analisa : Bursa Saham Dalam
Perspektif Islam oleh : Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih dan
Prof. Dr. Shalah ash-Shawi
Hukum-Hukum Syari'at Tentang Transaksi Bursa
Saham
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa
itu di antaranya ada yang bersifat instant, pasti dan permanen, dan
ada juga yang berjangka dengan syarat uang di muka. Di lihat dari
objeknya terkadang berupa jual beli barang komoditi biasa, dan
terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro.
Karena
transaksinya bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak
mungkin ditetapkan hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci
terlebih dahulu baru masing-masing jenis transaksi ditentukan
hukumnya secara terpisah.
Lembaga Pengkajian fiqih yang
mengikut Rabithah al-alam al-Islami telah merinci dan menetapkan
hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan ketujuh mereka yang
diadakan pada tahun 1404 H di Makkah al-Mukarramah. Sehubungan
dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai
berikut:
Pertama: Pasar bursa saham itu target
utamanya adalah menciptakan pasar tetap dan simultan dimana
mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang dan pembeli
dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal
yang baik dan berman-faat, dapat mencegah para pengusaha yang
mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin
melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya,
bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu
kepa-da mereka.
Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini
dalam dunia bursa saham tersebut terselimuti oleh berbagai macam
transaksi yang amat berbahaya menurut syariat, seperti perjudian,
memanfa-atkan ketidaktahuan orang, memakan uang orang dengan cara
haram. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk
bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus di-jelaskan
adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya
satu persatu secara terpisah.
Kedua: Bahwa transaksi
instant terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk
diserahterimakan bila syaratkan harus ada serah terima langsung pada
saat transaksi menurut syariat, adalah transaksi yang dibolehkan.
Selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariat
pula. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus
dipe-nuhi syarat-syarat jual beli as-Salm. Setelah itu baru
pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun belum diterimanya.
Ketiga: Sesungguhnya transaksi instant terhadap
saham-saham perusahaan dan badan usaha kalau saham-saham itu me-mang
berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menu-rut syariat,
selama perusahaan atau badan usaha tersebut dasar usahanya tidak
haram, seperti bank riba, perusahaan minuman keras dan sejenisnya.
Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.
Keempat: Bahwa transaksi instant maupun berjangka
terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam
bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu
adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.
Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala
ben-tuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan
barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan
cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut
syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan
dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerah-kannya kemudian
hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat berdasarkan
hadits shahih dari Rasulullah a bahwa beliau bersabda, "Janganlah
engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki." Demikian juga
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shahih dari
Zaid bin Tsabit y, bahwa Nabi a melarang menjual barang dimana
barang itu dibeli, sehingga para saudagar itu mengangkutnya ke
tempat-tempat mereka.
Keenam: Transaksi berjangka
dalam pasar bursa bukanlah jual beli as-Salm yang dibolehkan
dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:
a) Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung
saat transaksi. Namun ditangguhkan pembayarannya sampai pe-nutupan
pasar bursa. Sementara dalam jual beli as-Salm harga barang harus
dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.
b) Dalam pasar
bursa barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat dalam
kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak lain hanyalah tetap
memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada
para pembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan, secara
spekulatif melihat untung rugi-nya. Persis seperti perjudian.
Padahal dalam jual beli as-Salm tidak boleh menjual barang sebelum
diterima.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Lembaga
Pengkajian Fiqih Islam berpandangan bahwa para pemerintah di
berbagai negeri Islam berkewajiban untuk tidak membiarkan
bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka sesuka hati dengan
membuat berbagai transaksi dan jual beli di Negara-negara mereka,
baiknya hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak
memberi peluang orang-orang yang mempermainkan harga se-hingga
menggiring kepada bencana finansial dan merusak pere-konomian secara
umum, dan pada akhirnya menimbulkan mala-petaka kepada kebanyakan
orang. Karena kebaikan yang sesung-guhnya adalah dengan berpegang
pada ajaran syariat Islam pada segala sesuatu. Allah berfirman:
Artinya,"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan
kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu bertakwa." (Al-An'am: 153).
Allah adalah Juru
Penolong yang memberikan taufik, yang memberi petunjuk menuju jalan
yang lurus. Semoga sha-lawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad.
Hit : 0 | IndexJudul
| IndexSubjudul
| kirim
ke teman | versi
cetak |