya beberapa content yang memang harus dideliver dengan cepat, jadi mau nggak mau mereka pakai e-learning”, ujar Diski.
Oleh karena itu menurut Diski ada tiga hal yang perlu disiapkan sebelum menerapkan e-learning. “Kemampuan SDM kita siap nggak? Kita biasanya berhadapan langsung, kasih training didalam kelas, tiba-tiba hanya melihat melalui screen. Ada dua kemungkinan, orangnya tidur atau dia nonton tapi nggak masuk ilmunya. Jadi ada kesiapan manusianya”, ujarnya.
Yang kedua ia melihat dari sisi budaya atau kultur. Tak bisa disangkal bahwa budaya belajar orang Indonesia yang terbiasa dalam metode tatap muka menjadi kendala. Hanya sebagian kecil sumber daya manusia kita yang terbiasa mengikuti pelatihan melalui komputer dan untuk memanfaatkan e-learning kita harus memiliki budaya belajar mandiri. Karena itulah change management yang baik sangat diperlukan untuk merubah budaya tersebut.
Sedangkan yang ketiga yaitu dari sisi organisasi. Organisasi harus punya kekuatan untuk mengharuskan orang-orangnya untuk melakukan proses pembelajaran tertentu melalui e-learning. “Ada satu poin ya, bahwa e-learning itu bisa sukses kalau dibantu, harus dipush, harus dipaksakan dari organisasi”, ujar Diski. Ia tak memungkiri bahwa ada beberapa pelatihan yang tidak bisa dilakukan melalui e-learning. “Jadi memang ada beberapa proses pengajaran yang perlu interaksi contohnya team building. Team building tidak mungkin atau susah dilakukan melalui media e-learning”, timpalnya.
Mudah dipahami
Penerapan e-learning membutuhkan investasi yang cukup besar. Walaupun
awalnya e-learning diterapkan untuk menghemat biaya pelatihan namun
bila tidak dikelola dengan benar tentunya akan merugikan perusahaan.
Karena itu ada hal yang tak boleh kita lupakan yaitu menciptakan metode
pembelajaran yang mudah dipahami.
Metode yang benar tentu akan memungkinkan proses pembelajaran berjalan efektif dan mudah diserap oleh peserta. “Kalau efektif nggak efektif sih tergantung materi yang akan disampaikan. Tadi kalau kita bicara ada proses interaksi yang harus berhadapan dengan orangnya. Itu secara prinsip tidak akan efektif melalui media e-learning. Kalau media e-lerning akan efektif kalau metode pembelajarannya cukup massive ya”, ucap Diski.
Menurut Diski, keypoint agar metode pembelajaran e-learning dapat berjalan efektif yaitu metode tersebut harus mudah digunakan. “Kita bayangkan kalau sudah pakai e-learning tapi sistemnya tidak user friendly, tidak mudah untuk dipergunakan. Akhirnya orang-orang juga jadi nggak pakai karena dia nggak tahu bagaimana caranya mempergunakan itu”, tambahnya. Jadi memang benar bahwa sistem e-learning selain contentnya harus menarik, sistemnya sendiri harus mudah dideploy dan dioperasikan. “Kalau nggak orang akan frustasi. Jadi e-learning sistemnya harus mudah dan harus agak interaktif lah ya. contentnya juga harus menarik gitu”.
Selain itu si pengguna juga harusnya diperkenalkan dahulu mengenai perusahaan tersebut, fokus dibisnis apa, bisnis prosesnya seperti apa. Bila semua sudah dipersiapkan dengan matang kita bisa berharap investasi besar yang dikeluarkan tidak sia-sia. “Nah itu sangat efektif ketimbang kita harus persiapkan kelas khusus untuk melakukan induction program”, ujar Diski.
Penggunaan e-learning mungkin akan berkembang di Indonesia. Namun bila kita bertanya efektifitasnya tampaknya sulit diukur sebelum kita melihat hasilnya sendiri. Pertanyaannya sekarang siapkah seluruh elemen di perusahaan anda mengimplementasikan e-learning agar tidak sekedar mengikuti tren saja?
portalhr.com