Mengamalkan Ajaran Thariqah*
22/11/2006
THORIQOH atau tarekat berarti “jalan”. Sahabat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan (thariqoh) terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hambanya dan yang paling utama bagi Allah!” Rasulullah SAW bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi ketika di muka bumi masih terdapat orang yang mengucapkan lafadz “Allah”.” (dalam kitab Al-Ma’arif Al-Muhammadiyah).
Para ulama menjelaskan arti kata thariqah dalam kalimat aktif, yakni
melaksanakan kewajiban dan kesunatan atau keutamaan, meninggalkan
larangan, menghindari perbuatan mubah (yang diperbolehkan) namun tidak
bermanfaat, sangat berhati-hati dalam menjaga diri dari hal-hal yang
tidak disenangi Allah dan yang meragukan (syubhat), sebagaimana
orang-orang yang mengasingkan diri dari persoalan dunia dengan
memperbanyak ibadah sunat pada malam hari, berpuasa sunat, dan tidak
mengucapkan kata-kata yang tidak beguna. [dalam kitab Muroqil Ubudiyah fi Syarhi Bidayatil Hidayah Imam Ghazali] Thariqoh
yang dimaksud dalam pembicaraan ini lebih mengacu kepada peristilahan
umum yang berlaku dikalangan umat Islam di seluruh dunia, khususnya
warga NU, yakni semacam aliran dalam tasawuf (berbeda dengan mistik
atau klenik) yang mengharuskan para pengikutnya menjalankan amalan
peribadatan tertentu secara rutin –biasanya berupa bacaan atau wiridan
khusus-- yang dipandu oleh seorang guru atau mursyid. Hadits yang
disebutkan di atas sekaligus menjadi dalil naqli diperbolekannya
ajaran-ajaran thoriqoh.
Para murid yang mengikuti aliran thoriqoh tertentu sedianya berniat
belajar membersihkan hati dengan bantuan guru atau mursyid mereka
dengan cara menjalankan amalan-amalan dan doa-doa khusus. Jika mereka
masih awam dalam masalah keagaman dasar seperti masalah wudlu, sholat,
puasa, nikah dan waris, maka mereka sekaligus belajar itu kepada sang
mursyid. Para murid berbai’at atau mengucapkan janji setia untuk
menjalankan amalan-amalan thariqoh yang dibimbing oleh sang mursyid.
Bai’at thariqoh adalah berjanji dzikrullah dalam bacaan dan jumlah
tertentu kepada guru dan berjanji mengamalkan ajaran islam dan
meninggalkan larangannya. Sebagaimana bermadzab atau mengikuti imam
tertentu dalam bidang fikih, para murid tidak diperkenankan berpindah
thoriqoh kecuali dengan pertimbangan yang jelas dan mampu melaksanakan
semua amalan thoriqohnya yang baru.
Sementara itu sang mursyid wajib menyayangi, membimbing, dan
membantu membersihkan hati murid-muridnya dari kotoran dunia. Mursyid
harus memiliki sifat kasih sayang yang tinggi terhadap kaum muslimin,
khususnya terhadap murid-muridnya. Ketika ia mengetahui mereka belum
mampu melawan hawa nafsu mereka dan belum mampu meninggalkan kejelekan,
misalnya, maka ia harus bersikap toleran. Setelah ia menasihati mereka
dan tidak memutus mereka dari thoriqah, juga tidak mengklaim mereka
celaka, melainkan senantiasa menyayangi mereka sampai mereka
mendapatkan hidayah.
Demikian syarat seorang mursyid yang disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub.
Mursyid harus arif dalam hal kesempurnaan hati, adab-adabnya, dan
bersih dari penyakit-penyakit hati. Mursyid juga harus memiliki ilmu
yang dibutuhkan oleh murid-murdnya, yaitu fikih dan aqa’id tauhid dalam
batas-batas yang bisa menghilangkan kemusyrikan dan ketidakjelasan yang
dihadapi oleh mereka di tingkat awal, sehingga mereka tidak perlu
bertanya kepada orang lain.
