CARI :

Sampaikan kepada rekan Cetak berita ini


Senin, 13 Desember 2004

Buah Ketauhidan

''Hiduplah sebagai seorang sahabat yang terbaik bagi segenap temanmu. Jadikanlah nama-mu sebagai perlambang bantuan bagi orang-orang yang tertindas. Dan, jadikanlah diri-mu sebagai pohon hijau yang rindang bagi istirahatnya orang-orang lelah dan kepanasan."
(Sayyid Muhammad Wakil)

Suatu ketika Rasulullah SAW mengumpulkan kaum kerabatnya dari suku Quraisy di Bukit Shaffa. Ketika itu ditawarkanlah kepada mereka satu kalimat yang dengan kalimat itu mereka dapat menguasai dunia. Mereka berkata, "Jangankan satu, sepuluh pun kami mau". Namun, ketika Rasul mengajak mereka kepada kalimat thayyibah; Laa ilaha ilallahu, dengan serta merta mereka menolak bahkan mencaci maki Rasul.

Peristiwa yang sama terjadi pula ketika seorang sahabat mendakwahkan kalimat tersebut pada sekelompok Arab Badawi. Mereka menjawab, "Ini adalah kalimat yang dibenci para raja". Sebagian lagi menjawab, "Kalimat ini akan membuat para pengikutnya diusir dari kampung halamannya sendiri". (Dikutip dari Thariiqud Dakwah, Sayyid Quthb).

Begitulah reaksi yang datang dari mereka yang diajak kembali kepada kalimat fitrah ini. Reaksi tersebut memperlihatkan bahwa Arab jahiliyah dahulu sangat paham akan konsekuensi yang tersirat dari kalimat tersebut. Hanya saja belenggu adat, nafsu duniawi, egoisme, dan kebodohanlah yang lebih mendominasi pemikiran mereka sehingga mereka ingkar.

Allah SWT berfirman, "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah'. Mereka menjawab: '(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami'. "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?"

Dalam QS Al-Baqarah 170-171 diungkapkan pula, "Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti".

Menurut Prof Dr Nurcholis Madjid, kalimat thayyibah adalah senjata terampuh untuk membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kemanusiaan dan segala bentuk kepercayaan yang batil. Kalimat "Tiada Tuhan kecuali Allah" terdiri atas penolakan (negasi) dan penetapan (afirmasi). Penafian ini adalah ungkapan pertama syahadat, "tiada Tuhan" atau "tiada sesuatu bentuk Tuhan apa pun", dengan penetapan yang sempurna: "kecuali Allah".

Allah SWT menganalogikan orang-orang bertauhid ini seperti sebuah pohon. "Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhan-Nya. Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat" (QS Ibrahim: 24). Seorang Muslim yang memahami kalimat tersebut, kehidupannya akan mencerminkan karakteristik sebuah pohon yang kuat lagi banyak manfaatnya. Ada empat sifat pohon tauhid yang mempengaruhi mereka.

Pertama, bahwa ketauhidan dan mahabbatullah akan terhunjam dalam lubuk hati bagaikan sebuah pohon yang akarnya teguh menghunjam ke bumi. Ia senantiasa lentur diterpa angin, kokoh tidak tercerabut. Seseorang yang telah bertauhid sepenuhnya akan menjalani hidup dengan ringan. Ia pun akan mampu menghadang segala macam godaan dan tipuan setan yang menjerumuskan. Ketauhidan yang kokoh akan melahirkan orang-orang yang rela mengorbankan apa pun juga demi kebenaran, meski nyawa mereka menjadi taruhannya. Kisah-kisah heroik dari para sahabat adalah teladan terbaik yang dapat dilihat dari orang yang keimanannya telah tertancap kokoh di relung sanubarinya.

