Yahudi - Penyusunan dan Penulisan Kitab Suci Torah, yakni Taurat Musa, yang terdiri atas lima buah kitab itu, di dalam masa berabad-abad lamanya diajarkan turun temurun dari mulut ke mulut, terutama dalam kalangan para Imam dan para Rabbi, hingga sipatnya adalah Oral Torah (Taurat Lisan). Kemestian bagi menuliskannya belum dirasakan mendesak, dan apalagi papirus dan parkamen pada masa-masa itu sulit diperoleh dan harganya setimbang dengan emas. Tetapi tatkala bangsa Yahudi itu berada dalam porak poranda (diaspora) karena berbagai penaklukan asing maka dirasakan perlu ada suatu ikatan--rohaniah yang akan tetap mengikat mereka sebagai satu bangsa dimanapun berada. Ikatan itu ialah ikatan agama karena agama Yahudi itu bersifat nasional. Oral Torah perlu seluruhnya dijadikan Written Torah (Taurat Tertulis) agar Wahyu tidak lenyap dan mudah dipelajari. Pemikiran ke arah penyusunan seluruh Torah itu timbul buat pertama kalinya pada diri Nabi Ezra yang hidup sekitar tahun 460 sebelum Masehi dan yang atas kemurahan Raja Parsi Artaxerxes (464-424 sM) diizinkan bersama kelompoknya pulang kembali dari Babilonia untuk membangun kembali kota Jerusalem beserta Bait Allah di Jerusalem, yang sudah dihancurkan dan didatarkan Nebukhadnezar itu. Kitab Nabi Ezra, VII: 12-13 mengisahkan keizinan yang diberikan sebagai berikut: (12). Bahwa surat ini dari Artahsasta, raja segala raja, disampaikan kepada Ezra, imam dan mufasir Torat Allah yang di sorga, yaitu dengan selamat sempuma pada masa ini. (13). Maka daripadaku telah keluar titah ini : Bahwa dalam kerajaan barangsiapa daripada bangsa Israil dan daripada segala imamnya dan orang Lewi yang sudi hendak pergi ke Jerusalem, bolehlah dia pergi sertamu. Selanjutnya dikisahkan : (6) Berjalanlah Ezra ini dari negeri Babil, maka adalah ia seorang katib yang alim pada torat Musa, yang sudah diberikan oleh Tuhan, Allah orang Israil. (7). Karena pada bulan yang pertama sehari bulan itu mulailah mereka itu berjalan dari Babil dan pada bulan yang kelima sehari bulan sampailah ia ke Jerusalem, sekedar tangan Allah yang murah berlaku padanya. Berdasarkan keterangan di atas itu dapat disaksikan bahwa perjalanan dari Babil (lembah Euphrate) ke Jerusalem (Palestina) memakan tempo 4 bulan lamanya. Mungkin disebabkan jumlah yang berangkat demikian besarnya hingga perjalanan itu berlangsung dengan lamban dan lambat dan banyak istirahat pada waha-waha perhentian karena sakit dan kelahiran dan segala macamnya. Tentang pemikiran ke arah penyusunan Torah itu diceritakan dalam ayat 10 berbunyi sebagai berikut : (10). Karena Ezra pun sudah membetulkan hatinya akan menyelidik Torat Tuhan hendak melakukan dia dan akan mengajarkan orang Israil segala syariat dan syarat. Iapun mengumpulkan guru-guru Torah, yang pada masa itu dipanggilkan sopherim. dan dengan segala ketekunan lantas pada akhirnya tersusunlah naskah-lengkap yang pertama-tama dari Kitab Torah itu. Tentang kelanjutan hasil dari karya'-besar itu dikisahkan dalam Kitab Nabi Nehemiah, VIII:2-4 berbunyi sebagai berikut : (2). Berhimpunlah segenap orang banyak itu seperti orang satu jua adanya pada halarnan yang di hadapan Pintu Air; maka disuruhlah mereka itu kepada Ezra, katib itu, membawa akan kitab torat Musa, yang firman Allah kepada orang