Raja Telinga Keledai
Oleh: Timbul Sudradjat
(Bobo No. 22/XXIX)
Raja Zanas memerintah
dengan sewenang-wenang. Kegemarannya menumpuk harta sebanyak mungkin yang
diperolehnya dari pajak rakyatnya. Raja Zanas selain tamak
juga seorang raa yang sangat kikir. Rakyat yang hidup sengsara tidak
sekalipun pernah dipikirkannya. Anehnya raja yang zalim
itu mempunyai kegemaran mendengarkan musik. Padahal kata orang-orang bijak
musik dapat memperhalus perasaan. Oleh karena itu yang menyukainya akan
mempunyai perasaan yang lembut tetapi cerdas. Salah satu kegemaran
Raja Zanas adalah mendengarkan tiupan suling. Kebetulan di negerinya ada
seorang peniup seruling yang sangat pandai bernama Tarajan. Raja Zanas
sangat memanjakan Tarajan dan kerap mengirim peniup seruling itu ke
seluruh penjuru negeri bahkan ke luar kerajaannya untuk berlomba. Tarajan
selalu jadi juara pertama dan memperoleh hadiah-hadiah yang menggiurkan.
Sayang karena hal itu Tarajan jadi sombong dan congkak. Karena sombongnya
Tarajan mengaku dapat mengalahkan Dewa Apolo. Seorang Dewa bangsa Yunani
yang sangat menguasai seni musik. Tarajan mengusulkan pada
Raja Zanas agar ia dipertandingkan dengan Apolo. Usul itu diterima dengan
baik bahkan raja merasa bangga jika Tarajan dapat mengalahkan pemain musik
dari kerajaan langit itu. Dewa Apolo yang
mendengar tantangan itu menyanggupi. Justru Dewa itu ingin memberi
pelajaran pada Tarajan dan Raja Zanas yang berkelakuan tidak lazim.
"Seandainya aku kalah biarlah aku mengabdi pada Raja Zanas seumur
hidupku. Tetapi andaikan aku yang menang aku minta separuh kerajaanmu dan
kuserahkan pada rakyatmu" kata Dewa Apolo. Raja Zanas dan Tarajan
setuju. Mereka begitu yakin dapat mengalahkan Apolo yang tampak masih
sangat muda itu. Pada hari yang telah
ditentukan pertandingan dimulai. Seluruh rakyat tumpah ruah ke halaman
Istana. Sedangkan Dewa Zeus sebagai penguasa seluruh khayangan ikut
menyaksikan tanpa seorang pun yang tahu. Sebagai penantang
Tarajan dipersilakan meniup seruling terlebih dahulu. Dengan pongah
Tarajan naik ke atas podium lalu segera meniup serulingnya. Seruling emas
berbalut intan permata milik Tarajan segera mengumandangkan lagu-lagi yang
sangat merdu. Naik turun seperti ombak. Lembut seperti angin pesisir.
Bergolak seperti ombak menerjang karang. Semua yang mendengarkan
bagaikan tersihir. Begitu hebatnya tiupan seruling Tarajan. Raja Zanas
tertawa terbahak-bahak dan yakin sekali peniup serulingnya akan keluar
jadi pemenang. Tetapi Dewa Apolo tenang. Diam bagaikan patung, tetapi
bibirnya tersenyum. Pertanda kagum juga pada permainan seruling Tarajan.
Dan ketika usai sorak ssorai seperti membelah angkasa. Tarajan berdiri
berkacak pinggang dengan wajah sangat pongah. Ketika giliran Dewa
Apolo, Dewa kesenian itu mengangkat serulingnya dengan cantik sekali.
Lembut bagaikan menimang bayi suci. Dan ketika bibirnya mulai meniupkan
sebuah lagu, langit berpendar-pendar antara siang dan malam. Rakyat yang
menonton terhanyut dalam irama yang luar biasa indah. Dengan mata terpejam
semua menari dengan lembut sekali. Mereka pun menyanyi sebuah lagu
kedamaian yang sekonyong saja mampu dinyanyikan. Rakyat yang jumlahnya
tidak terhitung itu larut dalam lagu-lagu dan irama yang sebelumnya tidak
pernah mereka dengarkan tetapi sangat merdu mendayu-dayu. Akhirnya Dewa
Zeus yang menampakkan diri menyatakan Apolo sebagai pemenangnya. Dan
meminta Raja Zanas seger memberikan separuh kerajaannya pada rakyatnya.
Tetapi raja kikir itu menolakk hingga membuat Dewa Zeus marah. "Selama kau
tidak memberikan pada rakyat apa yang telah kau janjikan, maka telingamu
akan membesar setiap hari." Kata Dewa Zeus. Memang benar. Telinga
Raja Zanas tiap hari semakin besar hingga sangat berat dan membuatnya
tidak bisa berdirii apalagi berjalan. Akhirnya Raja Zanas
menyerahkan separuh kerajaannya pada rakyatnya. Dan berjanji tidak lagi
kikir dan tamak. Dewa Zeuslah saksi dari ucapannya.
|