Dikuitp dari : www.republika.co.id
Oleh :
Khaeron Sirin
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk kedua kalinya,
International Conference of Islamic Scholars (ICIS) digelar pada 20-22
Juni 2006. Perhelatan akbar yang diinisiatifi Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) tersebut dihadiri sejumlah tokoh dan cendekiawan dari
berbagai negara. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menjembatani
hubungan antara dunia Islam dan Barat, mencari solusi penyelesaian
konflik yang terjadi di internal agama (Islam), serta menggagas
terwujudnya Islam yang produktif, damai dan maju.
Gagasan untuk menggelar
konferensi bertema ''Menegakkan Islam Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam
Menuju Keadilan dan Perdamaian Global'', itu, terkait dengan maraknya
fenomena konflik dan kekerasan yang melibatkan identitas agama di
berbagai negara. Terlebih, konflik itu terjadi bukan saja pada
keyakinan keagamaan yang berbeda, tapi juga pada keyakinan agama yang
sama.
Merintis jalan baru
Jika
ditelusuri lebih jauh, munculnya pertentangan, ketegangan, bahkan
konflik adalah satu hal yang sulit dihindari dalam memahami suatu
ajaran (agama). Di satu sisi, ketegangan ataupun konflik itu muncul
oleh suatu keniscayaan untuk mempertahankan segi doktrinal suatu agama
dalam situasi kehidupan dunia yang selalu berubah. Sementara di sisi
lain, ketengan dan konflik itu muncul oleh proses sosiologis.
Kehadiran suatu (pemikiran)
agama kerap kali memberikan dasar bagi proses pelembagaan sosial,
politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dari sinilah,
kemudian lahir semacam elite agama yang sekaligus elite sosial,
politik, dan ekonomi dalam masyarakatnya. Ketegangan dan konflik akan
muncul dalam proses semacam itu, yaitu ketika muncul gerakan pemikiran
(agama) baru yang berupaya menggantikan pemikiran lampau.
Di atas semua itu,
ketegangan dan konflik di sekitar pemahaman keagamaan lebih berupa
pertentangan antara apa yang dianggap sebagai doktrin agama (Islam) dan
dunia. Dengan kata lain, agama (Islam) sering dimaknai sebagai ajaran
yang bukan bersifat dunia --dalam pengertian bahwa unsur ilahiah
mendominasi doktrin Islam yang dihadirkan ke dunia ini. Karena itulah,
persoalan tersebut perlu dicarikan solusinya agar tidak muncul konflik
di internal pemeluk agama (Islam).
ICIS II yang dihadiri para
cendekiawan Muslim tersebut diharapkan mampu merintis jalan baru untuk
mempromosikan toleransi, kedamaian, dan keharmonisan, baik internal
ataupun antarumat beragama. Salah satunya, dengan menggiatkan dialog
sebagai cara paling efektif untuk menumbuhkan toleransi dan kedamaian,
baik internal ataupun antarumat beragama.
Semangat dialog ini perlu
diprioritaskan mengingat Islam adalah agama yang memberi rahmat bagi
semesta alam. Dan dalam sejarahnya, Islam memang telah menjadi rahmat.
Di sinilah Islam akan menemukan tempatnya yang sejati bagi kehidupan
umat di muka bumi ini.
Islam dapat berperan besar
dalam membentuk zaman selagi para tokoh Muslim bisa mengemas Islam
sesuai dengan tuntutan zaman. Islam akan menjadi salah satu agama
alternatif yang paling cocok di era global dan masa mendatang, serta
kekuatan penting di dunia jika umat Islam mengerti mengerti tren global
yang ditandai dengan revolusi peradaban yang begitu kuat.
Sehingga dunia Islam secara
kualitas akan menjadi lebih maju dan bisa menawarkan kesegaran baru
bagi masyarakat yang mulai menemukan kehampaan dunia. Mungkin, bukan
waktunya 'mengislamkan' negara-negara, tapi yang lebih penting adalah
mengislamkan jiwa dan raga setiap individu. Karena bisa jadi pengontrol
dunia di masa depan berada di tangan individu-individu bebas yang tidak
mempunyai ikatan dengan negara tertentu, tapi punya jaringan luas.
Menjadi tugas para penggerak
dan pemimpin umat untuk berusaha semaksimal mungkin agar peradaban
Islam yang mulia bisa segera hadir dan memberi kebaikan, ketenteraman,
kedamaian, dan keadilan kepada seluruh umat manusia. Dalam hal ini,
Islam harus dilihat sebagai ajaran yang terbuka dan lentur terhadap
kenyataan-kenyataan sosial, ekonomi, politik dan budaya dalam
masyarakat dunia.
Dinamika Islam dan perannya
harus senantiasa dilihat dari sejauh mana Islam menyediakan diri
bergulat dan mengarahkan perubahan-perubahan ke arah kehidupan yang
lebih adil dan damai. Dalam kerangka ini, pemikiran Islam harus
didorong untuk terus terlibat dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai
kemanusiaan universal. Dengan cara inilah, kehadiran Islam saat ini
memiliki akar logis di tengah bangsa dan masyarakat dunia.