Kedua, ketauhidan yang telah tertancap kokoh di hati akan membawa seorang Muslim ke puncak prestasi. Ia akan menjadi mercusuar bagi umat yang lain seperti sebuah pohon yang cabangnya menjulang ke langit. Pribadi-pribadi semacam ini dapat kita saksikan pada masa Rasulullah dan para sahabat. Berbekal ketauhidan mereka dapat menggapai puncak prestasi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam politik, militer, ilmu pengetahuan, hingga lapangan spiritual.

Kalimat tauhid telah pula membawa mereka dari kegelapan kepada cahaya terang benderang; dari suku barbar menjadi suku paling disegani sebagai pembawa cahaya kemajuan bagi dunia. Pantas kalau Rasulullah SAW menawarkan kepada orang Quraisy suatu kalimat yang dengannya mereka dapat menguasai dunia. Rasulullah SAW sudah menduga bahwa kelak di kemudian hari umatnya akan menggenggam dunia. Syaratnya, mereka tetap dengan keimanan dan ketauhidan yang kokoh.

Betapa tidak, dengan kalimat tersebut tidak ada lagi penghambaan, ketakutan, dan rintangan berat yang akan membelenggu; karena semuanya dikembalikan kepada Allah. Hanya Allah-lah yang dipertuan, hanya Allah-lah yang ditakuti, dan hanya kepada Allah-lah memohon pertolongan atas setiap hadangan dan rintangan yang menghalangi. Dalam bahasa Ary Ginanjar Agustian, penulis ESQ Power, manusia seperti ini termasuk manusia digital. Yaitu manusia yang memformulasikan rumus 1/0=~ (tak terhingga); manusia yang meng-nol-kan diri di hadapan Allah, sehingga pertolongan Allah tidak lagi terbatas pada dirinya.

Ketiga, ketauhidan akan melahirkan ketaatan dan penghambaan total kepada Allah, seperti sebuah pohon yang menghasilkan buah-buahan segar, harum, lezat, dan bergizi pula. Ketauhidan akan berbuah ketaatan dan amal serta pembebasan manusia dari segala macam belenggu. Seseorang yang mengenal Allah tentu akan memahami tujuan hidupnya. Tujuan untuk apa ia diciptakan, sehingga ia akan menjalani hidup dengan penuh vitalitas dan beribadah dengan penuh keikhlasan.

Keempat, seorang Muslim yang telah bertauhid akan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi lingkungannya, menjadi peneduh orang yang kepanasan, dan akhlaknya sedap dipandang mata; bagaikan sebuah pohon yang selalu ramah lingkungan, teduh, dan menyedapkan pandangan. Sayyid Muhammad Wakil dengan kata-kata yang indah menggambarkan karakter pribadi ini: "Hiduplah sebagai seorang sahabat yang terbaik bagi segenap temanmu. Jadikanlah nama-mu sebagai perlambang bantuan bagi orang-orang yang tertindas. Dan, jadikanlah diri-mu sebagai pohon hijau yang rindang bagi istirahatnya orang-orang lelah dan kepanasan".

Tidak mudah untuk menggapai kualitas hidup seperti itu. Seseorang yang telah "mendaftarkan diri" sebagai Muslim secara verbal harus diuji dalam pergumulan hidup yang nyata, sehingga nyata seberapa jauh kualitas keimanannya (QS 29: 2-3). Bentuk ujiannya beraneka ragam. Tapi semua terfokus pada satu hal, yaitu sejauh mana kita mendahulukan "kehendak" Allah di atas kehendak pribadi maupun golongan.

Karena itu, seorang Muslim, dalam kondisi apapun, harus terus memupuk dan menyiram pohon ketauhidan tersebut, hingga keimanannya semakin sempurna. Ilmu dan mahabbah adalah pupuk dari pohon tauhid, selain bahwa kesempurnaan seorang hamba tergantung pada kedua hal tersebut. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengungkapkan bahwa sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu tentang Allah dan mahabbah tertinggi adalah mencintai-Nya. Wallahu a'lam bish-shawab.

( ems )



 

 

� 2005 Hak Cipta oleh Republika Online
Dilarang menyalin atau mengutip seluruh atau sebagian isi berita tanpa ijin tertulis dari Republika