Israil. (3). Maka imam Ezfa pun membawalah akan kitab Torat itu kehadapan himpunan itu, baik laki-laki baik perempuan dari segala orang yang cukup akalnya akan mendengar, yaitu pada sehari bulan ketujuh. (4). Maka dibacakannya di hadapan halaman yang di muka Pintu Air itu daripada ketika mulai siang sampai kepada tengah hari di hadapan sega1a orang yang berakal itu, maka telinga segenap orang banyak itu tersengat kepada kitab Torat itu. Demikianlah kisah hasil penyusunan dan penulisan Kitab Torah (Taurat Musa) itu. Jarak masa antara Nabi Musa (lk 1200 sM) dengan Nabi Ezra (lk 460 sM) itu berlangsung lebihkurang delapan ratus tahun, yakni 8 abad lamanya. Di dalam masa yang panjang itu Taurat Musa itu bersipat lisan, yakni diwariskan dari mulut ke mulut. Justru sarjana-sarjana Bible (Biblical Scholars) berpendapat bahwa tidak masuk akal untuk menyatakan "kata demi kata" dari "keseluruhan" kitab Taurat dari Nabi Musa. Sebab, tidak masuk akal bahwa nabi Musa akan bercerita tentang kematiannya dan pemakaman dirinya (Kitab Ulangan, 34: 5-12). Sebab, tidak masuk akal bahwa Nabi Musa akan sudah menyusun syariat yang demikian terperinci (tentang kewajiban Raja dan tentara dan Pejabat-pejabaat pemerintahan, sedangkan bani Israil dewasa itu masih berada di padang belantara Tiah. Justru, nyatalah sekaliannya itu adalah "penapsiran-penapsiran Hukum" di dalam masa yang demikian panjangnya dalam kalangan para Imam dan Rabbi. Demikian pula halnya dengan sekian banyak kisah peristiwa yang pengungkapan dan penghidanganya saling berlawanan antara satu kitab dengan lain kitab. Bahkan pengungkapan Sepuluh Perintah (Ten Commandements) itu pun terdapat perbedaan kalimatnya antara Kitab Keluaran (Exodus) dengan Kitab Ulangan (Deuteronomy). Begitupun mengenai kisah Adam di dalam Kitab Kejadian (Genesis) antara Fasal I dengan Fasal II dan juga mengenai kisah kejadian alam semesta itu. Pihak sarjana-sarjana Bible (Biblical Sholars) melakukan peneltian mendalam mengenai Holy Bible itu, dan semuanya dari kalangan Yahudi sendiri maupun kalangan Kristen. Tentang penyusunan dan penulisan himpunan Nebiim dan himpunan Khetubiim adalah berlangsung di antara abad ke-5 dengan abad ke-2 sebelum Masehi. Hampir sekaliannya disusun dalam bahasa Ibrani, kecuali Kitab Nabi Daniel dan Kitab Nabi Ezra dan Kitab Nabi Nehemiah, yang ketiga-tiganya disusun dalam bahasa Aramaik. Perbedaaan antara bahasa Ibrani itu dengan bahasa Aramaik, yang jikalau diperbandingkan dengan bahasa Jawa, seperti perbedaan bahasa Ngoko dengan bahasa Kromo, yakni bahasa lapisan atasan dan bahasa rakyat. Himpunan yang sudah tertulis itu disimpan naskah lengkapnya didalam ruang Holy of Holies (Ruang Teramat Suci) di dalam Bait Allah di Jerusalem, dibawah pengawasan Imam Besar (High Priest). Penyalinan kedalam Bahasa Grik Sejak tahun 323 sampai 198 sebelum Masehi maka wilayah Judea. yang tadinya ditaklukkan oleh Alexander the Great (356 - 323 sM), telah merupakan wilayah taklukan pula dari raja-raja dinasti Ptolemi (323 - 30 sM) dari tanah Masir. Prolemi III Philadelphus (285 - 246 sM) membangun perpustakaan besar yang terkenal itu di bandar Alexanderia. dikenal dengan Alexanderian Library, berisikan kumpulan karya-karya Grik Tua dalam bidang filsafat maupun cabang-cabang