analisa : Jual Beli Kredit Dan
Permasalahannya...!! oleh : oleh : Prof. Dr. Abdullah
al-Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash-Shawi
Syubhat Golongan Yang Melarang
Dalam
mengharamkan jual beli ini (kredit dengan harga lebih besar) mereka
beralasan bahwa tambahan tersebut sebagai padanan dari pertambahan
waktu. Mengambil keuntungan tam-bahan dari pertambahan waktu
termasuk riba.
Alasan ini bisa dibantah, bahwa tambahan
tersebut tidak bisa digolongkan sebagai riba yang diharamkan
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Bahwasanya semua komoditi
riba fadhal yang enam bila dijual dengan yang sejenis, maka
diharam-kan sebagai riba karena kelebihan salah satu barang
transaksinya dan karena penundaan serah terima (emas dengan emas
atau dolar dengan dolar). Dan kalau sesuatu itu dijual atau dibarter
dengan jenis lain namun memiliki kesamaan ‘illah/ alasan
hukum (emas dengan perak, dolar dengan juneih), boleh dilebihkan
salah satunya, namun tidak boleh dilakukan dan serah terima
tertunda. Dan apabila yang dibarter adalah barang dengan yang tidak
sejenis dan tidak sama ‘illat-nya (emas dengan gandum atau
dolar dengan kurma) boleh dilebihkan salah satunya dan juga
dibo-lehkan serah terima tertunda. Yakni dibolehkan perbedaan harga
karena perbedaan jenis, dan dibolehkan perbedaan harga karena
penangguhan serah terima.
Mereka yang mengharamkan juga
beralasan dengan nash-nash umum yang mengharamkan riba, bahwa jual
beli ini juga tergolong riba. Namun keumuman nash ini
dikonfrontasikan dengan nash-nash umum lain yang menghalalkan jual
beli secara kontan dan tertunda pembayaran atau serah terima
barangnya. Dan jual beli ini juga termasuk di antaranya.
Mereka juga beralasan dengan riwayat larangan melakukan dua
perjanjian dalam satu aktivitas jual beli, sebagaimana dalam sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : "Barangsiapa yang
melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli, maka ia
harus mengambil keuntungan terendah, bila tidak berarti ia melakukan
riba." (Diriwayatkan oleh Abu Daud 2461. Diriwayatkan juga oleh
Ibnu Hibban dalam Shahihnya 4974. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi
1231. Diriwayatkan oleh an-Nasai VII: 296. Diriwayatkan juga oleh
al-Hakim II: 45, dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim.)
Namun alasan ini dapat dibantah kalau pun dimisalkan hadits
ini shahih, maka dua perjanjian dalam satu aktivitas jual beli itu
ditafsirkan sebagai jual beli ‘inah, bukan jual beli dengan
pembayaran tertunda semacam ini. Maksudnya (‘inah) adalah membeli
barang untuk dibayar tertunda, kemudian mengem-balikan barang itu
kepada penjual dan menjualnya dengan harga lebih murah secara
kontan. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah jual beli manipulatif
sebagai riba tersembunyi dengan cara yang menyamarkannya, di mana
barang dagangan hanya dijadikan se-bagai mediator kosong saja, untuk
melegalitas peminjaman uang berbunga.
Ada juga yang
berpendapat bahwa arti dua transaksi dalam satu jual beli itu adalah
terjadinya dua jual beli pada satu barang transaksi. Caranya adalah
dengan memberikan pinjaman uang satu dinar untuk membeli satu kilo
gandum misalnya dan dibayar tiga bulan kemudian. Bila sudah datang
waktu pembayarannya, si penjual itu berkata, "Juallah kepadaku
gandum milikmu itu dengan lima ratus kilo dalam jangka enam bulan,"
misalnya. Ini adalah jual beli kedua yang masuk dalam jual beli
pertama. Ada juga yang berpendapat bahwa artinya adalah seseorang
yang mengatakan, "Kamu jual kepadaku barang ini dengan syarat engkau
juga menjual rumahmu kepadaku." Ini adalah penafsiran Imam
asy-Syafi’i. Ada juga yang berpendapat bahwa artinya adalah bila
seseorang berkata, "Saya jual barang ini kepadamu secara kontan
dengan harga sepuluh juta, dan dengan harga lima belas juta bila
dibayar dalam jangka setahun." Lalu si pembeli mengambil barang itu
tanpa menentukan harga mana dengan jangka waktu yang mana yang dia
pilih. Ini adalah penafsiran Malik dan salah satu pendapat
asy-Syafi’i. Alasan dilarangnya jual beli ini adalah adanya
manipulasi yang muncul dari ketidaktahuan ukuran harga yang
sesungguhnya.
Yang perlu diingatkan di sini bahwa apabila
pembeli terlambat membayar cicilan kredit, tidak dibolehkan bagi
penjual untuk memberikan denda keuangan sebagai kompensasi
keter-lambatannya. Namun ia berhak untuk menuntut pembayaran sisa
cicilan ketika terjadi ketidakmampuan membayar, bila itu ter-masuk
dalam akad kreditnya.
Hit : 0 | IndexJudul
| IndexSubjudul
| kirim
ke teman | versi
cetak |