Putri Warna-warni
Oleh : Dwiyanto (Bobo No.
13/XXVIII)
Di sebuah desa pinggiran
hutan, tinggallah seorang janda dengan anak gadisnya yang cantik. Meski
berwajah rupawan, gadis itu amat rendah diri. Ia malu karena warna
kulitnya sering berubah-ubah. Kalau duduk di atas rumput, kulitnya menjadi
hijau. Kalau makan sawo, kulitnya berwarna coklat. Terkena sinar matahari
pagi, kulitnya akan menjadi kuning. Gadis itu paling merasa sedih jika ia
berada di tempat gelap. Kulitnya seketika menjadi hitam legam. Karena
warna kulitnya sering berubah-ubah, ia dijuluki Putri Warna-Warni. Putri Warna-Warni bersahabat baik dengan seekor Bunglon. Dimana
ada Putri Warna-Warni, di sebelahnya selalu ada sahabat karibnya itu.
Mereka bersahabat karena memiliki nasib yang sama. Kulit mereka sering
berubah-ubah. Suatu hari, saat bulan purnama bersinar di langit, betapa
cantiknya Putri Warna-Warni. Kulitnya putih bersih, berkilau ditimpa
cahaya rembulan yang indah. "Kamu cantik sekali dalam
cahaya rembulan, Putri Warna-Warni. Kamu tak ubahnya seperti seorang putri
kerajaan," puji Bunglon sahabatnya. Putri Warna-Warni tersipu
mendengar pujian itu. "Namun aku akan segera
menjadi putri jelek kalau rembulan tak menyinari tubuhku," kata Putri
Warna-Warni sedih. Wajahnya nampak mendung. "Jangan begitu Putri
Warna-Warni. Kau tetap Putri yang baik hati meski kulitmu berubah menjadi
merah, kuning, hijau ataupun biru. Hatimu yang mulia tak akan berubah
hanya karena perubahan warna tersebut." Mendengar kalimat bunglon
sahabatnya, Putri Warna-Warni amat terharu. Tanpa mereka sadari, lewatlah seorang pangeran yang pulang
kemalaman sehabis berburu. Ia amat terpesona dan takjub melihat kemolekan
Putri Warna-Warni. Belum pernah dia melihat seorang putri secantik itu.
"Wahai
Putri cantik, kau tak pantas tinggal di pinggir hutan yang sepi ini.
Tinggallah di istanaku. Kau akan kuangkat jadi permaisuriku. Tunggulah
tiga hari lagi, pengawalku akan menjemputmu dengan kereta yang ditarik
empat ekor kuda putih." Hati Putri Warna-Warni
berbunga-bunga mendengar perkataan sang pangeran. Sebentar lagi ia akan
menjadi permaisuri. Tak lagi hidup miskin, dan tak perlu tinggal di
pinggir hutan lagi. Namun si bunglon sangat sedih, karena merasa akan
ditinggal sendiri. Kegembiraan Putri Warna-Warni sampai terbawa ke mimpinya. Ia
bermimpi pesta pernikahannya berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.
Ada berbagai macam hiburan. Berbagai macam makanan dan minuman
dihidangkan. Namun sang pangeran tampak kecewa setelah tahu warna kulit
permaisurinya berubah-ubah terus. Kadang terlihat cantik, kadang terlihat
jelek. Mimpi itu membuat Putri Warna-Warni gelisah. Keesokan harinya,
kembali bermimpi. Seorang pertapa sakti muncul di hadapannya. Pertapa itu
berkata, "Mudah sekali menyembuhkan perubahan warna kulitmu itu Putri
Warna-Warni. Makanlah daging Bunglon sahabatmu itu. Maka kulitmu akan
normal kembali." Putri Warna-Warni menceritakan mimpinya itu kepada Bunglon
sahabatnya. Si Bunglon malah tersenyum mendengarnya, dan berkata, "Mimpiku juga sama dengan mimpimu, Putri Warna-Warni. Seorang
pertapa sakti memintaku untuk bersedia memberikan tubuhku buat
kesembuhanmu. Aku bersedia membantumu, Putri! Asal hidupmu bahagia bersama
Pangeran itu," ujar Bunglon tulus. Putri Warna-Warni
termenung. "Ayo, Putri Warna-Warni. Nanti malam, bakarlah tubuhku untuk
hidangan makan malammu," lagi-lagi Bunglon itu menawarkan diri. Putri Warna-Warni
terharu. "Tidak, Bunglon sahabatku. Aku tidak mau meraih kebahagiaan
dengan mengorbankan dirimu. Kau adalah sahabatku yang terbaik. Besok kalau
pengawal pangeran itu datang, biarlah kutolak ajakannya. Aku tidak mau
menjadi permaisuri. Biarlah aku menjadi Putri Warna-Warni seperti ini
saja. Asal kau tetap disampingku, Bunglon sahabatku." Dua sahabat itu akhirnya
berangkulan bahagia.
|