ilmiah pada masa itu. Diantara lainnya ia pun meminta kepada Imarn Besar Eleazer di Jerusalem mengirimkan naskah Kitab Suci agarna Yahudi untuk disalin ke dalanl bahasa Grik beserta mengirimkan tenaga-tenaga ahli yang akan menyalinnya ke dalarn bahasa Grik. Imarn Besar Eleazer mengirimkan naskah-lengkap satu-satu- nya itu beserta 70 orang tenaga ahli, kaum terpelajar Yahudi yang menguasai bahasa Grik. Tersebab itulah naskah salinan ke dalam bahasa Grik itu diberi nama Septuaginta (Tujuhpuluh) sebagai penghormatan kepada tenaga-tenaga ahli itu. Naskah Septuaginta itu tersimpan pada Perpustakaan Alexandria dan dari waktu ke waktu dilakukan penaskahan oleh juru-juru tulis yang dipekerjakan dalam Perpustakaan itu untuk memenuhi setiap permintaan dari pihak-pihak yang membutuhkannya. Sedangkan nasib naskah-asli yang berbahasa Ibrani dan Aramaik itu sudah tidak diketahui karena ruangan Holy of Holies (Ruang Teramat Suci) dalam Bait Allah di Jerusalem sudah tidak menyimpannya. Semenjak masa itu pihak agama Yahudi cuma mengena1 kitab sucinya berbahasa Grik, yaitu Septuaginta. Cuplikan-cuplikan dari kitab suci yang berbahasa lbrani dan Aramaik itu, yang terpegang pada berbagai tangan, mungkin sekaliannya itu musnah pula pada masa pemberontakan yang gagal (65 - 75 M), dan terlebih-lebih lagi pada masa pemberontakan BarKocheba pada tahun 132 - 135 M, yang pada kedua pemberontakan itu pihak imperium Roma melakukan pembasmian total secara menyeluruh. Bahkan panglima Titus pada tahun 70 M sengaja menghancurkan dan mendatarkan Bait Allah yang terkenal megah dan agung di bukit Zion itu, dan satu tahun sebelumnya telah terpilih menjabat kaisar dengan panggilan Kaisar Vespasianus (65 - 79 M). Pada masa ini cuma dijumpai fragmen-fragmen (keping-kepingan) yang tidak lengkap dalam bahasa Siryani, Kopti, dah Ethiopi. Dan sehabis perang dunia kedua, di dalam himpunan naskah-naskah tua yang ditemukan dalam gua-gua di pinggir sebelah barat Laut Mati yang terkenal dengan himpunan Dead Sea Scrolls itu, dijumpai naskah--lengkap dari Kitab Nabi Habakuk dan Kitab Nabi Isaiah. di dalam bahasa Ibrani. Tatakata dan kalimat di dalam fragmen-fragmen itu, begitu- pun di dalam Kitab Nabi Habakuk dan Kitab Nabi Isaiah yang ditemukan itu, bilamana dibandingkan dengan naskah Masso- retic Text, naskah kitab suci agama Yahudi yang disusun kembali dalam bahasa lbrani pada abad ke-9 masehi itu, banyak diantaranya yang bersamaan tetapi ada pula yang berbeda. Dengan begitu hasil-hasil penemuan itu makin menimbulkan rangsang untuk melakukan peninjauan kembali secara berani tentang isi Kitab vang dipandang "suci" selama ini, dan rangsang itu dirasakan oleh kalangan yang paling sadar dalam lingkungan agama Yahudi, begitupun dalam lingkungan agama Keristen yang memandang Perjanjian Lama (Old Testament) itu bagian dari Holy Bible (Kitab Suci) selama ini. Penyaringan Kitab Suci Ikhtiar yang pertama-tama bagi melakukan penyaringan ter- hadap kitab-kitab yang dipandang "suci" selama ini adalah dilakukan oleh Sidang Besar di Jamia (Synod of Jamnia), pada tahun 90 Masehi, dihadiri oleh Nabbi-nabbi Yahudi. Hal itu setelah orang-orang. Yahudi itu sehabis tahun 70 M berangsur-angsur masuk kembali dan menetap di Palestina, akan tetapi wilayah sekitar Jerusalem yang