Penerbit: Pustaka Darul Hikmah Bima (14 Agustus 1987) Oleh: DR. Yusuf Al-Qardhawi Penerjemah: H. Abd. Rahim Haris BAB I TAUHID 1. Iman Kepada Allah, dasar seluruh aqidah Iman
kepada Allah - Dzat ghaib Yang Maha Agung dan Maha Kuasa, Yang harus
dipatuhi dan diibadati - adalah ruh agama, atau agama, yang juga adalah
ruh Islam dan dasar seluruh akidah. Demikian dijelaskan dalam
Kitabullah dan sunnah Rasulullah Saw. Ketika Al-Qur'anul Karim
berbicara tentang rukun iman dan implikasinya, maka iman kepada Allah
ditempatkan pada rukun yang pertama dari seluruh rukun iman. Firman Allah : "
Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari
tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya" (Al-Baqarah 285)
"
Akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah iman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi..." (Al-Baqarah 177) "
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
RasulNya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya, serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya" (An-Nisa 136)
Dalam hadits yang mashur, ketika Rasulullah Saw menjawab pertanyaan malaikat Jibril tentang iman, beliau bersabda : "
Iman, ialah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya,
kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhirat, dan nasib baik dan buruk"
(R. Muslim)
Dengan demikian, iman kepada Allah merupakan dasar utama dan pertama
dalam kerangka keimanan. Sementara rukun iman yang lainnya merupakan
tambahan dan implikasi dari rukun pertama itu. Karena dia merupakan
bagian dari iman kepada Allah dan terbina atas landasan iman kepadaNya.
Maka setelah seseorang beriman kepada Allah, dia harus beriman pula
kepada malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, perjumpaan
denganNya, Qadha dan QadarNya. Tidak akan terwujud iman kepada rasul
melainkan setelah beriman kepada pengutus rasul, dan tidak pula terujud
iman kepada hari pembalasan dan perhitungan amal, melainkan setelah
beriman kepada pemberi balasan dan penghitung amal. Iman
kepada Allah mencakup keharusan iman kepada wujud-Nya, ke-Esaan-Nya,
Ketuhanan-Nya, nama-namaNya yang baik (Asmaa'ul Husna), dan
sifat-sifat-Nya yang Agung, yang mencerminkan kesempurnaan dan
kesucian-Nya dari seluruh sifat-sifat kekurangan dan kelemahan. Dalam
studi yang lalu (Wujud Allah) telah nampak dengan jelas bahwa: wujud
(eksistensi) Allah merupakan kebenaran yang tidak diragukan. Bahkan
kebenaran utama dari kebenaran lain. Hal itu telah dinyatakan oleh
fitrah manusia yang sehat, dibuktikan oleh akal yang jernih dan
ditegaskan oleh ilmuwan dan cendekiawan melalui kenyataan-kenyataan
yang telah mereka saksikan tentang alam dan diri mereka sendiri berupa
keajaiban-keajaiban ciptaan dan keteraturan-keteraturan alam. Bila
sebagian manusia yang telah mempercayai eksistensi Allah tak mengatakan
tentang adanya Allah bukan berarti Dia tidak ada, tapi lantaran terlalu
Agung dan besarnya Allah. Bila sebagian manusia tidak mengakui
keberadaan Allah, maka berarti si manusia itu telah berbuat sombong,
mengkhianati fitrah dan menganiaya logika dan pengetahuannya. Manusia
yang demikian berarti dia mengingkari Allah dan menyeleweng dari
kaidah dasar yang dimilikinya. 2. Islam memfokuskan tauhid Ajaran
Islam tidak hanya memfokuskan iman itu kepada wujud Allah semata.
Karena wujudnya Allah diakui juga oleh semua manusia. Tetapi, iman
dalam Islam lebih memfokuskan kepada aqidah Tauhidullah (Esa-nya,
sifat-sifatNya, dan asmaNya) yang merupaka aqidah dan jiwa keberadan
Islam. Tauhid ialah beriman kepada Allah Yang Esa, Yang menciptakan dan mengatur, Yang kepada-Nya tempat kembali. Tuhan
segala sesuatu, dan Pengatur seluruh urusan alam dan kehidupan. Hanya
dia satu-satunya yang layak disembah, bukan untuk diingkari, dan yang
berhak dipatuhi bukan untuk dima'siati. Firman Allah : "(Yang
Memiliki) sifat-sifat yang demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak
ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu; maka sembahlah Dia; dan
Dia adalah Pemelihara segala sesuatu; Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata; sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan;
dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui" (Al-An'am 102-103)
Islam
datang disaat-saat kemusyrikan sedang merajalela di penjuru dunia.
Tidak seorangpun yang menyembah Allah, kecuali segelintir manusia dari
golongan Hunafa (pengikut Nabi Ibrahim a.s.) dan sisa sisa penganut
ahli kitab yang selamat dari pengaruh tahayyul animisme yang telah
menodai kesucian agama Allah. Contoh : Bangsa Arab Kejahiliyahan
bangsa Arab telah tenggelam jauh ke dalam animisme. Sampai-sampai
Ka'bah yang dibangun untuk tempat peribadatan kepada Allah, telah
dikelilingi oleh 360 berhala. Dan malah di setiap rumah penduduk Mekkah
ditemukan berhala sesembahan penghuninya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Raja' Al-Athaaridy disebutkan : "
Kami pernah menyembah batu, bila kami menemukan batu yang lebih baik
daripadanya kami buang batu itu dan mengambil batu yang lain. Bila kami
tidak menemukan batu maka kami menumpuk serakan-serakan debu kemudian
mengambil seekor kambing untuk diperas susunya di atas (tumpukan debu)
itu kemudian kami tawaf mengelilinginya" ( R. Bukhari)
Selain
itu, mereka membuat tumpukan-tumpukan korma yang dibungkus untuk
dijadikan tuhan. Banyak di antara mereka yang membawa serta
bungkusan-bungkusan korma dalam perjalanan-perjalanan jauh. Bila
perbekalan sudah habis dan terasa lapar, maka bungkusan korma itu
dimakannya. Bentuk ketuhanan semacam ini telah diungkapkan oleh
Al-Qur'an yang berbunyi : "
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tak dapat mereka rebut
kembali daripadanya, lemah yang menuntut dan yang dituntut" ( Al-Hajj ayat 73 ).
Di
India, animisme telah mencapai puncaknya pada abad VI Masehi, sehingga
jumlah ketuhanan pada masa itu mencapai +/- 330 juta macam tuhan.
