Ramadhan Tiba, Tersenyumlah Sya'ban telah menepi. Ramadhan menjelang. Ini saat bagi semua untuk menatap diri. Ini saat bagi semua buat menadahkan tangan, "Allah bantu hamba-Mu ini buat menyucikan hati." Kesucian hati akan meluruskan niat. Kelurusan niat akan menjernihkan pikiran. Kejernihan pikiran akan memantapkan langkah-langkah baik. Apalagi yang kita harap dalam hidup yang teramat singkat ini selain kemantapan langkah baik? Hampir semua percaya, Ramadhan adalah saat tepat untuk pemenuhan harapan itu. Ada keinginan yang tebersit menjelang Ramadhan ini. Sebuah keinginan yang selalu terulang dari tahun ke tahun. Keinginan itu adalah agar kita dapat menyambut Ramadhan dengan senyum lebar. Keinginan yang sederhana bukan? Keinginan memang tak selalu dapat terpenuhi. Sakit gigi acap mengganjal senyum. Setidaknya akan mengurangi lebarnya senyum. Sakit gigi itulah yang hari-hari ini tengah menyerang tubuh bangsa ini. Sebuah sakit gigi yang tampaknya akut, yang tak akan tersembuhkan hanya dengan berkumur air garam. Anda melihat rekaman peristiwa penangkapan Ustaz Abubakar Ba'asyir? Apa itu bukan wujud sakit gigi bangsa (baca= pemerintahan) ini. Ustaz Abu, begitu orang-orang dekatnya memanggil, dipaksa meninggalkan tempat perawatannya selama ini, RS PKU Muhammadiyah, Solo, dengan cara mencengangkan. Kaca jendela dipecahkan, ustaz ditarik dan dilarikan ke Semarang, sebelum diterbangkan ke Jakarta. Seorang ustaz, dalam usia 63 tahun, diperlakukan bagai pelaku kriminal. Ia harus buang air kecil di dalam botol karena tak diizinkan ke toilet. Para jamaahnya, anak-anak tingkat madrasah tsanawiyah (setara SMP) yang berdemo menentang penangkapan itu pun dipukuli. Bagaimana kita akan tersenyum menghadapi arogansi seperti itu? Arogansi mungkin kata yang kurang tepat. Boleh jadi polisi yang bertugas saat itu juga tidak bermaksud untuk arogan. Jika benar demikian, persoalannya adalah profesionalitas. Mereka jauh dari profesional, sehingga harus mengedepankan kekuasaan. Pengedepanan itu kian memperjelas bagaimana kinerja polisi saat ini, walaupun mungkin mereka melangkah lebih berdasar pesanan pihak lain. Siapa pun pihak lain itu. Wallahu a'lam. Apa pun, Ramadhan adalah milik bersama umat. Baik umat yang lurus-lurus saja, maupun yang acap bersikap arogan. Baik yang tidak berdaya, maupun yang sangat berkuasa. Baik yang sedang dirundung nestapa, maupun yang berada. Baik yang belum dikaruniai banyak pengetahuan, hingga yang benar-benar intelektual. Baik yang harus mengais-ngais remah rezeki halal, hingga yang terus berenang dalam lautan korupsi. Ramadhan, sepanjang dijalani secara baik, akan melembutkan hati siapa pun. Maka, mari sambut Ramadhan ini. Mari berdoa agar keteduhan Ramadhan dapat menaungi semuanya. Termasuk menaungi hati para polisi. Mudah-mudahan dalam Ramadhan ini mereka sempat merenungkan apa yang telah diperbuatnya selama ini terhadap Ustaz Ba'asyir. Mudah-mudahan mereka memperoleh bimbingan-Nya agar dapat menegakkan kebenaran yang sebenar-benarnya. Ramadhan ini semoga juga menjadi momen untuk mengangkat derajad Ustaz Ba'asyir serta orang-orang teguh lain di jalan kebaikan melalui kesabarannya. Tak sembarang orang dipilih Allah untuk membuka kesadaran bersama bahwa ada praktik ketidakbenaran di jagat raya, termasuk di bumi nusantara, yang harus diakhiri dengan cara yang bijak. Menjelang Ramadhan sekarang, sakit gigi bangsa ini persis di puncak ke-ngilu-annya. Tapi, teruslah tersenyum lebar sebab Ramadhan segera datang.