Dari sinilah, perkembangan
pemikiran Islam hendaknya lebih ditekankan pada keyakinan bahwa Islam
adalah ajaran universal dan total. Karena itu, Islam mesti terlibat
dalam persoalan-persoalan struktur nilai dan sistem kehidupan
universal. Dasar-dasar ajaran Islam merupakan potensi bagi sistem
kehidupan alternatif selain yang ditawarkan oleh sistem kehidupan Barat
untuk mengambil peran positif dalam memecahkan krisis kemanusiaan
universal dewasa ini.
Dengan demikian, nilai-nilai
agama (Islam) sudah semestinya didekatkan dengan perubahan dan
modernitas sebagai respons terhadap kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan, ekonomi, budaya, teknologi dan sebagainya. Misalnya saja,
dengan menempatkan nilai-nilai agama sebagai faktor yang dapat
menggiring perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, dan teknologi ke arah
yang lebih humanis. Selain itu, penekanan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan yang sifatnya universal yang terkandung dalam ajaran agama
justru bisa mengurangi kemungkinan terjadinya konflik.
Harapan ke depan
Di
samping berani memahami pemikiran keagamaan yang berkembang saat ini,
umat Islam juga harus berani membuka diri berdialog dengan Barat.
Sebab, bagaimanapun, dunia Islam dan Barat punya andil yang besar atas
berhasil-tidaknya membangun peradaban dunia saat ini.
Dibutuhkan keterbukaan dari
masing-masing pihak untuk menerima kenyataan perbedaan. Barat tidak
berhak lagi memaksa Islam menerima sesuatu dari pengalaman Barat.
Sebaliknya, Islam juga tidak perlu memaksakan diri untuk menghancurkan
sistem kapitalisme Barat demi memperoleh superioritasnya. Sebab,
peradaban bisa berjalan dengan baik jika masing-masing pihak bisa
terbuka dan menerima perbedaan sebagai 'fitrah' kehidupan manusia di
muka bumi ini.
Maka, gagasan ICIS II untuk
menjembatani dialog peradaban Islam-Barat sangatlah strategis,
mengingat dunia Islam saat ini merupakan kekuatan dunia yang tak
terbantahkan. Dalam hal ini, dunia Islam punya potensi besar untuk
membangun sebuah peradaban dunia. Sebab, sejatinya agama Islam yang
diajarkan adalah agama yang mengedepankan toleransi, kerendahan hati,
saling menghormati, serta senantiasa mendorong keharmonisan sosial.
Nilai dan ajaran itulah yang berpotensi menjadi dasar pijakan bagi
masyarakat dunia untuk membangun dialog dan kerja sama antara dunia
Islam dan dunia Barat.
Dialog merupakan langkah
penting yang harus dilakukan, seiring terjadinya kesalahpahaman dan
kurangnya perhatian di antara dunia Islam dan Barat atas persoalan yang
sebenarnya bisa dihadapi secara bersama. Dialog juga akan menjadi
landasan penting untuk meningkatkan kerja sama antara Islam dan Barat,
atau antar-budaya dan agama yang berbeda. Tujuannya, untuk meningkatkan
kesadaran hati nurani dan etika global yang mewakili jatidiri semua
manusia di muka bumi, yang berusaha menyuarakan dan menjaga kepentingan
bersama, semisal menjaga dan melindungi kelestarian alam.
Dari sinilah, ICIS II diharapkan bisa merumuskan action plan (rencana aksi) untuk bisa mengembangkan dan mengaktualisasikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin,
membangun rasa saling percaya, pengertian dan penghormatan antara Islam
dan Barat. Selain itu, juga bisa mencari jalan baru bagi tersedianya
dialog yang konstruktif dan kerja sama di antara lembaga-lembaga dan
masyarakat Islam dari seluruh kawasan.
Ke depan, perkembangan
pemikiran Islam di dunia hendaknya bisa menjadi pelajaran yang berharga
bagi generasi umat saat ini. Pemahaman bahwa Islam sebagai agama yang
mengajarkan keadilan dan perdamaian hendaknya juga bisa menjadi pijakan
untuk memulai hubungan dan kerja sama antara dua dunia itu. Semoga
perhelatan akbar itu bisa memberi napas baru bagi umat Islam dan
menjadi langkah konkret membangun tata dunia baru yang berkeadilan,
damai, dan sejahtera. Wallahu a'lam.
Ikhtisar:
- ICIS II yang dihadiri para
tokoh dan cendekiawan dari berbagai negara diharapkan mampu merintis
jalan baru untuk mempromosikan toleransi, kedamaian, dan keharmonisan,
baik internal ataupun antarumat beragama.
- Merupakan tugas para
penggerak dan pemimpin umat untuk menampilkan peradaban Islam yang
mulia untuk memberi kebaikan, ketenteraman, kedamaian, dan keadilan
kepada seluruh umat manusia.
- Islam akan menjadi
alternatif yang paling cocok di era global dan masa datang jika umat
Islam mengerti tren global yang ditandai revolusi peradaban yang begitu
kuat. Islam dapat berperan besar dalam membentuk zaman selagi para
tokoh Muslim bisa mengemasnya sesuai tuntutan zaman.
- Gagasan ICIS II untuk
menjembatani dialog peradaban Islam-Barat sangatlah strategis,
mengingat dunia Islam saat ini merupakan kekuatan dunia yang tak
terbantahkan. Dalam hal ini, dunia Islam punya potensi besar untuk
membangun sebuah peradaban dunia.