Sampai-sampai agama langitpun tidak luput dari pengaruh animisme yang
menodai kesuciannya. Firman Allah : " Berkata orang-orang Yahudi bahwa Uzair itu anak Allah, dan berkata orang-orang Nashara bahwa Isa itu anak Allah" (At-Taubah 30)
Menurut orang-orang Kristen bahwa Yesus adalah tuhan yang paling benar dari Tuhan yang benar. Bentuk
kemusyrikan semacam itu telah menyebar luas dalam kehidupan banyak
bangsa. Keyakinan bahwa tuhan mempunyai anak laki-laki atau perempuan
untuk disembah selain Allah atau bersama Allah, dianut oleh orang-orang
India kuno, Krisna dan Budha. Demikian pula pengakuan pengakuan bangsa arab bahwa malaikat adalah putri-putri Allah. " Dan mereka berkata "(Tuhan) Pemurah mempunyai anak". Maha Suci Ia. Bahkan mereka itu hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka
tidak mendahului Dia dengan perkataan: mereka (hanya) mengerjakan
(sesuatu) menurut perintahNya. Ia mengetahui apa yang di hadapan mereka
dan apa yang di belakang mereka: dan tidak mereka mintakan pertolongan
melainkan bagi siapa yang diridhoi oleh-Nya;dan mereka itu gemetar
lantaran takut yang disertai penghormatan kepada-Nya (Al - Anbiya; 26-28)
Oleh
sebab itu, maka Islam sangat menitik beratkan da'wahnya kepada ajaran
Tauhidullah dengan ilmu dan amal, serta memerangi kemusyrikan dengan
keyakinan dan tingkah laku. "
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia,
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang" (Al-Baqarah 163)
3. Argumen Ketauhidan Allah a. Argumen Fitrah Argumen
tentang eksistensi Allah telah dibuktikan oleh dalil-dalil Fitrah, akal
dan endengaran. Bila manusia membiarkan fitrah dan nalurinya berbicara,
maka dia akan mendapati dirinya menghadap kepada kekuatan tertinggi di
atas kekuatan manusia dan alam. Berdo'a dalam suka dan duka.
Lebih-lebih di saat manusia berada dalam keputus asaan, diancam bahaya
dan bencana. Maka di saat-saat seperti itulah dia menghadapkan
diri secara ikhlas kepada Tuhannya, melepaskan segala apa yang telah
menyebabkan dia menghadapkan dirinya kepada selain Allah yang
disebabkan oleh pengaruh imaginasi, kebodohan, dan hawa nafsu, atau
pengaruh tuhan-tuhan palsu berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
benda mati. Itulah yang telah disinyalir oleh Al-Qur'annul Karim tentang kisah para penumpang kapal: "Sehingga
apabila kamu berada dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa
orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan
mereka gembira karenanya, datanglah angin badai, dan apabila gelombang
datang dari segala penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka
telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo'a kepada Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata):
"sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah
kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur" ( Yunus 22).
Ayat
di atas adalah merupakan suatu perumpamaan yang memberikan argumen
tentang wujudnya Allah, dan juga sebagai argumen ketauhidanNya. Ketika
manusia terbebas dari faktor-faktor mendesak dan kembali pada fitrahnya
yang murni, maka pada saat-saat krisis dia tidak menghadapkan do'a
kepada arca dan berhala, tapi kepada Allah Yang Maha Esa, Tuhan segala
sesuatu. Demikian firman Allah tentang karakteristik psikologis
orang-orang musyrikin tersebut "mereka berdo'a kepada Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata".
b. Argumen Akal Akal
manusia telah membuktikan pula bahwa di balik alam ini hanya ada satu
pencipta. Alam luas yang dipenuhi oleh berbagai jenis makhluk yang
besar dan kecil, makhluk hidup dan benda mati, yang berakal dan tidak
berakal, semua tunduk di bawah hukum yang satu, yang dapat diterapkan
pada atom dan galaksi. Ketika ilmu fisika membahas tentang atom, maka
ditemukan bahwa susunan atom itu sama dengan susunan terbentuknya solar
sistrim. Ada satu hukum yang dikenal dengan hukum ganda, yaitu saling berpasangan atau hukum dualisme dalam kehidupan seluruh makhluk. Hukum
itu telah dikenal dalam kehidupan manusia dan hewan; yang terdiri dari
dua jenis kelamin; yaitu jantan dan betina; yang juga ada pada
tumbuh-tumbuhan seperti pohon kurma. Kemudian ilmu pengetahuan mausia
menemukan, bahwa seluruh tumbuhan juga ada jantan dan betinanya. Bahkan
pada benda-benda mati terdapat hukum ganda atau dualisme tersebut
berupa elektroda positif (anoda) dan elektroda negatif (katoda). Atom
yang merupakan dasar kejadian alam, juga tersusun dari muatan-muatan
listrik positif (anion) dan muatan listrik negatif (kation), demikian
juga nuklir. Penemuan ilmiah modern ini sesuai dengan apa yang telah
diungkapkan oleh Al-Qur'anul karim yang diturunkan sejak 14 abad yang
silam: " Maha Suci Tuhan
yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang mereka
tidak ketahui" (1)
Dan FirmanNya :
" Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah" (2)
Kalimat segala sesuatu dalam ayat di atas adalah fakta yang nyata, bukan analogi atau pendapat mayoritas. Di antara argumentasi kesatuan alam ialah; adanya sistem saling ketergantungan dan kerja sama antara bahagian-bahagian alam. Masing-masing
bahagian alam itu menjalankan fungsinya secara teratur, tanpa
berbenturan atau menghambat perjalanan bahagian lain. Tapi sebaliknya,
yang satu mengisi kebutuhan yang lain, seperti adanya hubungan
kerjasama antara hewan dan tumbuhan. Apakah telah ada komitmen
kerja sama untuk saling tukar menukar kebutuhan hidup antara kedua
makhluk tersebut? ataukah memang ada pengatur tertinggi yang merancang
komunikasi antara kedua makhluk hidup yang ajaib itu? Siapakah yang
mengatur hubungan antara matahari dengan bumi, antara bumi dengan
bulan, antara bulan dan matahari, antara planet-planet dalam solar
sistim, antara solar sistim dengan jutaan gugusan bintang dalam galaksi
kita yang luas, dan antara galaksi kita dengan berjuta-juta galaksi
lain, yang masing-masing berta'awun antara satu sama lain tanpa
mengalami benturan? Segala sesuatu berjalan menurut perhitungan dan pertimbangan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an : "
matahari dan bulan beredar menurut perhitungan Dan tumbuh-tumbuhan dan
pohon-pohon kedua-duanya tunduk kepadanya. Dan Allah meninggikan langit
dan Dia meletakkan neraca" (Ar-Rahman 5-7)
"Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang, Dan masing-masing beredar pada garis edarnya" (Yaasin 40).
Kesatuan
alam tersebut, disaksikan oleh penglihatan mata dan akal dalam semua
ciptaan Allah, sebagai murni keEsaan penciptanya, yang juga merupakan
bukti ketauhidanNya. Jika saja di balik alam ini terdapat lebih
banyak pencipta, niscaya akan terjadi kekacauan pengaturan dan gangguan
keseimbangan alam, dan akan kita lihat bagaimana pengaruh masing-masing
pencipta pada bahagian alam ciptaan yang dikuasainya. Dengan demikian
akan terjadi berbagai sistem alam, dan terjadi kontradiksi sifat-sifat
makhluk, karena kehendak pencipta yang selanjutnya mengakibatkan
kerusuhan alam. Argumen alam tersebut telah diisyaratkan oleh
Al-Qur'anul Karim, ketika berbicara tentang langit dan bumi. "Sekiranya
ada di langit dan di bumi Tuhan-tuhan selain Allah, tentunya keduanya
itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai arsy
daripada apa yang mereka sifatkan" (Al-Anbiya 22).
