Perseteruan Evolusi–Antievolusi di Inggris Memanas |
Jumat, 26 Januari 2007 | |
Perseteruan para ilmuwan pendukung dan
penentang Darwinisme semakin memanas. Kali ini di Inggris, tanah tumpah
darah bapak evolusi, Charles Darwin
Hidayatullah.com--Mengawali tahun baru 2007 perseteruan antara para ilmuwan dan intelektual pendukung dan penentang Darwinisme semakin memanas. Kali ini di Inggris, tanah tumpah darah bapak evolusi, Charles Darwin. Begitulah, teori evolusi justru mendapatkan serangan gencar oleh ‘generasi penerus’ Darwin sendiri. Bahkan fakta penciptaan atau pun teori Intelligent Design (dalam bahasa Indonesia berarti Perancangan Cerdas), sebagai pembanding teori evolusi, sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah di Inggris. “Bulan ini, perseteruan itu semakin memanas ketika sekelompok ilmuwan meminta bertemu dengan Menteri Pendidikan Alan Johnson”, begitu papar BBC beberapa hari yang lalu. Pasalnya, para ilmuwan tersebut merasa kecewa lantaran pemerintah Inggris enggan mengijinkan pengajaran teori Perancangan Cerdas dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah-sekolah. Para menteri negeri itu hanya membolehkan perbincangan mengenai teori Perancangan Cerdas itu di pelajaran Pengetahuan Agama. Sedemikian pentingnya masalah ini, sampai-sampai Hannah Scott-Joynt dari BBC pada hari Ahad 21 Januari 2007 lalu menurunkan sebuah laporan khusus untuk sebuah acara bertajuk 'Heaven and Earth' (Langit dan Bumi). Sejumlah intelektual dan ilmuwan pun dihadirkan di studio untuk memperbincangkan topik yang sedang hangat ini. Teori Perancangan Cerdas meyakini keberadaan wujud perancang di luar alam ini yang berperan dalam penciptaan kehidupan di bumi. Teori ini berbeda dengan Kreasionisme (paham Penciptaan) dalam hal tidak digunakannya dalil-dalil Kitab suci atau rujukan agama apa pun untuk mendukung gagasan-gagasan mereka, termasuk penyebutan kata Tuhan secara terang-terangan. Para ilmuwan pendukung Perancangan Cerdas beralasan bahwa teori evolusi tidak mampu menjelaskan secara penuh asal usul dan perkembangan makhluk hidup di bumi. Menurut mereka, kehidupan di bumi, dan alam semesta secara umum, memperlihatkan sedemikian banyak keteraturan, kegunaan dan perancangan sehingga sudah pasti harus ada sang perancang di balik kemunculannya. Bagian terpenting dari teori Perancangan Cerdas adalah “desain atau rancangan” serta gagasan bahwa jagat raya dan makhluk hidup pastilah didesain atau dirancang, dengan cara atau proses apa pun dan tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa disengaja. Jajak Pendapat Januari tahun lalu, sebuah jajak pendapat yang melibatkan lebih dari 2000 orang dilakukan untuk acara BBC yang diberi nama Horizon. Terungkap bahwa kurang dari separuh warga Inggris menganggap teori evolusi sebagai penjelasan terbaik bagi perkembangan makhluk hidup. Selain itu, lebih dari 40% percaya bahwa paham penciptaan atau Perancangan Cerdas sepatutnya diajarkan dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah, papar situs BBC. Masih menurut sumber yang sama, sejumlah sekolah Kristen di Inggris mengajarkan Penciptaan di samping pelajaran Evolusi. Pada tahun 2006 salah satu dewan penyelenggara ujian sekolah di Inggris mengakui bahwa sebuah mata pelajaran biologi yang akan diberikan pada bulan September itu akan mendorong sekolah-sekolah untuk mempertimbangkan penjelasan lain tentang asal usul kehidupan selain evolusi. Rupanya, dengan pendekatan murni ilmiah pun, sebagian kalangan ilmuwan dan intelektual Inggris semakin tidak menemukan keabsahan ilmiah Darwinisme. Yakni paham yang menyatakan bahwa proses evolusi menghantarkan pada perkembangan kehidupan dan bahwa tidak ada bukti keberadaan ‘sang perancang’ atau ‘pencipta’ di balik kemunculan alam semesta ini. Setidaknya, para ilmuwan Inggris yang jujur pun mengakui bahwa evolusi masih belum bisa dikatakan fakta, karena rapuhnya bukti-bukti ilmiah yang ada. Ini adalah kenyataan yang diakui ilmuwan yang agnostik sekalipun, seperti misalnya Dr. Milton Wainwright, biologiwan di Universitas Sheffield, Inggris. Agnostik adalah orang yang menyatakan bahwa ia tidak tahu atau tidak mampu mengetahui apakah Tuhan itu ada. Dalam tulisannya yang dimuat harian Independent, 11 Agustus 2005, ia berkata, ”Sejumlah ahli biologi agnostik, seperti saya, tertarik dengan beragam bentuk penjelasan tentang rancangan atau tujuan dari fenomena alam; kami menamakan pendekatan ini ilmu pengetahuan. Tampaknya para evolusionis yakin bahwa mereka telah menemukan kesimpulan akhir tentang kehidupan, namun sebagian dari kami ragu bahwa mereka memiliki penjelasan lengkap, dan karenanya masih mencari.” Begitulah fakta sesungguhnya tentang teori evolusi, yang tidak dipercayai atau setidaknya masih diragukan banyak ilmuwan, termasuk ilmuwan yang tidak mengimani Tuhan. Sebagian kalangan ilmuwan dan intelektual Inggris bersikap lebih dari sekedar bersuara secara lisan dalam mengungkap kebenaran ini. Mereka ini dengan gigih memperjuangkan disahkannya pengajaran beberapa penjelasan tentang asal usul kehidupan secara berimbang di sekolah-sekolah, agar evolusi bukan lagi satu-satunya penjelasan. Mendidik siswa agar kritis terhadap teori evolusi termasuk yang mereka perjuangkan. Di antara mereka ada yang tergabung dalam lembaga bernama Truth in Science (Kebenaran dalam Ilmu Pengetahuan), dengan para tokohnya seperti Andy McIntosh, professor teori termodinamik dan pembakaran di universitas Leeds dan penulis lebih dari 100 tulisan ilmiah hasil penelitian. Penelitian prof. McIntosh meliputi biomimetika, sebuah cabang ilmu pengetahuan terbaru, di dalamnya mencakup mekanisme alamiah yang dipelajari dengan tujuan penerapannya di bidang rekayasa. Ia telah menulis banyak karya seputar perseteruan tentang asal usul kehidupan dan alam semesta. Tergabung pula dalam lembaga tersebut, yang bersitus di http://www.truthinscience.org.uk/, Stuart Burgess, professor di bidang Rancangan dan Alam, sekaligus kepala jurusan teknik mesin di Universitas Bristol. Ia melakukan penelitian di bidang analisis mekanisme terbang serangga dan efisiensi struktur pada pohon. Prof. Burgess adalah pemenang medali emas Worshipful Company of Turners pada rancangan sistem penempatan perangkat surya pada satelit pemantau bumi ENVISAT yang bernilai 1.4 miliar poundsterling Inggris. Begitulah sekilas gambaran perjuangan gigih para pakar Inggris melawan teori evolusi yang semakin mendapatkan penentangan di negeri asalnya, Inggris. Bagaimana dengan para ilmuwan Indonesia?? [cr/cha] |