kini dipanggilkan pihak imperium Roma dengan Aeliae Capitolae itu, tidak boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Sidang Besar di Jamnia itu berlangsung sesudah Kaisar Ves- pasianus (69-79 M) mangkat dan digantikan oleh Kaisar Titus Plavius (79-81 M). Disitulah buat pertama kalinya ditetapkan kitab-kitab yang terpandang sah, yakni Canonical Books, seperti yang diperpegangi oleh pihak sekta Ortodoks dalam agarna Yahudi. Sedangkan ada beberapa kitab di dalam Septuaginta itu lantas dinyatakan kitab-kitab yang disangsikan, yakni peseude-pigrapha, dan lalu dikeluarkan dari bagian Kitab Suci. Pada waktu gerakan Reformasi bangkit dalam kalangan agama Yahudi itu pada abad ke-8 dan ke-9 M, yang terkenal dengan gerakan Karaite dan gerakan Massorah di Baghdad, maka gerakan yang terakhir itu kembali melakukan penyaringan yang lebih teliti terhadap berbagai kitab. Gerakan itu. mengeluarkan lagi beberapa kitab dari bagian kitab Suci dan menyatakan kitab. Pusat Pelajaran Torah. Lebih kurang 200 tahun sebelum Masehi lahirlah perguruan- perguruan khusus (akademi) di Palestina untuk mempelajari syariat dan hukum Torah. Sekaliannya itu ditujukan bagi mengimbangi pengaruh ajaran filsafat Hellenia (Grik) beserta kebudayaan Hellenia yang telah merayapi lapisan atasan sampai lapisan bawahan dalam masyarakat Yahudi. Maka disamping Guru-Guru Torah (sopherim) lahir golongan baru yang disebut Ahli-ahli Hukum (tannaim). Mereka itu di- panggilkan Tannaim karena merumuskan tanna, yakni sesuatu keterangan berisikan Hukum. dan hukum itu diperoleh dari basil penelitian dan penapsiran terhadap Ayat-ayat di dalam Torah. Himpunan seluruh tanna itu disebut Mishna, berasal dari akarkata shanah, bermakna ulangan. Dimaksudkan dengan sebutan itu. karena setiap tanna yang dipelajari itu hams diulang-ulang dan dihafalkan di luar kepala. Pusat pelajaran terpenting ialah di Jerusalem. Pada saat kota suci itu dihancurkan panglima Titus pada tahun 70 M. maka setelah keamanan pulih kembali dan orang Yahudi tidak diizinkan memasuki wilayah sekitar Jerusalem itu, maka pusat pelajaran dalam wilayah Palestina itu pindah ke kota Jamnia dan kota Usha dan kota Tiberias. Pada saat imperium Roma melakukan penindasan yang tidak tanggung-tanggung terhadap pemberontakan ulangan di sekitar tahun 132-135 M dan bangsa Yahudi porak poranda tanpa tanah air, terutama mengalir ke dalam wilayah Mesopotamia (lembah Euphrate) yang berada di bawah kekuasaan dinasti Sassanids (226-651 M) dari imperium Parsi, maka lahirlah pusat pelajaran baru tentang syariat dan hukum Torah itu dalam wilayah Mesopotamia itu, terutama pada kota Sura dan kota Pembektu. Kedua pusat pelajaran Torah itu hidup terus sainpai kepada masa pemerintaan Daulat Umayyah (661-750 M) yang berkedudukan di Damaskus dan masa pemerintahan Daulat Abbasiah (750-1253 M) yang berkedudukan di Baghdad. Penyusunan Mishna Himpunan tanna itu dalam masa sekian tahun lamanya tidak tersusun secara sistematik pada saat mengajarkannya. Ikhtiar ke arah penyusunannya menurut bagian-bagian permasalahan dimulai oleh Rabbi Hillel (75 sM- 10 M), dilanjutkan oleh muridnya Rabbi Jochanan ben Zaccai. Tokoh terakhir itu adalah pembangun perguruan di Jamnia sesudah pembinasaan kota-suci Jerusalem pada tahun 70 M. Rabbi