Dalam ayat lain difirmankan oleh Allah Swt. : "
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan
(yang lain) beserta- Nya. Kalau ada Tuhan bersamaNya, masing-masing
tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari
tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Alah
dari apa yang mereka sifatkan itu" (Al-Mu'minun 91)
Kemudian pengakuan kepada Tuhan Yang Maha Agung ditambah dengan bukti kesatuan alam itulah yang sesuai dengan logika manusia. Akal membimbing kepada ketauhidan dari balik kemajemukan, menuntun jalan dari berbagai sebab menuju ke satu sebab, yaitu: Sababul asbab (sebab dari berbagai sebab). Oleh sebab itu, sebahagian ahli filsafat mengidentikkan pencipta alam itu dengan istilah "sebab pertama" ( Al-Illatul Uwla). c. Argumen Wahyu Disamping
argumen fitrah dan akal, terdapat argumen wahyu. Berupa, transformasi
generasi kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya kepada berbagai bangsa
di berbagai negeri yang mengajak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Yang hanya kepada-Nya tempat
memperhambakan diri. Demikian pula argumen wahyu itu terdapat pada
pencegahan para rasul terhadap kaum-kaum mereka yang menyekutukan Allah
karena keangkuhannya. Dan Al-Qur'an sebagai dokumentasi Ilahy yang
terpelihara, yang merupakan hidayah langit atas bumi, menceritakan
kepada manusia tentang berita para rasul yang semuanya diutus untuk
mengemban misi akidah tauhid. Dan inilah argumen Al-Qur'an bagi kaum
musyrikin yang mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan lain, karena
mereka tidak memiliki argumen-argumen akal dan wahyu. Mari kita
perhatikan potongan-potongan ayat dari surat Al-Anbiya, yang
menceritakan tentang kaum musyrikin dengan gaya bahasa ejekan dan
pengingkaran. " Apakah
mereka mengambil Tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan
(orang-orang mati). Sekiranya ada "di langit dan di bumi itu
tuhan-tuhan lain selain Allah, tentulah keduanya itu rusak binasa" (Al-Anbiya' 21-22).
"
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah: "
Unjukkanlah hujjahmu (Al-Qur'an) ini adalah peringatan bagi orang-orang
yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang sebelumku. Sebenarnya
kebanyakan mereka tidak mengetahui yang hak, karena itu mereka
berpaling. Dan kami tidak mengutus seorang rosulpun sebelum kamu,
melainkan kami wahyukan kepadanya; bahwasannya tidak ada Tuhan
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku"
(Al-Anbiya' 24-25).
Di dalam surat Al-Ahqaf, Al-Quranul Karim menunjukkan argumen wahyu atas pengakuan mereka:
"Bawalah
kepadaku kitab yang sebelum (Al-Qur'an) ini atau peninggalan dari
pengetahuan (orang-orang dahulu) jika kamu adalah orang-orang yang
benar" (Al-Ahqaf 4)
4. Tauhid, dasar iman kepada Allah Jika
kita sudah menghayati bahwa iman kepada Allah adalah dasar dari seluruh
akidah-akidah Islam, maka kewajiban kita selanjutnya ialah menghayati
pula bahwa ke-Esaan Allah adalah dasar dari iman kepad Allah Swt. Bila
ketauhidan yang benar tidak terwujud dalam diri seseorang berarti dia
telah terjerumus ke dalam lembah kekufuran dan kemusyrikan. Kekotoran
dan kebohongan. Melakukan tindakan kedzaliman yang besar serta berada
dalam kesesatan yang nyata. Oleh karenanya setiap muslim
berkewajiban menghayati hakikat tauhid yang diperintahkan Allah, yang
menjadi landasan agama-Nya, menjadi motifasi diturunkan kitab dan
diutuskan rasul-Nya. Penerimaan dan penolakan tauhid menjadi penyebab
keselamatan hidup manusia di dunia dan di akhirat, imbalan surga bagi
penganut dan penolongnya, dan neraka bagi musuh dan pengingkarnya. Banyak
golongan yang mengatakan dirinya telah bertauhid, menganggap diri
mereka sebagai penganut tauhid murni, lalu menuduh golongan-golongan
lain sebagai penganut tauhid yang batil. Sebuah untaian bait syair
mengatakan : "Setiap lelaki mengaku dirinya ada hubungan dengan si
Laila. namun Laila sendiri tidak menyatakan ada hubungan dengan si ini
dan si itu." Para pengikut filsafat Aristo, dan mereka yang
menamakan dirinya sebagai "filosofi muslim" mengatakan; tauhid adalah "
Itsbat" (pernyataan) akan ujud (eksistensi) yang terlepas dari hakikat
dan sifat. Tapi dia adalah wujud mutlak yang tidak mempunyai zat dan
sifat serta karakteristik apapun. Bahkan semua sifat-sifatnya
adalah negatif dan tambahan. Pada akhirnya ketauhidan mereka
mengingkari Zat Allah yang telah terjadi misi da'wah para rasul. Mereka
mengingkari Tuhan sebagai pencipta dan Pengendali alam serta Yang Maha
Mengetahui tentang apa yang berlaku dalam alam. Mereka mengatakan bahwa
alam telah ada semenjak azali dan Tuhan tidak membangkitkan kembali
manusia dari dalam kuburnya. Kenabian menurut mereka sesuatu yang
dicapai manusia dari hasil kesungguhannya dan merupakan salah satu
jenis dari profesi. Tuhan tidak mengetahui apa yang terjadi
dalam alam dan tidak mampu merubah sistim alam yang berlaku. Mereka
tidak mengenal istilah halal dan haram, perintah dan larangan, dan
tidak mempercayai neraka dan surga. Itulah bentuk ketuhanan aliran
filsafat Aristo tersebut. Mungkin pembaca telah mengenal aliran
"Wihdatul Wujud" (pantheisme) yang mengklaim dirinya sebagai
satu-satunya yang meng-Esakan Tuhan. Sedangkan aliran-aliran lain
dianggapnya sebagai penganut-penganut syirik (politheisme) yang
bertuhan banyak. Bagaimana konsepsi aliran wihdatul wujud tersebut? Ketauhidan
mereka ialah; bahwa kebenaran yang diagungkan itu ialah hakikat ciptaan
yang menyerupai kebenaran itu sendiri, dan bahwa Allah Swt hakikat
wujud dari setiap yang ada, dan ia sendiri itu hakikatnya. Setiap yang
ada ini adalah tanda dan bukti yang menunjukkan hakikat-Nya. bahkan Dia
(Allah) sendiri adalah tanda, bukti, pembukti dan yang dibuktikan
atasnya. Sedangkan Plurality (banyak) adalah diakibatkan adanya
ungkapan-ungkapan yang kabur, bukan karena hakikat dan wujud
(keberadaan). Maka Allah menurut mereka ialah hakikat yang
mengawinkan dan yang dikawinkan, hakikat yang menyembelih dan yang
disembelih, dan hakikat yang makan dan yang dimakan. Itulah menurut
mereka sebab-sebab yang melambangkan kemusyrikan orang-orang pada zaman
dahulu dan melepaskan hidayah (petunjuk) kenabian, sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Sab'in, seorang tokoh aliran tersebut. Cabang dari
aliran Wihdatul Wujud ialah Fir'aun dan Namrud. Mereka adalah
orang-orang yang sebenar-benarnya beriman dan mengenal Allah, dan
mereka yang menyembah berhala ialah oranag-orang yang menyembah 'Ain
Allah' (hakikat Allah), bukan menyembah yang lain. Dengan
pengertian di atas maka mereka adalah orang-orang yang berpendirian
benar dan juga pada saat yang sama berpendirian salah. Karena mereka
tidak membedakan antara halal dan haram, sehingga tidak pula membedakan
antara ibu dan anak perempuannya atau dengan wanita-wanita asing,
antara air dengan minuman keras, dan antara pernikahan dan perzinahan.