Ada beberapa thoriqoh yang berkembang di Indonesia. Yang paling
banyak pengikutnya, antara lain, Qodiriyah, Naqsabandiyah, Qodiriyah
wan Naqsbandiyah, Syadziliyah. Dalam Muktamanya ke-26 di Semarang pada
bulan Rajab 1399 H bertepatan dengan bulan Juni 1979 Nahdlatul Ulama
meresmikan berdirinya Jam’iyyah Ahlit Thariqoh Al-Mu’tabaroh
An-Nahdliyah dan dikukuhkan dengan suat keputusan PB Syuriah NU Nomor:
137/Syur.PB/V/1980). Jam’iyyah ini beranggotakan beberapa thariqot di
Indonesia yang mu’tabaroh dan nahdliyah.
Mu’tabaroh artinya thariqoh yang dimaksud bersambung ajarannya
kepada Rasulullah SAW. Sementara Rasulullah menerima ajaran dari
malaikat Jibril dan Malaikat Jibril dari Allah SWT. Nahdliyah maksudnya
adalah bahwa para penganutnya selalu bergerak untuk melaksanakan ibadah
dan dzikir kepada Allah SWT yang syariatnya menurut ahlussunnah wal jama’ah ‘ala madzahibil arba’ah (sesuai
dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sabahat
Beliau dan disejalaskan oleh imam Madzab empat yakni Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hambali).
Jam’iyyah Ahlit Thariqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah sering
mengadakan perkumpulan untuk membahas persolan-persoalan keagamaan,
khususnya berkaitan dengan thoriqoh. Jam’iyyah ini juga berfungsi
untuk saling memberikan masukan dan sekaligus membedakan diri
dengan aliran-aliran kebatinan yang tidak muk’tabar dan tidak berdasar
pada ajaran Rasulullah SAW.
Para pengamal thoriqoh senantiasa menjauhkan diri dari kehidupan dunia yang fana; membersihkan ha
« Kembali ke arsip
Ubudiyyah
Komentar:
A. Halim, SE menulis:
SIKAP WAJIB YANG DIMILIKI SEORANG MURID THORIQOH
(PENGURUS
MAJELIS DZIKIR DAN DO'A
“ MUHYIN NUFUUS “
DAN
JAMAAH THORIQOH 'ALAWIYAH
YOGYAKARTA
2006)
Kata Pengantar
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, Puji Syukur ke hadirat Ilahi
Rabbi, dengan RidloNya lah, karya tulisan “SIKAP WAJIB YANG
DIMILIKI SEORANG MURID” ini telah selesai kami susun dengan
baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah atas Sayyidil Wujud,
Baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, keturunan dan shahabat
yang mulia. Yang merupakan Kewajiban yang telah dituntun langsung oleh
Allah SWT atas hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal shaleh.
Tulisan kecil yang diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran
ini, hanyalah suatu karya yang muncul dari segenap keprihatinan atas
kurangnya rujukan tulisan yang fokus membahas tentang konsep Baiat bagi
para penempuh jalan keridloan-Nya, bagi Murid Thoriqoh maupun umat
Islam pada umumnya. Sementara banyak umat justru terlena dalam kajian
yang semu, kewajiban atas Baiat serta mencari Pembimbing (Guru/Mursyid)
yang Kammil Mukammil justru menjadi pembahasan yang sering telupakan
dalam kajian ke-Islaman, padahal begitu nyata telah tercatat dalam nash
Qur’an dan Hadits. Apa yang kami tulis ini juga telah kami
mohonkan arahan dari Habib-nya selaku pimpinan Majelis. Semoga
pemahaman yang akan diraih adalah pemahaman yang berujung pada tercapai
kemaslahatan umat dan keridloan-Nya. Akhirnya, bila banyak kekurangan
dalam karya ini adalah murni dari kami pribadi adanya. Semoga membawa
manfaat bagi kita semua. Terima Kasih. Hormat Kami
Pengurus Majelis “Muhyin Nufuus” Yogyakarta
SIKAP WAJIB YANG DIMILIKI SEORANG MURID
Kita akan sebutkan beberapa Sikap (Sifat) yang harus disifati oleh
seorang murid yang benar.