Akiba ben Joseph, yang meninggal dalam pemberon- takan tahun 132-135 M dibawah pimpinan Bar-Kocheba, terpandang seorang tannai yang tiada taranya. Rabbi Akiba inilah yang pertama-tama membagi dan menyusun kumpulan tanna yang berjumlah ribuan itu secara lebih sistematik menurut kelompok permasalahan. Akan tetapi yang mula-mula menghimpunkannya secara tertulis hingga menjadi sebuah kumpulan hukum tertulis yang lengkap adalah Rabbi Yehuda-Nasi, seorang pangeran dan seorang rabbi dan seorang pemimpin masyarakat Yahudi di Palestina: dikerjakannya penghimpunannya kembali dari berbagai sumber da1am tempo lebih limapuluh tahun, menjelang dia meninggal pada tahun 219 M. Ia menyerahkan seluruh hidupnya bagi mengumpu1kan tanna itu dari sana sini, dan membukukannya menurut sistematika Rabbi Akiba ben Joseph. Mishna Mishna yang disusun Rabbi Jehuda-ha-Nasi itu merupakan standard textbook bagi mempelajari syariat dan hukum Torah. Mishna yang disusun Rabbi Jehuda-ha-Nasi itu merupakan standard textbook bagi mempelajari syariat dan hukum Torah. Mishna Mishna itu sebuah kitab berisikan kumpulan hukum, terdiri atas lebih empat ribu tanna, dan himpunan tanna itu terbagi atas enam sedarim (bagian), seperti berikut dibawah ini : Zeraim, berisikan himpunan hukum tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pertanian beserta sumbangan-Wajib (berakot) atas setiap hasil yang diperoleh. Moed, berisikan hukum tentan& saat-saat upacara Kebaktian harus di1akukan beserta jenis dan tatacara kebaktian itu Nashiim, berisikan hukum tentang wanita dan ke- keluargaan beserta hak-hak dan kewajiban. Nezikim. berisikan himpunan hukum dalam bidang perdata dan pidana dan susila. Di dalam sedarim ini termasuk himpunan Pirke Abot yang terkenal itu berisikan kata-kata berhikmat. Kodashim, berisikan himpunan hukum tentang hal-hal dan benda-benda yang terpandang suci. Di dalam sedarim ini termasuk Hullin mengenai hal-hal dan benda-benda yang dipandang terlarang. Toharot, berisikan himpunan hukum tentang pember sihan diri beserta tatacara pembersihan diri itu. Tiap sedarim itu terbagi kepada sekian massichtoth (bab), semuanya berjumlah 63 bab; dan setiap bab itu terbagi lagi kepada fasal-fasal, semuanya berjumlah 523 fasal. Pada masa belakangan ada ditambahkan 7 massichtoth lagi oleh perguruan di Mesopotamia. Sekitar abad ke-5 masehi lahir Tosifta, bermakna Tambahan. Kedudukannya disejajarkan dengan Mishna, berisikan himpunan hukum-tambahan atas perkata-perkara baru yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Yahudi dan tahadinya belum ada ketentuan hukumnya. Gemara Setiap tanna di dalam Mishna itu bukan hanya sekedar dihafal dan dipelajari sampai disitu saja akan tetapi juga diberi ulasan dan penafsiran lebar panjang, baikpun pada perguruan di Palestina maupun pada pergurnan di Mesopotamia itu. Maka disamping Ahli-Ahli Hukum (tannaim) itu lantas lahir golongan baru lagi yang disebut Ahli Penapsir Hukum (amoraim). Amoraim itu berasal dari akarkata 'ammar, bermakna ultisan. Para Rabbi yang termasuk golongan Amoraim itu beroleh kedudukan penting pada masa-masa belakangan di dalam masyarakat Yahudi. Setiap tanna di dalam Mishna itu diberi ulasan lebar panjang dan penjelasannya itu dari dua jurnsan, yaitu : (1). Halakah, penapsiran