Karena semuanya berasal dari ain(hakikat) yang sama, dan bahkan dari
satu-satunya ain (hakikat). Sedangkan para nabi telah mempersempit
jalan manusia, menjauhkan mereka dari tujuan yang dimaksudkan sehingga
permasalahannya bertolak belakang dengan misi yang diemban mereka para
nabi tersebut. Selanjutnya perlu juga diketahui tentang aliran
Mu'tazilah yang menamakan dirinya dengan aliran tauhid dan keadilan.
Tauhid dijadikan sebagai dasar pertama dari lima prinsip dasar aliran
Mu'tazilah. Bagaimanakah ketauhidan mereka? Aliran
Mu'tazilah mengingkari qadar (ketentuan) Allah, kehendak, dan Kemaha
Kuasaan-Nya atas makhluk-makhluk. Namun demikian para pengikut aliran
Mu'tazilah yang terakhir menambahkan pemahaman ketauhidan mereka dengan
konsep tauhid yang ekstrim, sehingga pada akhirnya hakikat ketauhidan
mereka berbentuk pengingkaran qadar, hakikat asma'ul husna, dan
sifat-sifat keagungan Alah. Berbeda dengan paham ketauhidan dari
kedua aliran di atas, ialah aliran "jabariyah" yang mengatakan bahwa
hanya Tuhan sendiri yang mengatur tindak laku dan perbuatan makhluk.
Manusia pada hakikatnya tidak berbuat dan tidak menciptakan peri-laku
mereka sendiri dan bahkan tidak mampu melakukan perbuatan apapun.
Sedangkan perbuatan-perbuatan kehendak bebas, tidak ubahnya dengan
gerakan-gerakan pohon-pohon yang dihembus angin. Demikian pula bahwa
Allah Swt. menciptakan sesuatu bukan karena ada suatu hikmah atau
tujuan tertentu yang perlu dicapai dengan perbuatan. Semua makhluk ini
tidak mempunyai daya (kekuatan), tabiat dan naluri, dan tidak juga
memiliki motifasi-motifasi tertentu. Tapi semuanya terjadi karena
kehendak mutlak, tanpa ada hikmah dan sebab apapun. Apakah orang yang
berilmu pengetahuan dapat menerima tauhid yang menyesatkan kalangan
awam kaum muslimin, dan ketauhidan orang-orang sesat yang mendakwakan
dirinya sebagai syekh-syekh yang memakai pakaian-pakaian para tokoh
agama dan orang-orang shaleh itu? Mereka yang mendakwakan para
syekh-syekh itu sebagai para wali, atau para perantara, atau para
pengganti, dan atau gelar-gelar lain, adalah orang-orang yang berdo'a,
berpengharapan dan takut kepada Selain Allah. Karena mereka bertawaf
mengelilingi nisan para walinya, berdo'a dan meminta pertolongan kepada
mereka lebih banyak dari pada bermohon kepada Allah. Bila mendapat
musibah atau bencana atau meminta sesuatu yang dikehendaki maka mereka
bersegera memohon bantuan kepada para wali tersebut dengan anggapan
bahwa mereka (wali-wali) itu ada para perantara antara mereka dengan
Tuhan. Peribahasa mengatakan : "Kalaulah bukan karena perantara niscaya
yang diperantarakan itu akan pergi". Sebelum kita memasuki
pembahasan selanjutnya, maka kita perlu juga mengetahui tentang
Ketauhidan Kristen. Karena mereka juga mengklaim dirinya sebagai
penganut agama tauhid, meskipun pada hakikatnya pengakuan mereka itu
bertentangan dengan kenyataan sebenarnya. Allah adalah oknum ketiga
dari tiga (kontrin trinitas), yaitu terdiri dari tuhan bapak, tuhan
anak dan ruhul qudus. Ketiga oknum tersebut adalah satu keluarga atau persekutuan suci: yaitu tuhan Allah, tuhan anak dan Ruhul-qudus. Jika
anda bertanya kepada mereka : bagaimana kalian dapat mengklaim diri
sebagai penganut tauhid, sedangkan kalian mengatakan ada tiga oknum?
mereka akan menjawab; tiga adalah satu dan satu itu adalah tiga!! Sudah
tentu konsep akidah seperti itu tidak akan dapat diterima oleh
akal dan logika. Semboyan mereka ialah: "percayalah saja dengan menutup
mata". Oleh sebab itu, merupakan kewajiban utama bagi kita untuk
menjelaskan hakikat tauhid yang dida'wahkan oleh Islam dan menjadi
landasan seluruh ajarannya, sehingga nampak perbedaan antara kebenaran
dengan kebatilan. 5. Tauhid Menurut Islam Tauhid menurut Islam ialah tauhid i'tiqadl-ilmi(keyakinan-teoritis) dan tauhid amalie-suluki (praktis tingkah laku). Atau
dengan istilah lain ialah dua ketauhidan yang tidak dapat dipisahkan
antara satu sama lain : yaitu tauhid dalam bentuk ma'rifat
(pengetahuan), Itsbaat (pernyataan), dan i'tiqad (keyakinan), serta
tauhid dalam bentuk talb (permohonan), qasd (tujuan), dan iradah
(kehendak). Keimanan seseorang tidak akan diterima di sisi Allah
selama tidak mentauhidkan (meng-Esakan) Allah Swt. secara teoritis dan
keyakinan. Yaitu beriman bahwa Allah Swt. itu satu, yang Esa dalam zat,
sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu dan tidak ada yang
menyerupai-Nya, serta tidak beranak dan tidak diperanakkan. Demikian
pula seseorang harus mentauhidkan-Nya secara objektif dan praktis;
yaitu meng-Esakan Allah melalui peribadatan yang sempurna, ketaatan
yang mutlaq, merendahkan diri, bertawakkal, takut dan berpengharapan
kepada-Nya. Tauhid menurut maknanya yang pertama ialah apa yang
telah diisyaratkan secara jelas dalam surat "Al-Ikhlash"; ayat-ayat
permulaan dari surat Ali Imran, permulaan surat Thaha, permulaan surat
As-Sajdah, permulaan surat Al-Hadid, dan akhir surat Al-Hasyr serta di
ayat-ayat lain dari surat-surat Al-Qur'an. Tauhid menurut
maknanya yang kedua ialah apa yang dimuat, diajak, dan ditunjukkan oleh
surat Al-Kafirun, seluruh surat Al-An'am, permulaan surat Al-A'raf dan
akhirnya, permulaan surat Yunus dan pertengahan dan akhirnya, permulaan
surat Az-Zumar dan akhirnya, dan kebanyakan dari surat-surat Al-Qur'an.
