Bagaimana Membangun Komunikasi Dua Arah?
Lalu lintas dua arah seringkali menimbulkan kemacetan, terutama di daerah yang padat kendaraan. Tetapi, tidak demikian dengan komunikasi. Komunikasi dua arah justru memperlancar hubungan di berbagai bidang, baik di tempat kerja maupun di rumah. Membangun komunikasi dua arah memang tidak mudah, tetapi siapa tahu dengan menyimak yang berikut, Anda pun bisa melakukannya.
APAKAH PERLU KOMUNIKASI DUA ARAH?
· Untuk mengetahui apakah Anda memang perlu membangun komunikasi dua arah, coba jawab beberapa pertanyaan berikut.
· Apakah anak buah atau bawahan Anda sering datang kepada Anda dan secara nyaman menyampaikan ”unek-unek” mereka?
· Apakah Anda dan tim Anda bisa saling menerima kritik tanpa mengambil sikap defensif?
· Apakah Anda tahu rasa frustrasi, masalah, keinginan, minat anggota tim Anda?
· Apakah Anda sering menanyakan pendapat atau masukan dari anggota tim tentang suatu keputusan yang akan Anda ambil?
· Apakah dalam rapat dengan tim, ada kebebasan menyatakan pendapat, memberi usulan dan saran?
Jika sebagian besar jawaban
Anda adalah ”tidak”, maka kemungkinan besar Anda perlu membangun komunikasi dua
arah. Namun, jika sebaliknya, jawaban Anda kebanyakan adalah ”Ya”, Anda telah
memupuk terjadinya komunikasi dua arah, namun tidak ada salahnya untuk menyimak
beberapa kendala komunikasi dan usulah strategi komunikasi berikut.
KENDALA KOMUNIKASI
Roger Neugebauer dalam
artikelnya ”Communication: A two-way Street” mengungkapkan beberapa kendala
yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam berkomunikasi dua arah. Protectiveness
(Perlindungan). Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi tertentu
pada karyawannya atau timnya karena takut akan menyakiti hati karyawan. Alasan
lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus
dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan karena karyawan tidak akan
mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan karyawan,
mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk
melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika
informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka,
memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada
kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat
mereka.
Defensiveness (Pertahanan). Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja
tidak mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang
disampaikan). Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif
terhadap orang yang memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah
merendahkan dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa
”diserang”, sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut
membangun benteng pertahanan dengan menahan informasi yang masuk. Ia menganggap
informasi tersebut juga akan membuatnya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief
yang memberi komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak
buah Pak Arief cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga
dirinya, egonya, dan kualitas kerjanya. Padahal sebenarnya Pak Arief hanya
ingin memberikan masukan untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan
kata-kata yang tidak dipikirkan dulu penyampaiannya. Ketika merasa diserang
maka anak buah Pak Arief cenderung akan marah, dan menutup ”telinga” terhadap
informasi lainnya yang mungkin saja berguna untuknya (misalnya: informasi
mengenai strategi memperbaiki kinerjanya).
Tendency to evaluate
(Kecenderungan untuk menghakimi). Jika mendapat informasi dari seseorang
mengenai keburukan orang lain, pimpinan cenderung mengambil sikap yang
mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum berkomunikasi dengan
orang yang dibicarakan tersebut. Karena terpengaruh oleh pandangan satu orang,
pimpinan langsung membentuk opini tertentu dan mengambil keputusan sepihak
tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta
lapangan yang cukup. Ini bukanlah merupakan komunikasi dua arah, tetapi
komunikasi satu arah, atau bahkan bisa dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi
sama sekali.
Narrow perspectives (Perspektif yang sempit). Karena jarang meninjau pekerjaan
orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali
dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut
pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang
menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali
tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para
pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali hanya melihat suatu masalah dari
sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba
memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif
inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut
pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh,
keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga menit
saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bagian
marketing yang sering kali menggunakan telepon untuk berhubungan dengan calon
pelanggan atau pelanggan yang ada.
Mismatched expectations. Peter Drucker mengatakan bahwa pikiran manusia seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya Jika, ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang berikutnya.
Insufficient time. Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi secara menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera, seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian informasi (tidak utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.
MEMBANGUN KOMUNIKASI DUA ARAH
Setelah memahami berbagai kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua arah, kita akan lebih mudah untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi dua arah tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.
Mendengar. Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang mendengar. Yang sering terjadi adalah tiap pihak saling menunggu kesempatan untuk berbicara tanpa meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa yang akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan dapat terselesaikan justru bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan karena ia bersedia memahami orang lain dengan cara mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah, keinginan, harapan). Informasi yang didengar inilah yang bisa dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah.
Terbuka. Untuk mendorong tiap
pihak untuk saling terbuka, seorang pimpinan hendaknya tidak menghukum orang
yang menyampaikan pendapat, masalah, atau perasaannya. Keterbukaan bisa juga
dibuatkan wadahnya, yaitu melalui bulletin board, kotak saran, atau media
antarkaryawan. Karyawan yang menyampaikan pendapat atau ide yang bisa
dimanfaatkan perusahaan, bisa diberikan hadiah, atau penghargaan. Demikian juga
dengan karyawan yang bisa mengidentifikasi atau mengantisipasi masalah serta
mengusulkan alternatif pemecahannya.
Menyamakan persepsi. Komunikasi dua arah sering terhambat karena adanya
perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian, dalam
berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari ide
yang disampaikan, sehingga orang lain juga bisa memiliki persepsi yang sama,
berangkat dari persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang
yang menyampaikan informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka
komunikasi dua arah akan lebih mudah mengalir.
Komunikasi empat mata. Banyak
juga karyawan yang enggan menyampaikan pendapat karena sungkan berbicara di
hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan tersebut memiliki ide yang
brilian. Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan komunikasi dua arah terhadap
anak buahnya secara regular untuk memahami kebutuhan, ekspektasi, masalah
mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan mungkin saja lebih nyaman
menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan yang ditemuinya di lapangan.
Jadi, komunikasi empat mata penting untuk dilakukan dengan lebih sering, tidak
hanya ketika melakukan evaluasi kerja tahunan.
Ada banyak cara untuk membangun komunikasi dua arah, beberapa di antaranya
baru saja kita bahas bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang paling cocok
untuk Anda, atau mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua
arah dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik. Selamat berkomunikasi!
Copyright © Sinar Harapan 2003