setiap tanna itu dari segi Hukum dengan menggali dan mengemukakan dalil-dalil dari ayat-ayat Torah. Guna memahamkan setiap ayat Torah itu, berlaku azas-azas yang dirumuskan dalam sebuah cabang ilmu bemama Midrashim. (2). Hagadah, pembahasan setiap tanna itu dari segi sosial dan moral. Bagian pembahasan ini kayaraya dengan kisah-kisah rakyat (folklores) dan kisah-kisah kiasan (parables); meninjau setiap tanna itu dari sudut ethis dan filosofis dan theologis, disertai himpunan doa-doa pujaan dan peribahasa, kenangan sejarah, dan sebagainya. Himpunan pembahasan dan 'penapsiran dari kedua jurusan itu disebut dengan Gemara, berasal dari akarkata gamar. bermakna penyempumaan. Dimaksudkan disini ialah penyempumaan Mishna. Tokoh-tokoh Amoraim yang terkemuka ialah Rabbi Hillel, Rabbi Shamai, Rabbi Eliezer ben Hyrcanus, Rabbi Joshua ben Hanamiah, Rabbi Akiba, Rabbi Ishmael, Rabbi Judah, Rabbi Meir, yaitu antara abad ke-1 dan abad ke-2 masehi; beserta Rabbi Johanan dan Rabbi Simeon ben Lakieh pada abad ke-3 masehi; dan semuanya itu dari aliran Palestina. Pada aliran Mesopotamia menonjol tokoh yang paling besar ialah Rabbi Rab dan Rabbi Abaye dan Rabbi Raba. Aliran Mesopotamia itu jauh lebih banyak melahirkan tokoh-tokoh Amoraim terkemuka. Talmudz Himpunan Mishna dengan himpunan Gemara itulah yang dipanggilkan dengan Talmudz. Kitab Talmudz itu beroleh kedudukan paling penting dalam kehidupan masyarakat Yahudi. Lama kelamaan Kitab Torah sendiri kelindungan oleh Kitab Talmudz itu. Oleh karena wilayah Mesopotamia: (Irak) itu bekas wilayah Babilonia maka Talmudz yang dilahirkan oleh perguruan di Mesopotamia itu dipanggilkan oleh kalangan Yahudi dengan : Babylonian Talmudz. Talmudz Babilonia itu jauh lebih tebal daripada Palestinian Talmudz, yakni Talmudz Palestina, lebihkurang 7 atau 8 kali setebal Talmudz Palestina itu. Hal itu disebabkan penguraian setiap tanna pada perguruan di Mesopotamia itu jauh lebih meluas dan mendalam. Talmudz Babilonia itu lebih luas mempengaruhi alam pikiran dan alam kehidupan bangsa Yahudi. Hal itu disebabkan, menurut Judah Goldin di dalam 1 bukunya The Living Talmudz edisi 1960 halaman 26, bahwa pada abad-abad berikutnya, terutama sejak abad ke-8 masehi, kota Baghdad dan daerah sekitarnya dibawah kekuasaan Islam merupakan pusat kebudayaan terbesar d.an pusat ilmu pengetahuan di dunia sepanjang zaman Tengah. Justru karena itu perguruan-perguruan Torah di lembah Euphrate itu beroleh kedudukan penting pada mata bangsa Yahudi. Salinan Talmudz Babilonia itu ke dalam bahasa Inggeris diterbitkan tahun 1949 atau usaha Dr. J. Epstein, terdiri atas 34 jilid tebal. Ringkasnya di dalam bahasa Latin pernah diterbitkan di kota Venezia oleh Daniel Bomberg antara tahun 1520 dan 1523 M, terdiri atas 12 jilid tebal. Talmudz Babilonia itu banyak berisikan kisah-kisah, yang oleh pihak Islam pada masa belakangan, dikenal dengan kisah-kisah Israiliyat. Pada saat rabbi-rabbi Yahudi itu banyak memeluk agama Islam pada masa perkembangan kekuasaan Islam maka mereka itupun membawa masuk kisah-kisah Israiliyat itu ke dalam Islam dan banyak mempengaruhi penapsiran-penapsiran Ayat Al-Qur'an di dalam buku-buku Tafsir tertua, seumpama Tafsir Al-Razi dan Tafsir Al- Thabari dan Tafsir Ruhul-Bayan dan buku-buku tafsir lainnya.