Bahkan Imam Ibnu Al-Qayyim mengatakan bahwa setiap surat dalam
Al-Qur'an mengandung makna kedua bentuk tauhid di atas. Para penulis
ilmu tauhid pada masa lalu dan sekarang menamakan jenis tauhid pertama
dengan " Tauhid Rububiyah" dan tauhid kedua dengan " Tauhid Uluhiyah". Saya
kira pembaca buku yang budiman ingin mengetahui sejenak tentang makna
kedua istilah tauhid di atas, sehingga tergolong orang yang mendapat
keterangan dari Allah dan tuntunan yang jelas dari agama. Dan sehingga
celakalah orang yang menjauh dari bukti nyata dan selamatlah orang yang
hidup dengan bukti nyata. Apakah makna tauhid rubudiyah dan tauhid
uluhiyah tersebut? a. Tauhid Rububiyah Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi. pencipta semua makhluk dan Penguasa seluruh alam. Tidak
ada sekutu dalam kekuasaan-Nya dan tidak ada penghukum dalam
hukum-hukum-Nya. Hanya dia satu-satunya Tuhan bagi segala sesuatu,
Pemberi rezki kepada semua makhluk hidup, dan pengendali semua urusan.
Hanya Dia yang mengangkat dan menjatuhkan martabat manusia. Pemberi
manfaat dan penurun bencana. Penganugerah kemuliaan dan pemberi
kehinaan. Tidak akan ada selain Dia yang mampu memberi manfaat dan
mudharat terhadap diri sendiri maupun orang lain, kecuali atas ijin dan
kehendak-Nya. Tauhid Rububiyah ini hanya diingkari oleh
orang-orang materialistist, yang tidak percaya akan wujud Allah seperti
Addahriyyin (atheis) dan komunis pada masa sekarang. Faham yang sama
dengan aliran materialistist ialah aliran "dualisme". Ia berkeyakinan
bahwa dalam alam ini ada dua Tuhan. Yaitu : tuhan gelap dan tuhan
cahaya. Sedangkan mayoritas musyrikin bangsa Arab pada masa Jahiliyah
tidak mengingkari tauhid Rububiyah tersebut. Sebagaimana Firman Allah Swt. "Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka; "Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu
mereka akan menjawab; "Allah". (Al-Ankabut ayat 61)
"Dan
sesungguhnya kamu menanyakan kepada mereka : siapakah yang menurunkan
air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?"
tentu mereka akan menjawab "Allah". (Al-Ankabut 63).
"Katakanlah
kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya jika kamu
mengetahui?" Mereka akan menjawab "Kepunyaan Alah" Maka apakah kamu
tidak ingat? katakanlah: "Siapakah yang empunya langit yang tujuh dan
yang empunya Arsy yang benar?" maka apakah kamu tidak bertaqwa?"
Katakanlah : "Siapakah yang ditangannya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi
dari (adzabNya), jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab "Kepunyaan
Allah"; Katakanlah ; "(kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu
ditipu?" (Al-Mu'minun 84-89).
Jawaban
orang-orang musyrikin dalam ayat di atas, menunjukkan, bahwa mereka
mengakui Ketuhanan Allah Swt. atas penciptaan alam dan pengaturannya. Seharusnya
dengan keimanan itu mereka menghambakan diri kepada Allah dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Tetapi mereka mengingkari
bahagian lain dari ketauhidan, yaitu tauhid uluhiyah. b. Tauhid Uluhiyah Tauhid
Uluhiyah ialah peng-Esaan Allah Swt. dalam peribadatan, kepatuhan dan
ketaatan secara mutlak.Tidak menghambakan diri kepada selain Allah dan
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain. baik yang ada di
bumi maupun yang ada di langit. Ketauhidan tidak akan tercapai
selama tidak menggabungkan tahid uluhiyah dengan dengan tauhid
rububiyah. Karena tidak cukup dengan tauhid rububiyah saja. Orang-orang
musyrik arab telah menyatakan dan mengakui tauhid rububiyah, namun
demikian mereka tidak tergolong kedalam orang Islam, karena mereka
menyekutukan Allah. Menjadikan tuhan lain selain Allah. Menganggap
bahwa tuhan-tuhan itu akan mendekatkan diri mereka kepada Allah atau
dapat memohonkan ampunan buat mereka di sisi Allah. Orang-orang
Kristen tidak mengingkari Allah sebagai tuhan langit dan bumi, tapi
mempersekutukan Allah dengan Nabi Isa, dan menjadikan tuhan lain di
samping Allah. Al-Qur'an menganggap mereka itu sebagai orang-orang
kafir. Diharamkan surga atas mereka. Tempat mereka adalah neraka,
mereka kekal di dalamnya. Semenjak zaman dahulu kala telah banyak
manusia yang tersesat dari tauhid uluhiyah tersebut, mereka
menghambakan diri kepada berbagai tuhan lain, selain Allah. Ummat Nabi
Nuh telah menyembah Wud, Suwa', Yaguts, Yau'uq, dan Nasr. Ummat Nabi
Ibrahim menyembah berhala-berhala. Orang-orang Mesir kuno menyembah
anak lembu, orang-orang hindu menyembah sapi. Penduduk Saba' menyembah
matahari, Orang Shabiun menyembah bintang-bintang, orang-orang majusi
menyembah api, dan orang-orang Kristen menyembah Al-Masih (Nabi Isa)
dan ibunya (Mariam), menyembah para rahib dan pendeta selain dari Allah
Swt. Semua mereka itu adalah oranag-orang musyrik, karena tidak
mentauhidkan Allah Swt. dalam peribadatan. Tapi apakah makna "Peribadatan" yang hanya hak Allah semata itu? Ibadah. a. Makna Ibadah Kata
ibadah mengandung dua makna, dan kedua makna itu mengkristal menjadi
makna yang satu. Yaitu; puncak kepatuhan yang dibarengi dengan puncak
kecintaan. Kepatuhan yang menyeluruh yang dipadu dengan kecintaan yang
menyeluruh, itulah yang dinamakan dengan ibadat. Kecintaan tanpa
kepatuhan atau kepatuhan tanpa kecintaan tidak mencerminkan makna
ibadat. Demikian pula kepatuhan yang setengah-setengah yang disertai
dengan kecintaan yang setengah-setengah juga tidak mencerminkan
peribadatan. Dia menuntut kepatuhan dan kecintaan dengan penuh. b. Macam-macam Ibadah Peribadatan
tidak hanya terbatas kepada satu bentuk sebagaimana sangkaan sebahagian
manusia, tapi mempunyai berbagai macam bentuk dan jenis. Antara lain: - Doa Doa
ialah menghadapkan diri kepada Allah Swt. untuk memohon sesuatu yang
bermanfaat atau terhindar dari kemudharatan dan bencana, atau
dimenangkan atas musuh dan lain-lain. Penghadapan diri dengan
permohonan yang tulus dari lubuk hati yang dalam kepada Allah itu
adalah dasar dan ruhnya ibadat. Sabda Rasulullah Saw. " Doa itu ialah ibadat" (R. Tirmidzi) - Menegakkan Syiar-syiar Agama Ibadat
dalam bentuk penegakkan syiar-syiar agama ialah salat, puasa, sedekah,
hajji, nazar, menyembelih qurban, dan bentuk-bentuk peribadatan lain
yang seperti itu. Syiar-syiar agama itu tidak boleh ditujukan kepada
yang lain selain Allah Swt. - Menjalankan hukum Allah . Yaitu
menerapkan dan melaksanakan hukum-hukum agama yang telah disyari'atkan
oleh Allah Swt. Menghalalkan apa yang telah dihalalkan, Mengharamkan
apa yang telah diharamkan. Menerapkan hukum pidana dan hukum perdata.