Berkata seorang ‘Arif Billah (Al-Imam Al-Habib Abdullah bin
Alwi Al-Haddad), Semoga Allah Ta’ala memberikan ridlo kepada
beliau dan memberi manfaat dari ilmu-ilmunya kepada kita sekalian,
Amin.
Seorang murid yang menuntut ilmu Thoriqoh (ilmu menuju ke jalan Allah
atau ridlo Allah), tidak akan dikira oleh murid, melainkan setelah ia
mendalami isi Al-Qur’an dan memperoleh segala yang
diperlukannya dari Al-Qur’an. Dia harus mengenal kekurangan
dirinya dari kesempurnaannya, senantiasa memajukan segala keinginan
hajat serta keperluannya kepada Allah, bukan kepada hamba-hamba Allah
dan tidak ada bedanya pada dirinya antara emas dan debu jalanan.
Seorang murid harus bisa memelihara batasan-batasan Allah
Ta’ala dan janji-janjinya, selalu bersedia untuk menelan
pahit getirnya Qodho’ (keputusan) Allah Ta’ala,
senantiasa memuji Allah di waktu susah dan senang dan setiap masa atau
waktu mengikhlaskan dirinya kepada Allah lahir dan batinnya.
Seorang murid tidak harus diperhambakan selain Allah Ta’ala,
tidak harus ditundukkan oleh pangkat dan kedudukan, tidak harus
dipengaruhi dengan tuntutan syahwat dan hawa nafsu dan tidak harus
disuruh untuk mengikuti adat dan kebiasaan.
Perkataannya merupakan dzikir dan mutiara hikmah, diam dirinya
merupakan tafakur dan teladan, perbuatannya mendahului percakapannya,
ilmunya membenarkan amalannya. Syi’arnya khusyu’
dan ketentraman jiwa, pakaiannya tawadhu’ dan merendahkan
diri. Sedangkan hatinya senantiasa merasa pedih dan sedih jika terlalai
dari mengingat (Dzikir) dan menta’ati Allah Ta’ala.
Hal perbuatan semacam ini hanya bertujuan semata-mata untuk mencari
keridloan Allah Ta’ala, mengerjakan sesuatu ataupun
menjauhinya semata-mata untuk mengikuti jejak langkah Baginda Rasul SAW
yang dipandang sebagai panutan kita, orang yang dicintai dan orang
pilihan-Nya.
Dan Allah mencontohkan pada diri Baginda Rasul SAW dalam segala hal
ihwalnya dan mengikuti dalam akhlaknya, dalam perlakuannya dan dalam
perkataannya senantiasa tunduk dan patuh pada perintah Allah SWT,
sebagaimana yang disampaikan dalam kitab suci Al-Qur’an yan
kurtubi menulis:
Bismillahirrahmanirrahim Menjadi pengamal thareqah sangat indah.
Sebagai pengamal Thareqah Qadiriyah Wannaqsabandiyah satu tahun 3
bulan, bolehlah saya dijadikan testimonial. Dalam kurun masa itu meski
tidak sedisiplin yang disyaratkan, berbagai perkembangan pribadi saya
alami sangat luar biasa. Misalnya: (1) gampang berhadapan /
berkomunikasi dengan orang dengan cara santun (2) Amat jarang melihat
sisi negatif (3) kesan yang tampak pada diri orang lain memiliki
keceriaan dalam segala hal (4) menghadapi atasan atau klien yang
marah-marah biasa saja; (5) tidak mudah mengritik ajaran orang lain (6)
dll yang pasti lebih fresh hidup, cool, dan enjoy selalu... (7) mudah
berkarya
UNTUNG SANTANG menulis:
THAREQAH KILAT
LANGSUNG MENDATANGKAN SYEH ABDUL QODIR AL JAELANI
DIBENARKAN ATO TIDAK?
didik menulis:
assalamu'alaikum, mau nanya untuk daerah jateng guru thareqahnya siapa saja dan didaerah mana,agar mudah mengikuti,terimakasih
|