Orang-orang yang telah beriman kepada Allah sebagai Tuhannya, tidak
boleh mengambil hukum, nilai dan undang-undang buatan manusia dalam
mengatur kehidupan. Ini adalah salah satu contoh dari peribadatan tersebut. 7. Peranan Tauhid Uluhiyah Tauhid
uluhiyah merupakan bahagian mendasar dan terpenting dalam kerangka
keimanan kita. Tauhid inilah yang lebih banyak menjadi tugas para Rasul
dalam berda'wah menghadapi kaumnya. Tauhid Uluhiyah inilah yang harus
terlintas dalam benak kita ketika mengungkapkan kata (Tauhid). Karena
tauhid uluhiyah, Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab.
Karena Tauhid Uluhiyah, Allah memperlihatkan kepada manusia akan
tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan-Nya dalam alam dan diri sendiri
manusia itu sendiri. Karena Tauhid Uluhiyah, maka ada hari kiamat, hari
pembagian catatan dan pertimbangan amal perbuatan manusia serta
disediakan surga dan neraka. Karena Tauhid Uluhiyah, manusia terbagi
kedalam dua golongan; yang bahagia dan yang sengsara. Ada golongan yang
masuk surga dan ada pula golongan yang masuk neraka. a. Lailaha Illallah, lambang Tauhid Tauhid
yang dibawa oleh rasul mempunyai lambang yang mengungkapkan hakikat
dalam kalimat yang ringkas. Lambang itu ialah kalimat (Tiada Tuhan
melainkan Allah), yang dinamakan dengan "Kalimat Tauhid" atau
"Kalimatul Ikhlash" atau "Kalimat Taqwa". Kalimat yang
agung tersebut mengandung makna nafi (peniadaan) semua ketuhanan lain
selain Allah dan itsbat (pernyataan) bahwa ketuhanan itu hanya
semata-mata untuk Allah. Dia-lah satu-satunya Tuhan sebenarnya,
sedangkan tuhan-tuhan lain yang disembah manusia diberbagai zaman
adalah tuhan-tuhan palsu dan batil, diciptakan oleh kejahilan dan
ketahayyulan. Firman Allah dalam Al-Qur'an : "(Kuasa
Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah. Dia-lah
(Tuhan) yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari
Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar" (Al-Hajj 62)
Al-Illah
(Tuhan) ialah "Al-Ma'bud Bihaqqin" (Yang sebenarnya disembah). Yang
dicintai dan ditaati, dan yang berhak untuk dijadikan tempat
perhambaan. Karena Dia mempunyai sifat-sifat kesempurnaan yang harus
dikhususkan dengan seluruh kecintaan dan ketaatan, sebagai realisasi
dari makna peribadatan. Al-Ilaah menurut syaikhul Islam, Ibnu
Taimiyah, ialah : yang dipuja dengan penuh kecintaan hati. Tunduk
kepadanya, merendahkan diri, dihadapannya, takut dan mengharapkannya,
kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan
bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
daripadanya, dan menimbulkan ketenangan disaat mengingatnya dan terpaut
cinta kepadanya. Semua itu hanya ada pada Allah semata. Oleh sebab
itu maka kalimat " Lailaaha Illallah" adalah kalimat yang paling benar
dan utama. Kalimat itu merupakan pangkal segala persoalan, yang lebih
baik dari segala kebaikan. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. beliau
bersabda : "Yang paling utama aku ucapkan dan juga nabi-nabi sebelumku ialah kalimat" Lailaaha Illallah". b. Tauhid, tugas pertama para Rasul Peranan
dan kedudukan tauhid pada seluruh agama langit ialah merupakan unsur
pertama dalam dakwah seluruh rasul, semenjak nabi Nuh as. sampai nabi
Muhammad Saw. Tugas pertama para Rasulullah sebagai pemberi petunjuk
kepada hamba-hambaNya, tercermin dalam dua dasar yang tidak dapat
dipisahkan antara satu sama lain. Pertama : ajakan beribadah kepada Allah Yang Maha Esa. Kedua
: ajakan menjauhkan diri dari taghut (apa saja yang menarik
manusia untuk keluar dari batas-batas yang telah ditentukan Allah) "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut" ( An-Nahl 36).
Firman Allah yang dikhitabkan kepada Nabi Saw. "Dan
kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya; Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku" (Al-Anbiya' 25)
Oleh sebab itu maka seruan pertama yang disampaikan setiap rasul kepada ummatnya ialah: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya" ( Al-A'raf 72).
Demikian pula yang diungkapkan oleh Al-Qur'anul Karim tentang da'wah Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Suaib, dan lain-lain. Nabi Nuh sebagai rasul pertama yang diutus kepada kaum musyrikin, berkata kepada kaumnya : "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah" (Hud 25-26)
Nabi Isa Ibnu Mariam yang kemudian hari dijadikan oleh kaumnya sebagai tuhan berkata : "Hai
Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". sesungguhnya orang
yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang yang dzalim itu seorang penolongpun" (Al-Maidah 72)
Adapun
da'wah penutup seluruh nabi, yaitu Muhammad Saw. kepada tauhid dan
pengingkaran taghut ternyata lebih menonjol dan kekal, sebagaimana
penjelasan Al-Qur'an terhadap sunnah, tercermin dalam syiar Islam dan
syariatnya, serta dalam adab dan akhlaqnya. c. Tauhid, syi'ar Islam Salah
satu ajaran Islam yang paling menonjol ialah, menjadikan tauhid itu
sebagai syiar Islam. Dia memberi karakterisitik sendiri dari seluruh
umat agama lain. baik animisme maupun agama-agama ahli kitab yang
diselewengkan. Dengan demikian syiar tauhid identik dengan " Dien
At-Tauhid" (agama tauhid). Syiar Islam, mewujud dalam dua kalimat.
Barangsiapa bersaksi dengan keduanya berarti telah masuk kedalam
golongan orang-orang Islam. Kalimat pertama, (Kesaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Pernyataan
ketauhidan itu telah menjadi syiar Islam sehari-hari. Setiap pribadi
muslim menyatakan 9 kali dalam tasyahhud, setiap shalat fardhu dan 5
kali dalam qamat. Tidak hanya itu saja, tapi Islam mensyari'atkan adzan
5 kali sehari semalam untuk mengumumkan pernyataan itu ke seluruh
pelosok dunia, yang dikumandangkan dengan suara nyaring dari atas
menara; "ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH" (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuham melainkan Allah ). Diantara
syiar Islam yang mengagumkan ialah disunnatkannya bagi setiap ayah
seorang muslim untuk untuk menyambut kehadiran bayinya yang baru lahir
dengan suara adzan di telinga kanan dan qamat di telinga kiri, agar
kalimat tauhid itu menjadi kalimat pertama yang menyentuh gendang
telinga sang bayi. Kemudian pada saat-saat terakhir kehidupan
seorang muslim, Islam mensyariatkan kepada keluarga yang
ditinggalkannya agar mentaqlilkan (mengucapkan) kalimat tauhid "
LAILAAHA ILLALLAH" (Tiada Tuhan melainkan Allah) kepada orang yang
dalam sakratul maut tersebut. Dengan demikian maka seorang muslim akan
menyambut sinar kehidupan dengan kalimat tauhid dan mengantarkan
kehidupannya dengan kalimat tauhid pula. Kemudian masa kehidupan antara
kelahiran dan kematiannya hanya bertugas menegakkan tauhid dan mengajak
kepada tauhid. d. Tauhid, hak Allah atas hamba Telah
dijelaskan oleh Rasulullah Saw. bahwa tauhid adalah hak Allah atas
hamba-Nya yang tidak boleh dilebih-lebihkan dan juga tidak dapat
diabaikan. "Dari Mu'az bin Jabal R.a berkata : "saya pernah menemani
Nabi saw. di atas keledai, lalu beliau bertanya: " Hai Mu'az tahukah
kamu apakah hak Allah atas hamba-Nya dan apakah hak hamba atas Allah?.
Mu'az menjawab :" Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui". Bersabda
Rasulullah: "Hak Allah atas hamba-Nya ialah agar mereka menyembah-Nya
dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan hak hamba atas
Allah ialah tidak menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Mu'az berkata:
"Hai
Rasulullah, apa tidak boleh aku menyampaikan hal ini kepada manusia?"
dijawab oleh beliau " Jangan engkau menyampaikannya kepada mereka
karena nanti mereka akan berpasrah diri" (R. Bukhari dan Muslim).
Sebab
adanya hak Allah tersebut, karena Allah Swt. telah menciptakan manusia
dari tidak ada, melimpahkan nikmat yang tidak terhingga, menciptakan
matahari, bulan, malam dan siang untuk kepentingan manusia, memberinya
akal dan fikiran, dan mengajarkan kepada manusia untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk. Maka wajarkah kalau hak itu milik
Al-Khalik, pemberi rezki, nikmat dan pengetahuan, Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, yang wajib disyukuri bukan untuk diingkari, yang
wajib diingat, bukan untuk dilupakan, dan yang wajib dipatuhi bukan
untuk dima'siati. Oleh sebab itu maka penjelasan dan penegasan hak
Allah adalah merupakan perintah pertama Al-Qur'an yang dinamakan dengan
ayat sepuluh hak, dimulai dengan firman Allah : "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun" (An-Nisa 36)
Sebagaimana difirmankan dalam ayat-ayat muhkamat (hukum) yang mencakup sepuluh perintah tersebut dalam surat Al-An'am:
"
Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, dan kepada kedua
orang tuamu berbuat kebaikanlah" (Al-An'am 151)
Hal seperti itu difirmankan pula dalam perintah-perintah hikmat yang dimulai dengan firman-Nya : "Janganlah
kamu adakan tuhan yang lain disamping Allah, agar kamu tidak menjadi
tercela dan tidak ditinggalkan (Allah). dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik kepada Ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya" (Al-Isra' 22-23)
e. Tauhid, risalah muslim dalam kehidupan "Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan
aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan" (Ad-Dzariyaat 56-57)
Dalam
ayat di atas diterangkan, bahwa sesungguhnya Allah Swt. menciptakan jin
dan manusia hanya untuk menyembah kepada-Nya, dan tidak
mempersekutukan-Nya. Inilah tujuan dan hikmah diciptakannya mereka.
Allah tidak menciptakan mereka untuk makan dan berfoya-foya, seperti
hewan, tanpa mengenal Allah Swt, tanpa menempatkan-Nya pada kedudukan
yang wajar dan tanpa mengkhusukan peribadatan kepada-Nya secara tulus
dan khusyu'. Maka barangsiapa yang selama usia kehidupannya tidak
merealisir tujuan eksistensinya dan tidak menunaikan tugas
kehidupannya, beribadah kepada Allah semata, berarti dia telah terjatuh
dari martabat manusia yang berakal dan menempatkan dirinya pada
kedudukan yang sama seperti hewan atau orang yang telah tersesat jalan. f. Tauhid, risalah ummat Islam kepada ummat-ummat lain Tauhid
sebagai risalah setiap muslim dalam kehidupannya adalah juga menjadi
risalah ummat Islam untuk disampaikan ke seluruh alam dan semua ummat.
Oleh sebab itu Nabi Muhammad Saw. menutup da'wahnya yang ditujukan
kepada kaisar dan raja dengan firman Allah Swt. "
Katakanlah : " Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan)
yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita
sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai
tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah
kepada mereka : " Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
menyerahkan diri (kepada Allah). (Ali Imran ayat 64).
Para
sahabat nabi dan tabi'in sepeninggal Rasulullah telah menghayati benar
akan tujuan risalah dan kewajiban menyampaikan tauhid kepada berbagai
ummat. Ketika Rubi'i bin Amir, seorang komandan Islam dalam peperangan
Qadisyiah ditanya oleh raja Rustam (raja Persia) " Siapa kamu dan apa
tugasmu?". Dijawab oleh Rubi'i : "Kami adalah kaum yang diutus Allah
untuk membebaskan manusia dari perhambaan kepada sesama manusia menuju
perhambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju kelapangan
haidup, dan dari penyimpangan agama-agama menuju keadilan Islam". 8. Merealisasikan Tauhid Tauhid yang diemban para Rasulullah dan menjadi pusat perhatian Islam untuk diyakini, dan dipelihara itu, tidak akan terapai. Akar-akarnya tidak akan tertanam. Cabang-cabangnya tidak akan memekar, kecuali apabila memenuhi unsur-unsur berikut : I. Keikhlasan beribadat karena Allah II Pengingkaran semua taghut dan pembebasan diri dari siapa saja yang menyembah dan mengangkat pemimpin lain selain Allah. III
Penjernihan diri dari semua bentuk kemusyrikan dan tingkatannya, serta
menutup celah-celah perbuatan yang dapat menjurus kepada syirik. a. Keikhlasan beribadah karena Allah Yang
dimaksudkan dengan ikhlas beribadat karena Allah ialah; pemberian hak
ketuhanan sepenuhnya berupa pengagungan, kecintaan, dan kepatuhan yang
mutlak. Hal itu akan tercapai dengan tiga syarat :
1. Tidak mencari Tuhan lain, untuk diagungkan, sebagaimana mengagungkan Allah. Firman Allah, "Katakanlah; "Apakah aku akan mencari tuhan lain selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu" (Al-An'am 164).
Maka
apa saja yang dijadikan manusia sebagai tuhan-tuhan untuk disembah dan
diagungkan selain Allah atau di samping Allah, hendaklah dihilangkan
atau dilenyapkan, baik itu tuhan-tuhan batu maupun tuhan-tuhan manusia.
Inilah yang menjadi motifasi da'wah Rasulullah Saw. dalam mengajak
raja-raja dan penguasa-penguasa memeluk Islam. "
Bahwa tidak kita sembah selain Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatu dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai tuhan selain Allah" (Ali Imran 64)
2. Tidak mengangkat pemimpin lain untuk dicintai, sebagaimana mencintai Allah. Firman Allah : "Katakanlah : "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi:" (Al-An'am 14).
"Dan
di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selani Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (Al-Baqarah 165)
Sampai Allah berfirman tentang mereka. "Demikianlah
Allah memperlihatkan kepada mereka, amal perbuatannya menjadi sesalan
bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka" (Al-Baqarah 167)
Maksudnya
ialah; mereka mencintai sekutu-sekutu dan pemimpin-pemimpin mereka,
dibarengi dengan kepatuhan, ketakutan dan pengagungan yang seharusnya
hanya ditujukan kepada Allah. Tauhid menuntut manusia untuk
mengikhlaskan cintanya kepada Allah dan tidak mengangkat pemimpin lain
untuk dicintainya sebagaimana cintanya kepada Allah. karena pemimpin
itu hanya hak Allah, dan bukan hak yang lain. "Atau
patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah?.Maka Allah,
Dialah Pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang
yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (As-Syura 9)
3. Tidak mencari hukum lain untuk dipatuhinya, sebagaimana kepatuhannya kepada hukum Allah. "Maka
patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang
telah menurunkan kitab (Al-Qur'an) ke padamu dengan terperinci?" ( Al-An'aam 114)
Karena
hanya Allah yang berhak menghukum dalam urusan hamba-hamba-Nya dan
membuatkan perundang-undangan bagi mereka dalam urusan agama dan dunia.
Dia Yang Maha Tau dengan persoalan ciptaan-Nya, Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang dan Yang Maha Mengetahui apa yang baik dan tidak baik
bagi hamba-Nya. " Apakah
Allah Yang menciptakan itu tidak Mengetahui (yang kamu lahirkan
dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui" ( Al-Mulk 14)
Di
sini Al-Qur'anul Karim menegaskan bahwa, tidak ada hukum dan
perundang-undangan yang lain melainkan hukum dan perundang-undangan
Allah. Firman Allah : "
Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui" (Yusuf 40)
Al-Qur'an
mengidentikkan orang-orang yang berhukum dengan hukum lain selain hukum
Allah dan rasul-Nya sebagai manusia yang keluar dari hakikat iman, dan
termasuk golongan orang-orang yang taat kepada syaitan. "
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
telah diturunkan sebelum kamu?. Mereka hendak berhakim kepada thagut,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thagut itu. Dan syaitan
bermakasud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Apabila dikatakan kepada mereka "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum
yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kami lihat
orang-orang munafik menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati)
kamu"
(An-Nisa' 60-61).
b. Pengingkaran Thagut Unsur
pertama dalam merealisasikan tauhid ialah keikhlasan beribadat karena
Allah dan memberikan hak ketuhanan-Nya dalam bentuk pengagungan,
kecintaan, dan kepatuhan yang tidak dapat ditujukan kepada yang lain
selain Allah Swt. Adapun unsur kedua ialah pengingkaran thagut
dan pembebasan diri dari segala bentuk penghambaan dan pengangkatan
pimpinan lain selain Allah. Begitu urgennya masalah pengingkaran thagut
ini, kadangkala Al-Qur'an mendahulukan pengingkaran kepada thagut dari
pada keimanan kepada Allah, sebagaimana firman Allah Swt. "Karena
itu barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul Allah yang tidak akan
putus" (Al-Baqarah 256) "
Barangsiapa yang mengucapkan " Lailaaha Illallah", dan mengingkari
peribadatan kepada selain Allah, maka diharamkan harta, darah dan
keturunannya atas Allah" (R. Muslim)
Maka
pernyataan dengan kalimat tauhid bukan merupakan jaminan atas
keselamatan darah dan harta, kecuali setelah pernyataan itu
diaplikasikan dengan pengingkaran. Karena setiap sesuatu mempunyai ciri
khas tersendiri dalam memperbedakannya dengan sesuatu yang berlawanan. Maka
kepercayaan kepada kebenaran tidak akan terealisir dan memberikan
karakteristik tersendiri kecuali disertai dengan pengingkaran kepada
kebatilan dan terlepas diri dari antek-antek kebatilan tersebut. Oleh
sebab itu nabi Ibrahim a.s. memproklamirkan ketidak terkaitannya dengan
ketuhanan kaumnya dan berhala-berhala mereka, tapi menunjukkan
perlawanannya kepada mereka, sebagaimana firman Allah Swt. "Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kamunya:
"Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu
sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena
sesungguhnya Dia akan memberi taufik kepadaku".(Az-Zukhruf 26-27) "Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka;
"Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang
kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya
sampai kamu beriman kepada Allah saja". (Al-Mumtahanah 4)
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, tidak akan tercapai ketauhidan yang
hak kecuali setelah keimanan kepada Allah dan peribadatan kepada-Nya
itu diaplikasikan dengan pengingkaran thagut dan pembebasan diri dari
pemimpin-pemimpin thagut. Demikian da'wah setiap rasul kepada kaumnya sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya. "Agar aku beribadat kepada Allah dan menjauhkan thagut" (An-Nahl 36)
Apakah makna Thagut itu? Kata
Thagut berasal dari akar kata (Thugyaan) yang artinya ialah "melampaui
batas". Para ulama Salaf telah berbeda pendapat dalam memberikan
pengertian makna thagut tersebut. Umar Bin Khattab mengartikan dengan
syaitan. Jabir r.a. mengartikan dengan peramal yang kemasukan syaitan.
Imam Malik mengartikan, setiap yang disembah selain Allah. Pengertian
thagut yang paling tepat ialah apa yang didefinisikan oleh Imam Ibnu
Al-Qayyim rahimuhullah: "Thagut ialah apa saja yang melampaui batas
dalam penghambaan terhadap sesuatu selain Allah atau apa saja yang
diikuti dan ditaati selain Allah." Thagut ialah barangsiapa yang
berhukum kepada selain hukum Allah dan rasul-Nya, menghambakan diri
kepada selain Allah mengikuti sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran
Allah. Inilah thagut-thagut dunia. Bila anda memperhatikan keadaan
manusia-manusia yang hidup bersama thagut-thagut, maka anda akan
melihat kebanyakan mereka mengesampingkan penghambaan diri kepada Allah
menuju penghambaan kepada thagut dan dari taat kepada Rasul kepada
ketaatan kepada thagut dan antek-anteknya. c. Pembebasan diri dari syirik Unsur
ketiga dalam merealisasikan tauhid ialah, memahami berbagai bentuk
syirik. Baik yang besar maupun yang kecil. Yang nyata maupaun yang
tersembunyi. Dan memerdekakan diri dari setiap noda-noda syirik serta
berhati-hati dari masuknya syirik ke dalam diri. Setiap sesuatu
tidak akan diketahui karakteristiknya kecuali setelah mengetahui
karakteristik lawannya. Oleh sebab itu, maka tidak akan dapat dihayati
makna tauhid yang sempurna, kecuali setelah mengetahui akan lawan dari
tauhid tersebut, yaitu syirik. Apakah hakikat syirik tersebut?
|